"Mau aku pakein?"
"Hah?" Pertanyaan itu membuat Jasmine kontan kembali menatap Romeo. 'Najis.'
"Baby, kubeliin nasi goreng, nih." Suara itu datang dan langsung membuat atensi Romeo juga Jasmine teralihkan.
Romeo menoleh ke arah Jasmine dan melihat seutas senyum yang tampak di bibir gadis tersebut. Ia lantas menekuk alisnya dan menatap ke anak laki-laki yang baru datang dan membawa nasi goreng itu.
Zivan langsung ikut menekuk alisnya mendapati tatapan aneh Romeo. Tanpa basa-basi, anak itu menduduki kursi kosong yang ada di depan bangku Jasmine. Ditatapnya sang kakak yang terlihat menunjukkan wajah memohon sembari mengedipkan sebelah matanya. Akhirnya Zivan pun menghela napas pelan dan tersenyum melihat Jasmine.
"Sayang, kok nggak bilang di kelas ada orang lain? Katanya sendirian?" tanya Zivan dengan sangat lembut dan tersenyum manis menatap Jasmine.
'Huoek! Amit-amit, ngapa pake sayang-sayang, dih?' batin Jasmine, tak berekspektasi kalau sang adik akan memanggilnya dengan sebutan demikian.
'Kayak nggak asing mukanya.' Romeo kebingungan dan langsung menatap Jasmine dengan wajah cengonya. "Dia siapa?" tanyanya lirih.
Jasmine hanya tersenyum hambar dan menggaruk lehernya yang tak gatal, matanya juga terus berlarian menatap ke sana ke mari. Ia tak bisa begitu saja mengatakan suatu kebohongan hubungannya dengan sang adik.
"Gue pacarnya." Zivan dengan ramahnya menyodorkan tangan kanan pada Romeo. "Kenalin, nama gue Ali. Cocok kan, Ali sama Yashmine?"
"Romeo." Anak laki-laki dengan potongan rambut undercut itu menjabat tangan Zivan dan menatapnya intens. "Lo …, yang tadi pagi nabrak kita, 'kan?" tanyanya, memastikan sesuatu.
Zivan maupun Jasmine kontan menegakkan tubuh, merasa sedikit khawatir bahwa mereka akan ketahuan. Namun, Jasmine langsung menyahut dengan sedikit terbata.
"I-iya. Kita diem-diem, makanya kalo di luaran pura-pura nggak kenal," jawab Jasmine, membuat raut wajah Romeo berubah seketika.
Romeo menatap Jasmine dalam-dalam, membuat ekspresi datar yang tampak sendu. Sebelumnya ia berpikir bahwa gadis yang ia suka tersebut memang memiliki seorang pacar, mengingat Rian si senior ingin menggangu dirinya karena pacarnya. Kali ini Romeo melihat langsung siapa orang yang telah membuat Jasmine hampir dalam bahaya karena dirinya, namun ia tak bisa melakukan sesuatu dengan bebas, lantaran orang itu adalah pacar Jasmine.
'Kayaknya bukan, deh.' Ia masih membatin dan berharap apa yang ia lihat itu bukanlah kenyataan. "Lo serius, Jasmine?" tanyanya, masih ingin memastikan banyak hal. "Tadi pagi aja lo teriak-teriak ke ni anak, loh."
"I-itu …."
"Kan udah dibilang tadi, kita diam-diam karena takut banyak yang tahu." Zivan tersenyum manis dan langsung menatap Jasmine sembari mengusap lembut pipi sang kakak. 'Amit-amit gue punya cewek kek ni beruk,' lanjutnya dalam hati.
Jasmine ikut tersenyum dan menatap Zivan dengan lembut pula. 'Pait pait pait! Abis ini cuci muka seribu kali, dah,' batinnya, merasa jijik dengan apa yang tengah adiknya lakukan.
Romeo terdiam sejenak dan mematung. Ia bingung harus bagaimana, padahal hari ini ia ingin menyatakan perasaan dan menembak Jasmine dengan kalung yang ia bawa. Namun, yang anak itu dapatkan justru sebuah kenyataan yang tak pernah ia sangka sebelumnya.
"Cindy sama Kira-"
"Mereka bahkan juga nggak tau," sahut Zivan beralih menatap Romeo. "Lo bisa jaga rahasia, 'kan?"
Kembali Romeo dibuat terdiam oleh hal tersebut. Andaikata ia tahu Jasmine memiliki banyak teman laki-laki, maka ia pasti tak akan percaya dengan drama dua manusia di hadapannya itu. Namun, Jasmine yang ia kenal adalah seorang gadis sederhana yang memiliki dua teman ajaib, dan hampir tak pernah berinteraksi dengan anak laki-laki selain memiliki urusan yang penting. Ia adalah gadis yang sedikit introvert dan hanya akan menjadi dirinya sendiri di hadapan teman-temannya.
