webnovel

Teman Baik(2)

''Yash, lu kenapa, Ege? Pala lo bocor?!'' tanyanya, sangat khawatir namun dengan memutar kepala Jasmine begitu saja.

Cindy yang melihatnya kontan terdiam, entah kenapa hatinya merasa nelangsa dan berdenyut nyeri. Sedangkan Kirana berdecak dan langsung menepis tangan anak laki-laki itu dari Jasmine.

''Lo liat-liat, dong! Pala dia lagi luka,'' ujarnya, memarahi Zivan yang dengan gegabah memutar kepala Jasmine saking khawatirnya.

Zivan berdecih pelan dan meminta maaf atas perlakuannya. Ia mengatakan jika dirinya khawatir pada kakak perempuannya. Jasmine yang melihat hal itu pun hanya tersenyum lirih dan merasa sedikit tersentuh oleh kekhawatiran sang adik.

''Mau pulang aja nggak, Yash? Kita pulang aja.'' Zivan menawari kakaknya untuk pulang lebih awal.

Jasmine menggeleng pelan. ''Nggak, deh. Cuman luka ini doang. Nggak apa-apa, kok.''

''Rambut lo berantakan banget. Siapa sih, Yash?'' Kirana masih tak tahan dengan Jasmine yang tak kunjung mengatakannya.

Zivan mengerutkan kening dan ikut mengintrogasi kakaknya. ''Lo berantem?'' tanyanya, yang kelewat peka.

Jasmine menggeleng pelan. Gadis itu mengatakan jika ia tak melakukan hal lain, dan hanya terjatuh. Bahkan Jasmine juga memberi kode pada Kirana untuk tak membahasnya di depan sang adik.

Cindy yang sedari tadi diam pun hanya bisa menonton. Namun, karena tak tahan, ia langsung berdiri dan pamit untuk ke toilet. Zivan yang melihatnya hendak mengejar, namun baru hampir melangkah ia langsung mengurungkannya. Anak itu tak bisa bertindak sesukanya di hadapan dua senior yang tengah bersamanya tersebut.

Hingga akhirnya Zivan pun terus memaksa Jasmine untuk pulang lebih awal, namun sang kakak masih kukuh dan tak mau melakukannya. Kirana juga membantu Zivan agar Jasmine mau pulang dan beristirahat, namun hal itu justru membuat Jasmine geram dan menepis tangan Zivan juga Kirana begitu saja.

''Lo berdua mau pulang lebih awal, ya?'' tanya Jasmine dengan dahi berkerut dan perasaan kesal.

Zivan mengulum bibir dan hampir tersenyum, namun ia tahan untuk tidak melakukannya. Walau demikian, mimik wajah itu sudah sangat terekam jelas di mata Jasmine. Ia pun memukul adiknya dan memintanya untuk lekas kembali ke kelas.

''Ya, lu gimana, Yash?'' tanyanya tampak heboh.

''Gue juga mau ke kelas, ege!" balas Jasmine dengan kesal.

''Y-ya udah, sih. Ngga usah marah-marah juga.'' Zivan mulai menciut karenanya. ''Ntar lo pulang sama gua aja. Kak Kiran biar sama Cindy.''

Nama Cindy yang tak dipanggilnya dengan sebutan 'kak', membuat Jasmine dan Kirana menatapnya lekat. Dengan segera Zivan menyadari hal itu dan meralat ucapannya. Ia menambah 'kak' untuk nama Cindy.

Zivan pun kembali menuju kelasnya dan meninggalkan Kirana beserta kakaknya di dalam.

Kirana menghela napas panjang dan mulai duduk di kursi samping ranjang UKS. 'Keliatan banget nggak, sih, tuh anak?' batinnya, memikirkan sikap Zivan.

''Lo balik aja, Ran. Gue nggak apa-apa, kok.'' Jasmine mengatakannya pada Kirana, takut kalau-kalau gadis pintar seperti Kirana harus meninggalkan pelajaran demi dirinya.

''Nggak apa-apa, Yash. Gue temenin, kok.'' Kirana tersenyum singkat dan menatap Jasmine.

Jasmine ikut tersenyum dan mengangguk. Kirana bertanya apakah luka Jasmine tidak parah, mengingat pelipisnya berdarah dan rambutnya berantakan. Ia juga langsung kembali berdiri untuk merapikan rambut Jasmine yang kelewat kusut dan mekar seperti bunga matahari.

