Kirana dan Cindy terus saja bertengkar, mempermasalahkan Jasmine yang dianggapnya mulai menyukai atau membalas perasaan Romeo. Gadis yang tengah diributkan itu sendiri hanya bisa menggeleng pelan dan memegang keningnya, tak habis pikir dua temannya justru sibuk sendiri dan tak menghiraukannya.
"Kalian mau dengerin gua nggak, sih?" tanya Jasmine dengan kesalnya.
Cindy dan Kirana terdiam, menoleh bersamaan ke arah Jasmine. "Mau, dong!" jawab keduanya serempak.
"Ya udah, diem! Gue mau cerita dulu."
Akhirnya keduanya pun terdiam dan mendengarkan bagaimana Jasmine menjelaskan semuanya. Gadis itu menceritakan bagaimana semuanya bermula. Berawal dari ia yang tak pergi ke kantin karena ada Romeo yang tengah menunggunya di sana, hingga ia menghubungi Zivan untuk datang membawa makanan, dan berakhir dengan Romeo yang datang terlebih dahulu ke kelas Jasmine.
"Terus? Kenapa bisa lo bilang dia nggak bakal ganggu lo lagi?" Kirana masih tak mengerti.
"Jadi, tiba-tiba aja beruk piaraan gue datang dan bawa makanan. Kalian tau, dia manggil gue apa pas dateng?" Jasmine sedikit terbawa suasana ceritanya sendiri. Ia merasa kesal dengan Zivan yang sesuka hatinya memanggil Jasmine 'Baby' saat tiba-tiba datang ke kelas.
Kirana dan Cindy menggeleng. Jasmine mengatakan semuanya dan kontan saja Kirana tertawa terbahak-bahak, sedangkan Cindy berusaha menahan tawanya karena sadar diri hari sudah gelap dan ia tak mau berisik di rumah orang.
Jasmine berdecak, melanjutkan kembali ceritanya. Romeo yang memberikannya kado dan tetap tak diambil saat ia dan Zivan berpura-pura berpacaran. Hanya saja Jasmine merasa tak bisa menolak kalung tersebut, yang mana adalah sebuah kado yang memang sangat ia inginkan.
"Jadi, Romeo taunya lo pacarana sama Zivan?" Kirana memastikan.
Jasmine mengangguk. "Tapi diem-diem. Gue juga ngga bisa sembarangan nyapa tuh anak di sekolah, die kagak mau temen-temennya kenal gue sebagai kakaknya."
"Lo yakin Romeo bakal percaya gitu aja?" Cindy ikut menimpali.
"Kalo lo nggak ngomong aneh-aneh …." Kirana menarik kepala Cindy dan mengapitnya di ketiak. "Tuh bocah bakal anteng dan percaya, kok."
Cindy berdecak dan marah-marah, meminta Kirana untuk melepaskan kepalanya. Jasmine juga mengatakan jika ia mungkin akan ikut berpartisipasi pada lomba di festival akhir tahun nanti. Hal itu membuat Cindy tampakkan ekspresi antara terkejut dan jijik.
"Seorang Yashmine ikut lomba?" cibir Cindy begitu saja.
"Kayaknya dunia mau war lagi kalo Yash ngikut lomba." Kirana terkekeh setelahnya.
"Kenapa, sik? Gue juga pinter kok ikut lomba-lomba fisik." Jasmine merasa tak terima dengan cibiran dua sahabatnya itu.
"Lomba fisik yang lo maksud itu bukan hulahop, 'kan?"
"Ish!" Gadis berambut panjang lurus itu mulai kesal dan memukul bahu Kirana yang seenaknya mengatakan hal demikian.
Ketiga sahabat itu pun menikmati malam yang cukup sunyi itu dengan bercerita banyak hal. Mengenai lomba yang akan diikuti Kirana selain Putra-Putri Pilihan, juga Cindy yang tengah menyiapkan property bersama dengan anak-anak OSIS. Benar, hanya Cindy yang mengikuti organisasi di sekolah, itupun hanya numpang nama dan jarang ikut berkumpul dengan anggota OSIS lainnya.
Cindy mengatakan jika masih ada slot lomba kosong di kelasnya pada Jasmine, yaitu lomba menyanyi. Jasmine yang tak suka dengan menyanyi pun bertanya apakah sudah ada yang mengisi lomba menggambar di kelas mereka.
"Wah, cocok tuh. Putri Yashmine kita ini, kan, pawangnya kanvas," goda Kirana.
Jasmine sedikit tersipu dan tersenyum malu-malu. "Paan, sih? Gua cuma nanya, soalnya dari bulan lalu anak-anak udah gadang-gadang si Sapir yang ngikut."