Zivan melepas tangan dari wajah Jasmine dan membuka kotak makan siang berisi nasi goreng yang ia beli dari kantin. Anak itu langsung mengambil sendok dan menyuapkan satu sendok nasi goreng pada Jasmine. Sang kakak hanya menurut dan sedikit memaksa untuk tersenyum sembari memakan makanan itu.
"Maaf ya, baru dateng." Zivan kembali membuka topik untuk dramanya, mengingat Romeo masih berada di samping Jasmine.
"Ke mana aja? Aku udah nungguin, tau," jawab Jasmine lirih dengan sedikit nada manja yang mleyot karena tak terbiasa mengatakannya secara sengaja di depan orang lain.
"Ada pelatihan Putra-Putri Pilihan. Aku mewakili kelas."
Jasmine mengangguk paham dan kembali membuka mulutnya karena Zivan sudah menyodorkan kembali sendok dengan nasinya. Sementara itu, Romeo masih tampak mematung dan canggung dengan suasana di sekitarnya. Ia bingung harus bagaimana, di satu sisi dirinya sangat ingin memukul wajah pacar Jasmine, di sisi lain ia tak mau terlihat semakin buruk di mata gadis yang sangat ia suka itu.
Setelah beberapa adegan suap nasi goreng, akhirnya Romeo pun menarik napas pelan dan menatap jasmine dengan senyum manisnya. "Gue balik kelas, ya. Sorry ganggu," ujarnya terdengar sedikit sayu.
Jasmine menatapnya dan mengangguk. Romeo mulai berdiri dan menaruh kotak kalung yang baru ia tutup itu di depan Jasmine. "Baksonya dimakan, ya," lanjutnya dengan senyum getir yang terpampang di wajah.
Anak itu pun melangkah keluar dan mulai meninggalkan kelas, membuat Zivan dan juga Jasmine bisa bernapas lega. Seketika itu juga Zivan berdecak dan membanting sendok ke meja membuat Jasmine terkejut.
"Makan yang banyak." Zivan berujar ketus dan menghela napas kasar sembari memutar bola matanya dengan malas.
Jasmine kontan menekuk alis dan menatap tajam sang adik yang terlihat tak peduli itu. Menyadari ada tatapan tajam yang tengah mengintimidasinya, Zivan akhirnya kembali menatap Jasmine dan bertanya ada apa.
"Lo kenapa manggil-manggil gue 'baby', anjir?!" sentak Jasmine dengan lirih nan sangat tajam.
"Ya, buat memperdalam acting, lah! Lo pikir kenapa? Kan, elo juga yang minta." Zivan menjawab dengan heran dan bingung pada apa yang kakaknya tanyakan.
"Dari lo masuk udah manggil gue 'baby', bangsat!" Jasmine berubah dan kembali menjadi seorang kakak yang galak, padahal beberapa menit sebelumnya ia berakting manis nan manja pada sang adik.
'Lah iya. Ngapa gua baper sama manjanya nih anak, ya?' Zivan yang baru menyadarinya pun kontan terdiam, pipinya merona karena malu. Ia baru sadar kalau telah mengatakan hal tersebut dan tak bisa menyangkal ucapan kakaknya. Hingga akhirnya ia mengalihkan perhatian pada kotak yang ada di hadapan Jasmine.
"Widih! Apa, nih? Kado ulang taun dari ayang," ujarnya nyeleneh, menyambar cepat kotak tersebut.
"Dih! Kemariin!" Dengan cepat Jasmine menarik kembali kotak tersebut. "Punya gue, nih," lanjutnya dengan ketus.
"Bego' lu, Yash. Kagak suka orangnya, tapi masih ngembat barangnya." Zivan mencela sang kakak.
Dengan kuat Jasmine menyentil kening sang adik. "Pake 'kak', ya! Gue kakak lo! Inget itu, jangan durhaka."
"Sakit, anjir." Zivan memegang keningnya, menatap Jasmine dan melihatnya membuka kotak kalung. "Mau lo pake, tuh?"
"Mau, lah! Cakep gini." Gadis dengan beauty mark di samping bawah bibir kanan itu menjawab dengan entengnya.
"Ewh banget, sih. Palingan juga kalung imitasi."
"Heh! Lo nggak liat bahannya? Kalaupun imitasi, nih kalung harganya tetep bakal lebih mahal dari uang saku kita setidaknya empat hari."
*****
Kamar Tukang Halu, 23 Juni 2022