webnovel

Rencana Yang Berhasil? (4)

Cindy mulai memakan kue dengan cukup tenang, sedangkan Zivan kini sudah merebahkan diri dengan kepalanya yang dipangku oleh Jasmine, entah bagaimana itu bisa terjadi. Kirana mulai bercerita jika dirinya mungkin akan sedikit sibuk akhir-akhir ini, mengingat festival akhir tahun semakin dekat dan dia diikutsertakan dalam beberapa lomba sekaligus.

"Tumben, lu?" sahut Zivan, yang sedari tadi hanya menyimak sembari menatap Cindy yang makan dengan sangat nikmat.

Kirana menghela napas panjang sebelum akhirnya menjawab, "Gue juga nggak tau, mereka antusias banget gue wakilin kelas. Gue yang berhati lembut, baik hati, nan tidak tegaan ini pun tersentuh, dong."

"Najis." Cindy melotot tajam pada Kirana, yang hanya dibalas senyuman bangga dan tak acuh oleh gadis berambut panjang ikal gantung itu.

Jasmine hanya diam dan merasa mengangguk sembari tersenyum tipis. Melihat senyuman Jasmine yang tampak sangat normal, Cindy pun menelan kue dalam mulutnya dan bertanya pada gadis tersebut. Jika Cindy tak bisa menemaninya pergi ke kantin saat jam makan siang, apakah gadis itu tetap akan berada di kelas dan tak pergi.

Gadis berambut panjang lurus itu terlihat berpikir sejenak, sebelum akhirnya menjawab, "Nggak apa-apa, kok. Gue punya jongos." Sembari tangannya menjambak rambut sang adik yang tengah dipangkunya.

"Mata lo yang jongos!" cerca Zivan, tak terima dan marah karena Jasmine menarik rambutnya begitu saja.

"Lu nggak takut si Onoh datengin lo dan ganggu?" Kirana menoleh dan terlihat mengkhawatirkan Jasmine.

Cindy yang memang tahu semuanya, kini hanya diam karena tak mau Kirana tahu dan akan membuatnya menjadi objek pukulan juga cacian.

Dengan ringannya Jasmine menggeleng dan tersenyum manis. Gadis itu berujar lantang nan tegas jika Romeo mungkin tak akan lagi menganggunya. Kalimat itu membuat Cindy dan Kirana menekuk alisnya dalam karena tak mengerti dengan apa yang Jasmine katakan.

"Kok, bisa?" Cindy kembali memakan kue setelah menanyakannya.

Jasmine tampak tersenyum-senyum seperti orang gila. Ia tak langsung menjawab pertanyaan Cindy dan justru membelai rambut adiknya dengan lembut. "Zivan~" panggilnya lirih nan manja.

'Anying, ngapain nih beruk?' batin Zivan, mulai sedikit goyah. "Paan?" jawabnya, mencoba sedikit kasar dan tegas.

"Kakak haus~ Ambilin minum dingin di bawah, dong~"

"Ambil sendiri!" sahut Zivan secepat kilat.

"Euungg~" Jasmine mengerang manja seperti anak kecil dan merengek. "Auuss~ Pengen boba sih, sebenernya~"

Cindy dan Kirana yang melihat langsung kejadian itu pun hanya bisa membuka mulut lebar-lebar, heran dan tak bisa berkata-kata. Sementara Zivan sendiri tengah sibuk mengumpulkan amunisi untuk mempertahankan benteng tak acuhnya dan berusaha mengabaikan kakaknya yang sedang manja.

"Zivan~"

"Lo ngapain sih, Yash?" gumam Kirana, merasa sedih karena melihat sisi gelap Jasmine yang selalu normal dan lebih kalem dibanding ia dan Cindy.

"Hash!" Zivan langsung berdiri dan meninggalkan tiga gadis itu dan mencari apa yang kakaknya inginkan. 'Mampus, kagak bisa tahan, lagi!'

Kirana dan Cindy semakin melongo dan heran melihat bagaimana Zivan langsung pergi menuruti apa yang kakaknya katakan. Mereka memang lebih sering dan terbiasa melihat dua kakak-beradik itu bertengkar, hingga ada kejutan tersendiri saat melihat bagaimana Zivan menjadi penurut saat kakaknya mulai manja.

"Kok, bisa gitu?" Cindy tercengang.

"Iya! Bisa-bisanya tuh anak pergi kek udah nggak bisa nolak?" Kirana ikut bingung.

"Udah gue bilang, 'kan? Tuh anak emang rada-rada. Kalo gue manja-manja ke dia, dia bakal lupa daratan kalo dia itu adek dan gue kakaknya." Jasmine mengembuskan napas dengan kasar.

Cindy yang mendengarnya pun semakin mengerutkan kening. Ia justru berpikir bagaimana jika Zivan memiliki kelainan dan tidak tertarik dengan gadis-gadis di luaran selain kakaknya. Sementara Kirana terlihat memikirkan bagaimana caranya agar Zivan juga bisa mengajari adik perempuannya untuk patuh seperti itu.

