Romeo tampak berjalan menuju ke kelasnya dengan melewati lapangan. Hari ini adalah hari pertama sekolah dimulai secara efektif usai menjalankan MOS dan juga hal lainnya. Anak laki-laki itu terlihat tak bersemangat dan hanya berjalan dengan pasrah menuju ke ruangan yang sempat ia cek kemarin, yang merupakan kelas yang akan ditempatinya belajar selama satu tahun ke depan.
Anak dengan tubuh tinggi itu tak menoleh sedikit pun ke arah lain dan hanya terus berjalan menuju kelasnya. Hingga hampir sampai ke koridor kelas-kelas, ia tampak tak tertarik dengan apa pun, sampai seseorang menabraknya dari belakang dan membuatnya tersungkur ke depan.
"Sorry, sorry. Gue nggak sengaja," ujar gadis yang tanpa sengaja menabaraknya dari belakang.
Romeo berdecak dan menoleh. Ia menekuk alis dan menjawab, "Lo pikir ini sinetron? Lo nabrak gue abis itu gue jatuh cinta sama lo?"
Gadis berambut panjang yang tak sengaja menabraknya itu hanya menunduk dan menarik anak rambutnya ke belakang telinga. Ia merasa tak enak hati dengan anak yang ia tabrak, ia juga merasa jika lututnya tergores dan menimbulkan rasa perih. Hingga akhirnya gadis itu mendongak dan menatap Romeo yang juga masih terduduk dari jatuhnya tadi.
Gadis dengan rambut panjang dan juga tubuh yang tinggi ramping itu menunjukkan wajah bersalahnya dan menundukkan kepala. Ia terus meminta maaf karena tanpa sengaja menabrak anak laki-laki itu karena mengejar bolpoinnya yang menggelinding jatuh.
Romeo yang masih saja diam melihat wajah gadis itu, kini mulai melengos dan mencari sesuatu yang gadis tersebut sebutkan. Ia menatap tangan gadis itu yang rupanya tak memegang apa pun, hingga membuat ia semakin kesal dan berpikir bahwa si gadis hanya berpura-pura dan dengan sengaja menabrakkan diri padanya.
"Gue nggak boong, bolpen gue nggelinding jatuh. Ini gue juga masih cari," jawab Jasmine, gadis yang menabrak Romeo dari belakang.
"Amit-amit. Modus lo kelewatan, udah jadul pake cara beginian, tau!" Romeo yang tak percaya pun menjawab demikian.
Jasmine menekuk alisnya dan mulai ikut kesal karena ucapan anak laki-laki di hadapannya. Ia bahkan tak bisa menemukan bolpoinnya yang kini justru entah telah menggelinding ke mana. Dengan susah payah gadis itu berusaha berdiri. Ia terkejut melihat lututnya yang benar tergores dan sedikit berdarah. Matanya melotot menatap lututnya dan mulai mendesis kesakitan.
Romeo yang melihat hal tersebut justru langsung tersenyum miring dan berdecih. "Liat, 'kan? Nggak ada untungnya lo pura-pura kayak gitu buat modusin orang. Yang ada malah lo sendiri yang kesakitan," ujarnya dengan sangat pedas.
Jasmine menatap Romeo dengan kesal dan menjawab, "Gue udah minta maaf. Mau lo percaya atau enggak, bukan urusan gue lagi."
Setelahnya, gadis itu langsung beranjak pergi meninggalkan Romeo yang bahkan masih belum bangun dari duduknya. Ia justru menopang sikunya di atas lutut dan menatap kepergian si gadis. Ia tersenyum miring dan merasa risih sekaligus aneh, karena masih saja ada anak yang mendekatinya dengan cara kuno begini.
Anak laki-laki itu mulai berdiri dan mengibas celananya yang kotor oleh debu. "Gila, ya. Masih ada aja anak yang sok polos begitu," gumamnya sembari membersihkan debu di sepatu barunya.
Saat ia mengibaskan debu yang menempel di sepatu, Romeo tiba-tiba saja melihat sesuatu yang tak jauh di dekat paving yang menonjol di hadapannya. Ia mendekat dan mengambil barang tersebut. Matanya sedikit membelalak, mengetahui ada bolpoin yang terjatuh di dekatnya. Anak laki-laki itu pun spontan menolehkan kepalanya ke arah koridor, ke kanan juga ke kiri, mencari keberadaan gadis yang tadi sempat menabraknya.
