webnovel

Janji Masa Lalu

Menjalin persahabatan selama lima belas tahun lamanya, bahkan waktu sudah melampaui setengah usia mereka sendiri. Tahun ini Lexi akan memasuki usia 30 tahun, sedangkan Ben akan berusia 31 tahun. Dan keduanya masih dalam status belum menikah. Di usia yang sudah dewasa, pertanyaan kapan menikah adalah hal paling tidak ingin didengar baik oleh Ben dan Lexi. Mereka bahkan kompak menghindari acara keluarga masing-masing, yang akan mencerca mereka dengan pertanyaan membabi buta tentang pernikahan. “Kapan kamu akan menikah.” “Buruan kenalkan calon kamu sama, Tante.” “Jangan menunda menikah, ya. Kamu tahu semakin berumur kamu, akan semakin sulit nantinya mempunyai keturunan.” Hari di mana Lexi memasuki usia kepala tiga, Ben mengungkapkan kembali janji yang mereka buat ketika Ben baru saja lulus sekolah menengah. Lexi sendiri bahkan sudah melupakan janji mereka, tentang ikrar yang menyangkut masa depan mereka seumur hidup. “Lexi nanti kalau di usiaku yang ke-30 dan aku belum menikah, maka kamu harus menikah denganku.” Ben yang saat itu berusia 16 tahun mengulurkan janji kelingkingnya pada Lexi. “Baiklah, jika Ben tidak memiliki pacar ketika berumur 30 tahun. Maka Lexi akan menikah dengan Ben.” Janji Lexi 15 tahun, menautkan jari kelingkingnya dengan Ben. Bersatunya jari kelingking mereka berdua pada saat itu, berdampak pada Ben dan Lexi yang bersatu sebagai pasangan yang menghabiskan seluruh hidup bersama ketika keduanya dewasa. Credit Cover by Pexels.

Chilaaa · Urbain
Pas assez d’évaluations
393 Chs

Bab 17 || Rumah Baru

"Kenapa, mukanya kok sedih begitu," tanya Ben melihat Lexi yang terus menatap keluar jendela mobil dengan wajah murung, padahal sebelumnya Lexi masih terlihat baik-baik saja ketika mereka pergi bahkan dia masih dapat tersenyum kepada kedua orang tuanya.

"Aku baru sadar jika ternyata selama ini aku memang sangat jarang sekali menghabiskan waktu di rumah bersama dengan Mamah dan Papah. Sekolah kedokteran membuat aku tidak punya banyak waktu untuk mereka."

"Itu sudah menjadi pilihan kamu sejak awal, lagi pulang ini semua sudah berlangsung dalam waktu yang lama jadi jangan menyesalinya. Sebagai gantinya kamu sudah banyak mendapatkan ilmu dan membantu orang banyak dengan keahlian kamu sekarang."

Ben mengatakan hal yang sebenarnya dan bukanlah sebuah bualan semata. Lexi memang banyak memiliki prestasi dalam bidang kedokteran, beberapa kali Lexi mendapatkan apresiasi dan pujian dari atasannya berkat tangan Lexi yang sangat baik dan akurat ketika berada di atas meja operasi.

Lexi tidak pernah mengatakannya, Ben justru mendengar dari beberapa teman yang kebetulan bekerja sama dalam Rumah Sakit yang sama dengan Lexi. Sering kali Lexi di buat terkejut atas ucapan selamat dari Ben atas pekerjaannya, padahal Lexi tidak pernah mengatakan tentang hal apapun kepada pria tersebut.

"Aku tahu itu," jawab Lexi menatap Ben tersenyum.

"Kenapa kamu tiba-tiba menjadi sangat narsis seperti itu," ledek Ben tersenyum geli. Dia tidak tahu jika Lexi akan menanggapi ucapan Ben dengan narsistik.

"Rasanya menjadi agak berat meninggalkan rumah dengan perilaku Mamah yang seperti tadi."

"Kamu masih dapat sering bertemu dengan Mamah dan bermain ke rumah kedua orang tua kamu. Rumah kita hanya berjarak 30 menit saja Lexi, ketika kamu atau kita berdua memiliki waktu libur kita masih dapat ke sana," ungkap Ben.

"Aku mengerti."

Ben membelokkan mobilnya di untuk masuk ke jalan yang lebih besar, setelah keluar dari komplek rumah mertuanya sambil sesekali melirik Lexi yang duduk di sebelahnya.

"Jangan berat hati seperti ini, hal seperti ini pasti akan terjadi cepat atau lambat. Setiap anak pasti akan meninggalkan rumah kedua orang tua mereka ketika dewasa."

Lexi tidak menjawab ucapan Ben dan lebih memilih mencerna ucapan Ben. Ben menghela napas melihat Lexi yang menjadi murung seperti ini, memang bukan hal mudah untuk meninggalkan rumah yang sudah di tinggali kita sejak kecil bersama dengan orang tua.