Cindy mencoba mengingat-ingat hal tersebut, setelah ingat ia pun langsung menatap Jasmine. "Kalo nggak salah emang Sapir deh, Yash, yang ngisi," ujarnya. "Tapi katanya tahun ini semua lomba minimal kandidat dua orang."
"Sapir sape?" Kirana kebingungan. "Sapira?"
Jasmine mengangguk. Ia langsung merasa ciut dan mengembuskan napas pelan. Gadis itu merasa jika ia tak akan bisa menjadi kandidat dari kelasnya jika partner yang bersamanya adalah Shafira, si judes seribu bakat.
"Kayaknya gue nggak bakal ikut apa-apa." Jasmine tampak lesu.
"Kagak gitu dong, Yash. Gue bisa rekomen lo ke anak-anak kelas, kok."
"Emang kenapa? Si Sapira jago banget gambar?" Kirana merasa bodoh, karena ia yang berada di kelas yang berbeda dengan kedua gadis di hadapannya itu.
"Lo tau anak yang menang banyak lomba dari kelas sebelah dulu? Pas kelas 10, cewek putih tinggi yang mukanya judes." Cindy bertanya pada Kirana.
"Ooooh, itu Sapira?" Kirana tampak antusias.
Cindy dan Jasmine mengangguk. "Dia di kelas kita tahun ini. Anak-anak yang awalnya nggak kenal dan cuman tau kalo dia menang banyak lomba tahun lalu, jadi suka banyak bacot dan dari awal masuk kelas sebelas cuman ngomongin dia." Cindy mengatakannya dengan kesal.
"Tapi beberapa bulan kita kenal, semuanya jadi tau sifat Safira kek gimana. Mereka jadi males karena tuh cewek ngejar nomor satu mulu." Jasmine mengembuskan napas pasrah.
"Lah? Kan, bagus tuh! Artinya tuh anak gigih dan berusaha keras buat dapetin apa yang dia mau." Kirana merasa heran dengan kalimat yang dua sahabatnya katakan.
"Iya, sih. Tapi dia rese dan pelit banget." Cindy bergidik ngeri. "Tanya rumus pas kelas selesai aja dia nggak kasih dan cuma bilang …."
"Ah, aku juga nggak paham sih, sebenernya. Buku aku juga catatannya rumit, ntar kalian juga nggak bisa bacanya," sahut Jasmine dengan nada menye-menye, melanjutkan apa yang ingin Cindy katakan.
Kirana menahan tawa melihat bagaimana Jasmine beracting menye-menye dan menyebalkan seperti itu. Ia langsung paham dan mengatakan jika ada gadis dengan sifat seperti itu di kelas justru akan sangat menyenangkan. Jasmine dan Cindy yang tak tahu letak menyenangkannya pun hanya berdecih dan merasa semakin kesal mendengarnya.
Kirana dengan senyum lebarnya menjelaskan, jika ada gadis yang bersikap ingin selalu lebih unggul dibanding dengan yang lain, maka satu cara untuk membuat dia kesal adalah dengan melampaui kemampuan gadis itu sendiri.
"Tapi dia itu all perfect, tau!" Jasmine masih saja merasa ragu.
"Julukannya aja 'Si Judes Seribu Bakat'. Anehnya lo kudet, nggak tau dia siapa."
Kirana berdecak. "Untuk lomba gambar, gue yakin Yashmine jauh lebih unggul dari dia. Gue liat kok, gambar dia tahun lalu. Tulip itu, 'kan?"
Jasmine mengangguk dan membenarkan. "Tulip putih."
"Dia di kelas gue disebut si Tulip." Kirana mengingat-ingat gosip anak-anak kelasnya. "Katanya dia anak populer nomer 5 di sekolah, tercatat di forum sekolah dari hasil voting."
"Iya. Yang kedua kan elo." Cindy memutar bola mata dengan malas. "Si Jablay Bibir Merah."
Kirana tersenyum sangat lebar dan membusungkan dada, merasa sangat bangga dengan kepopulerannya di sekolah. "Iya, yang pertama elo dengan predikat 'Cewek Buaya SMA HN'. Bhahahahaa!" Kirana tampak sangat puas setelah mengatakannya.
Jasmine ikut tersenyum mendengar hal itu, sedangkan Cindy hanya merengut kesal mendengarnya. Meskipun tak disebut secara resmi di forum sekolah, namun Cindy memang mendapat julukan tersebut dari banyak siswa seangkatan. Banyak yang tahu hal tersebut, namun masih tetap banyak anak laki-laki yang berusaha mendekatinya dengan niat yang berbeda-beda.
*****
Kamar Tukang Halu, 15 Juli 2022