Gadis yang tengah dirapikan rambutnya itu tersenyum dan meminta kawan baiknya untuk lekas duduk. Ia mengatakan jika luka di pelipisnya tadi hanya karena sebuah goresan pada kulit luar. Tak ada cedera serius, dan murni hanya karena goresan yang cukup besar dan panjang.

''Baik banget, sih.'' Jasmine memegang tangan Kirana. ''Sampe rela nyamperin ke mari.''

Kirana membuat sebuah senyum down ward smile dan terlihat malu-malu. Ia memang sangat khawatir pada sahabatnya, mengingat mereka sudah hampir 5 tahun bersahabat. Tiga gadis yang mengenal satu sama lain sejak SMP, kini kembali berada di satu sekolah yang sama. Ketiganya saling menyayangi satu sama lain walau sering pula saling mengejek dan mengolok satu sama lain.

Kirana tersenyum melihat Jasmine dan teringat bagaimana mereka bisa berkawan baik hingga saat ini.

***

Cindy menatap ke arah cermin dan menunduk, menahan tubuhnya dengan tangan yang bertopang pada meja wastafel.

Sebuah air mata tiba-tiba saja meluncur dari pelupuk matanya tanpa aba-aba. Air mata yang tampak mengalir di pipi kirinya.

Saat tersadar, gadis itu kontan berbalik badan dan mengusap air matanya dengan sedikit kasar.

''Daddy ..., Cindy rindu mommy,'' gumamnya. ''Kenapa gue ngga punya sodara apa yang lain, sih? Nggak adil banget hidup ini!" lanjutnya, mulai geram dengan keadannya sendiri.

Alasan sebenarnya ia pergi ke toilet adalah perasaan cemburu yang sangat besar dari sosok Jasmine. Di antara dua sahabatnya, hanya dirinya yang merupakan anak tunggal dengan orang tua tunggal. Ayahnya cukup sibuk dengan pekerjaan dan ia sering ditinggal sendirian. Tak memiliki saudara tentu membuatnya jenuh sendirian di rumah saat ayahnya bekerja, hingga dirinya justru lebih memilih bermain-main dengan temannya.

Dia cemburu pada Jasmine yang mendapat perhatian lebih dari orang-orang sekitarnya. Dari saudara kandungnya, sahabatnya, bahkan ia juga yakin jika Jasmine pun akan mendapat perhatian dari orang tua dan tentu saja Romeo. Tak seperti dirinya yang bahkan diberi label gadis dengan seribu kekasih di sekolahnya. Memiliki dua teman baik dengan salah satunya yang lebih suka mengolok dan mengganggunya. Juga satu anak laki-laki yang selalu saja menjadikan ia sebagai kantor pos dengan sahabatnya.

Isakan terdengar lirih darinya. Gadis itu menutup wajah dan mulai bersandar pada meja wastafel. Beberapa saat ia hanya sendirian dan terisak pelan. Sungguh pemandangan yang aneh, jika teman-temannya melihat ia yang selalu ceria itu justru menangis karena rasa cemburu. Ia tak tahu, jika ada seseorang yang tengah menunggunya dengan perasaan campur aduk di luar toilet.

Anak laki-laki yang baru saja keluar dari UKS itu kini berdiri di depan pintu toilet perempuan. Ia tampak khawatir dan berharap seseorang yang tengah ia khawatirkan lekas keluar dari toilet, meski ia juga tak yakin bahwa toilet tersebut adalah toilet yang ditempati oleh orang yang ia cari.

Tak lama kemudian, pintu toilet terbuka dan seorang gadis keluar dengan matanya yang sedikit sembab. Karena seorang anak laki-laki yang berdiri menghalangi pintu, gadis itu pun kontan menghentikan langkah dan mendongak. Ia menatap lekat mata anak laki-laki yang tampak sangat khawatir walau tak mengatakan apa pun.

''Kak-''

Tanpa mendengar kelanjutan ucapan si anak laki-laki, Cindy langsung berhamburan memeluknya begitu saja. Ia kembali menangis tersedu walau tak meraung. Gadis itu benar-benar kacau dan merasa sangat cemburu dengan teman baiknya, hingga akhirnya membuat dirinya merindukan sang mama.

Perlahan, walau sedikit ragu, Zivan mulai membalas pelukan Cindy dan mencoba menenangkannya.

''It's okay to be jealous. It's totally a normal thing," ujarnya dengan lembut. 'And if you know, i'm here for you.'

*****

Kamar Tukang Halu, 07 Agustus 2022