Hal ini pasti cukup berat untuk Lexi dan Ben tidak berani meremehkan nya. Ben sendiri memang sudah tinggal terpisah dari orang tua sejak kuliah, jadi hal ini sudah tidak menjadi sebuah masalah untuk Ben dan keluarganya karena mereka sudah terbiasa.

Lagi pula Ben adalah anak laki-laki yang menurut kebanyakan orang tidak perlu terlalu di khawatirkan, karena dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik. Berbeda dengan perempuan yang terkenal lemah dan tidak terlalu banyak memiliki pertahanan diri.

Sebenarnya Lexi juga sempat tinggal berpisah dari orang tuanya, seperti beberapa waktu yang lalu saat dirinya harus pergi ke pelosok untuk mengabdi atau ketika masa-masa Lexi masih duduk di bangku kuliah. Perempuan itu juga sempat merasakan seperti apa hidup anak kos.

Namun, hal ini nampaknya masih cukup sulit untuk Lexi dan Mamah untuk tinggal berpisah. Ben dapat mengerti hal ini dengan baik, apalagi dia sudah lama bersahabat dengan Lexi serta mengenal keluarganya selama bertahun-tahun.

"Sudah jangan terus bersedih, sudah saatnya untuk kamu untuk mengambil buku dan membuka lembar baru bersama denganku. Ini adalah hidup kita yang baru Lexi, aku berharap kita berdua dapat beradaptasi dan menyesuaikan diri satu sama lain dengan baik," ucap Ben melirik Lexi dengan senyum terbaiknya.

***

"Suka dengan rumahnya?" tanya Ben ketika mereka berdua sampai di rumah yang akan menjadi tempat tinggal mereka berdua sekarang.

Mulai dari tempat istirahat dan melepaskan lelah bersama, menjalani kehidupan sebagaimana pasangan yang sudah menikah hidup normal. Rumah yang Ben beli memang cukup besar untuk ukuran dua orang.

Ben berpikir karena mereka akan memiliki anak di masa depan, jadi tidak ada salahnya dengan membeli rumah dengan ukuran yang besar. Mungkin sekarang mereka masih bisa merasakan betapa luasnya rumah karena hanya tinggal berdua saja.

Tapi di masa depan, Ben yakin hal ini tidak akan terasa sama karena adanya pertambahan anggota di masa depan nanti. Sebenarnya tidak terlalu luas, rumah itu hanya berukuran sekitar lima ratus meter bangunan dan mempunyai teras serta taman belakang dengan ukuran yang sama, yakni masing-masing dua ratus meter.

Jika di bandingkan dengan rumah kedua orang tua Lexi dan Ben, rumah mereka masih belum seberapa besar. Jadi menurut Ben rumah yang di belinya sama sekali tidak berlebihan dan masih terdapat kesan sederhana untuk mereka berdua.

"Aku suka, tapi Ben bukankah ini terlalu besar untuk kita berdua," balas Lexi.

"Jangan berkata seperti itu, jika di bandingkan dengan luas rumah kamu tempat ini dua kali lipat lebih besar Lexi."

Lexi tersenyum geli melihat Ben yang memberikan protes nya. "Ya, itu karena di rumah Mamah terdapat banyak orang selain kami bertiga. Ada beberapa Asisten Rumah Tangga, Supir, dan Satpam juga. Tapi kita hanya tinggal berdua saja, Ben."

"Tidak masalah, di masa depan jika kita memiliki anak. Percayalah rumah ini tidak akan terasa luas lagi seperti yang kamu katakan sekarang."

Lexi mengangguk mengerti, kakinya membawa Lexi terus melangkah memperhatikan setiap sudut rumah dan terus masuk lebih dalam lagi. Rumah itu sendiri sudah penuh dengan perabotan dan barang-barang kebutuhan rumah tangga.

Ben sudah mempersiapkan semuanya dengan sangat baik dan matang, rumah itu hanya tinggal huni saja dan Lexi tidak perlu lagi memberikan sentuhan apapun di rumah. Karena semuanya sudah ada di sana, bahkan sangat lengkap.

Gaya yang Ben usung untuk tema rumah mereka juga sangat Lexi sukai, bisa dikatakan bahkan sangat Lexi sukai. Ben memang pria yang sangat pengertian dan sangat tahu seperti apa selera Lexi.

Meski rumah tersebut memiliki bangunan yang luas tapi tetap memberikan kesan minimalis, dengan sentuhan warna putih, abu-abu, dan hitam. Sangat Lexi sekali, meski Lexi adalah seorang perempuan, tapi dia sendiri tidak terlalu suka warna-warna cerah dan lebih suka dengan warna gelap.

Begitu juga dengan Ben, mungkin karena Ben sendiri adalah laki-laki. Di mana kebanyakan dari mereka memang menyukai warna gelap dan netral. Karena Lexi dan Ben memiliki selera yang sama, sedari awal Ben mengatakan niatannya untuk membeli rumah Lexi tidak pernah mengkhawatirkan nya.

"Sesuai dengan ekspektasi kamu bukan?"