'Sialan, tuh cewek kagak boong,' batin Romeo, merasa malu karena mengatakan hal yang menyakitkan pada anak yang tak ia kenal tadi.
Romeo pun menatap bolpoin tersebut dan melihat nama yang tertera di dalamnya. Ia bergumam membaca nama tersebut dan mulai memasukkan bolpoin merah muda itu ke dalam saku seragam. Ia langsung berjalan menuju ke ruang kelas barunya dan mencari tempat duduk yang masih kosong. Karena melihat satu bangku masih kosong tepat di samping seorang gadis yang terlihat sibuk dengan tasnya, Romeo langsung berjalan menuju ke sana dan duduk di bangku samping gadis itu.
"Gue duduk sini, ya," ujar Romeo dengan nada datar.
"Eh?" Gadis itu menoleh dan berkata, "Bangku ini udah ada yang nempatin."
Romeo melotot menatap mata gadis yang juga tampak terkejut melihatnya di depan mata. Dengan gugup Romeo menunduk dan menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal, namun hanya sebentar. Ia langsung kembali menoleh ke arah Jasmine yang sedikit tak nyaman oleh kehadirannya.
Jasmine pun ikut terkejut karena anak laki-laki yang tak sengaja ia tabrak tadi, kini duduk di sampingnya. "Sorry buat yang tadi, dan bangku ini udah ada yang nempatin. Lo bisa cari yang lain," ujarnya, dengan mengalihkan pandangan karena masih merasa kesal atas ucapan Romeo yang tak mengenakkan.
"Em …, anu." Romeo yang ikut merasa tak enak hati pun mulai memberanikan diri untuk mengembalikan bolpoin yang ia temukan tadi. "Gue tadi nemuin ini depan koridor. Ini punya lo yang jatuh tadi, 'kan? Jasmine?"
Mendengar namanya diucapkan oleh anak laki-laki itu, Jasmine menoleh sejenak dan menatap bolpoinnya yang berada di tangan Romeo. Ia langsung memasang wajah datar dan kembali berkutat pada tasnya. "Buat lo aja, deh," jawabnya, tak lagi ingin peduli.
"Tadi aja lo cari-cari ini sampek jatuh, 'kan? Pasti lo butuh ini." Romeo yang semakin merasa tak enak hati pun, langsung menyodorkan bolpoin merah muda tersebut pada pemiliknya.
Jasmine mengembuskan napas sejenak dan tersenyum hambar. "Buat lo aja," ujarnya sekali lagi. "Sekarang lo bisa pergi, nggak? Temen gue bentar lagi mau balik, dan bangku yang lo tempatin ini milik dia."
Mendengar ucapan Jasmine, Romeo pun langsung berdiri dan membawa tasnya untuk pergi mencari bangku lain. Ia tak lagi banyak bicara dan kembali menyimpan bolpoin merah muda tadi ke dalam saku seragamnya. Anak itu juga langsung duduk di bangku kosong di belakang bangku yang tadi ia tempati. Sendirian, karena memang tak ada orang lain yang duduk di samping tembok bangku tersebut.
"Yash!" Cindy melambaikan tangannya tinggi-tinggi di ambang pintu, membuat semua orang menoleh ke arahnya yang tampak tersenyum dan tak peduli pada yang lain.
Jasmine tersenyum dan meminta Cindy agar lekas duduk di bangku sampingnya. Gadis pendek dengan rambut pendek yang sedikit ikal itu pun langsung berlari menuju ke arah Jasmine berada. Dengan cepat ia duduk dan menaruh tasnya di atas meja. Gadis itu tampak kelelahan usai berlarian dari depan gerbang menuju ke kelas barunya.
"Lo kenapa nggak nungguin gue aja sih, Yash? Kan, jadinya gue telat gini," ujarnya, dengan wajah manyun menatap sahabatnya tersebut.
Jasmine berdecih dan menjawab, "Lagian gue udah bilang buat berangkat lebih pagi biar dapet bangku. Untung gue berangkat bareng Zivan, berangkat sama lo bisa-bisa gue ikut telat."
"Ck, Kirana mana?" Cindy mengalihkan topik.
"Tauk!" Jasmine mengendikkan bahu. "Dia tuh sama aja kek lu. Paling abis ini dia dateng."
*****
Kamar Tukang Halu, 21 Mei 2022