"Jadi gue mau cerit-"

"Lo nggak takut dia punya perasaan sama lo, Yash?" Cindy memotong ucapan Jasmine yang belum usai.

"Apa?"

"Apa?"

Jasmine dan Kirana menoleh bersamaan dan tampak sedikit kaget mendengar pertanyaan tersebut. Untuk memastikan apa yang tengah Cindy tanyakan tersebut, Jasmine pun balik bertanya apakah yang Cindy maksud itu adalah adiknya, Zivan.

"Ya, iyalah adek lo," jawab Cindy tegas. "Lo nggak takut dia abnormal dan nggak bisa suka cewek lain? Kalo jangan-jangan dia sukanya sama lo, gimana? Lo kan kakak dia."

Cindy terlihat sangat serius dengan apa yang ia katakan. Jasmine yang melihatnya mulai mendengkus pelan dan mengatakan agar Cindy tetap santai, karena ia percaya adiknya masih 100% normal.

"Tapi pas lo manja, dia-"

"Normal-normal aja, sih, menurut gue." Kirana menyahut dan memotong ucapan Cindy. "Tiap gue manja, abang-abang gue juga gitu. Mereka emang sering rese dan bikin gara-gara, tapi tiap gue sama adek bersikap selayaknya adek yang mereka mau, a.k.a manja, manis, dan lemah lembut luntai, mereka bakal bersikap dewasa."

Cindy terdiam sejenak, merasa terpojok karena memang hanya dirinya yang anak tunggal di antara dua sahabatnya tersebut.

"Tapi dia keliatan kepaksa, tapi tetep mau, tapi kepaksa. Gimana sih jelasinnya!" Cindy cukup kesal dengan apa yang ingin ia katakan.

Kirana tersenyum masam dan menepuk pundak Cindy perlahan. "Sans aja. Tadi tuh Yash sengaja nyuruh doi pergi," ujarnya, membuat si gadis pendek itu kontan menoleh ke arah Jasmine.

"Oh, iyaa. Lo tadi mau cerita kan, Yash?" Kini ia merasa tak enak hati pada Jasmine.

Jasmine tersenyum tipis dan mengangguk. "Soal Zivan, lo santai aja. Akhir-akhir ini dia juga kayaknya lagi deket sama cewek, kok," jawab Jasmine tampak berpikir dan mengingat dengan kesal adiknya yang alay tersebut. "Storynya di sosmed galau semua," lanjutnya merasa cukup jijik.

Cindy mulai terdiam mendengar apa yang Jasmine katakan, Kirana sendiri justru tersenyum miring dan melirik bagaimana Cindy akan merasa canggung setelah apa yang dikatakan oleh Jasmine dengan mulutnya sendiri.

"Liat ini, deh." Jasmine mengeluarkan kalung yang sedari tadi ia pakai. "Cakep, 'kan?"

Kirana dan Cindy mengangguk serempak.

"Yang kemarin di mall itu, 'kan? Jadi beli? Katanya mahal?" Kirana mengerutkan keningnya.

"Iya, mahal banget, 'kan? Ada yang versi imitasi aja masih tetep mahal." Jasmine mengangguk dan menjawab menggebu-gebu.

"Terus ngapa jadi lo beli?" Cindy sama sekali tak mengerti dengan apa yang ingin sahabatnya itu katakan.

"Ini dari dia," ujar Jasmine dengan sedikit malas dan memutar bola matanya.

Lagi-lagi dua gadis yang tengah bersama Jasmine itu terkejut karena ucapan sahabatnya yang cukup lain dari biasanya.

"Romeo?!"

"Romeo?!" Secara serempak, Kirana dan Cindy menyebutkan satu nama pada Jasmine.

Gadis dengan rambut panjang lurus itu berdecak pelan dan memegang tangan kedua sahabatnya, agar dua sahabat ajaibnya itu bisa sedikit lebih kalem.

"Beneran dari tuh anak?" Cindy bertanya dengan nada yang masih cukup heboh.

Jasmine mengangguk, mengiyakan. Kirana yang melihat hal itu tak habis pikir, bahwa sahabatnya kini telah meruntuhkan tembok besarnya yang selalu menghalangi Romeo untuk masuk ke dalam hatinya.

"Kok, lu terima, sih?" Kirana tampak kesal dengan apa yang dilakukan oleh Jasmine.

"Lu udah mulai suka sama dia?" Cindy menyahut.

"Apaan? Kagak, ah! Kok, lu gitu sih, Yash? Lo tuh nggak cocok sama dia, mending kakel yang kemarin ngelempar bola itu aja."

"Kok, lu yang sewot, sih?"

"Gue bisa jelasin dul-" Jasmine hampir berujar.

"Diem lu, Cebol."

"Kok?"

Dua gadis itu kembali bertengkar dan mengabaikan apa yang akan Jasmine katakan. Hal itu membuat gadis berambut panjang lurus itu kesal, dan sedikit khawatir lantaran Zivan yang mungkin tak akan lama pergi membeli minuman boba.

*****

Kamar Tukang Halu, 15 Juli 2022