Hari ini jam kosong, Nanda, Gilang dan juga Lana sepakat untuk menghabiskan waktu di kantin sambil mengisi perut agar tidak kosong.
"Bu pesan bakso tiga ya." Teriak Lana dari meja yang tidak jauh dari stand tersebut.
Kebetulan saat ini hanya ada beberapa anak saja di kantin itu, mungkin mereka sama-sama sedang jam kosong.
"Lo sopan dikit bisa ga sih Lan? Kalau mesen itu yang Lo yang kesana jangan teriak-teriak gitu. Kayak ga di ajarin sopan santun aja Lo."
Lana menaikkan alisnya, tumben sekali temen nya satu ini otak nya bener.
"Lo pada mau pesan minum apa biar gue pesan kan sekalian." Tanya Gilang.
"Samain aja kayak punya Lo. Gue ga milih kok orangnya."
"Nah iya bener banget, samain aja sama Lo Lang." Timpal Lana.
Gilang mengangguk kan kepalanya, "Bu, teh manisnya tiga ya. Batu es jangan lupa di banyakin." Teriak Gilang.
Lana menatap sinis ke arah Gilang yang memasang wajah biasa saja seperti tidak ada kejadian apapun. Ia juga santai menerima tatapan mematikan dari Lana.
"Ngapain Lo liatin gue kayak gitu hm? Suka Lo ya sama gue? Bilang kalau iya! Gue ga akan marah kok, gue malah seneng kalau tau perasaan Lo ke gue mah, soalnya gue bisa ambil sikap jauh-jauh dari Lo! Gini-gini gue normal ya."
"CK! Lo pikir gue belok hm? Gue gini-gini juga normal, ga mungkin gue suka batang!"
"Mana tau Lo suka Batang, kan kita ga tau apa yang ada di pikiran orang! Tampang boleh cowok, perawakan boleh jantan tapi kelainan hormon siapa yang tau hm?"
"Gila Lo ya! Gue perhatiin dari tadi Lo nyudutin gue Mulu, apa sebenarnya Lo yang belok hm? Lo yang suka batang? Astaga Lang ga percaya gue kalau Lo gitu orangnya."
"Lah kok malah gue yang belok! Lo yang ga Normal kok."
"Udah ah, apaan sih kalian berdua dari tadi." Ucap Nanda yang sejak tadi hanya diam saja menikmati pertikaian kedua sahabatnya itu.
"Tau tuh si Lana."
"Lah kok gue, Lo yang mulai Lang."
"Loh kok gue?"
"Udah stop! Udah, gue yang salah." Jawab Nanda.
Mendengar itu Lana dan Gilang langsung menoleh ke arah Gilang yang sibuk dengan ponselnya.
"Loh kok malah Lo yang salah sih Nan?"
"Kalau bukan gue yang salah kalian ga akan berhenti berdebat kan?" Jawab Nanda, ia tidak mengalihkan pandangannya dari ponsel.
Gilang baru saja ingin membuka suara namun ia urungkan karena pesan mereka sudah tiba.
Setelah menghindang kan makanan yang di pesan tadi ibu itu langsung pergi meninggalkan Meja Nanda menyisihkan keheningan yang entah sejak kapan menyelimuti tiga manusia itu.
"Dimakan dulu Nan." Ucap Gilang mencoba mencair kan suasana canggung antara mereka.
Nanda menoleh dan kemudian langsung menutup ponselnya dan mengambil saus serta sambal.
"Lo kenapa sih Nan, dari tadi pagi gue perhatiin Lo banyakan diam nya loh. Kenapa? Ada masalah kah?" Tanya Gilang.
Nanda yang sedang mengaduk bakso itu menghentikan kegiatannya itu.
"Gue masih penasaran tentang cewek yang mirip dengan Nadia itu." Jawab Nanda.
Gilang dan Lana langsung saling pandang mendengar ucapan Nanda itu.
"Apa yang Lo penasaran kan hm?"
"Ya penasaran aja sih, gue kira waktu itu gue cuma halu aja karena benar-benar merindukan dirinya hingga menganggap gue melihat dia. Tapi setelah kalian juga melibat dia, gue kok merasa ini kayak sesuatu teka teki ya. Kalian merasa gitu juga nggak sih?"
Lana menghentikan makanannya dan kemudian meminum air teh manis miliknya.
"Ngomong-ngomong kebetulan banget sih lagi ngomongin Nadia. Gue punya info yang agak-agak gimana gitu buat Lo Nan."
Mendengar itu, baik Nanda maupun Gilang langsung menatap serius ke arah Lana.
"Gue kemarin kebetulan lewat di depan kelas si Nina pas pulang sekolah." Ucap Lana memulai pembicaraan.
"Terus?" Tanya Nanda.
"Waktu itu gue lagi nungguin si Gilang yang di panggil dengan pak Arya ke ruang kepala sekolah. Jadi sambil nunggu gue jalan pelan-pelan ke parkiran. Eh pas di kelas X1.IPA 1 gue denger si Nina lagi ngobrol gitu sama seseorang di telepon."
"So? Apa yang kayak gimana-gimana nya sih hm? Menurut gue setelah mendengar penjelasan Lo itu ya normal aja, ga ada yang salah. Kayak Lo ga pernah nelpon aja." Jawab Gilang dan kemudian langsung kembali melahap bakso miliknya itu.
"Awalnya sih normal aja gitu, gue juga merasa gitu Lang. Tapi pas Nina bawa-bawa nama Nayla gu-"
"Bawa-bawa nama Nayla gimana maksudnya hm?" Potong Nanda, ia semakin penasaran dengan laporan dari Lana ini.
"Gimana ya, kayak nya sih gue merasa emang Nina ini aneh. Dari pembicaraan yang gue Dengerin waktu itu antara dia dan si penelpon itu, gue nangkapnya bahwa Nina ini punya misi khusus disini. Gila bener, itu anak pinter dan dia bisa milih sekolah mana aja yang dia mau dan gue rasa juga banyak sekolah bergensi yang akan menerima dia. Pertanyaan nya itu kenapa dia masuk sekolah kita yang biasa-biasa aja ini?"jelas Lana panjang lebar.
Nanda diam, ia masih mencerna penjelas yang di lontarkan oleh Lana tadi. Entahlah ia juga belum bisa mengartikan semuanya ini. Lana benar, kehadiran Nina ini seperti teka teki yang harus di pecahkan guna mendapatkan jawaban.
Bukannya dia tak tahu bahwa Nina ini merupakan siswa pintar, sekolah bergensi mana yang mau menolak murid prestasi seperti Nina? Awalnya ia juga merasakan ada yang aneh dengan Nina sejak pertama mereka bertemu.
Waktu itu ia sudah merasa sesuatu besar akan terjadi saat Nina datang menghampiri dirinya di lapangan sambil memperkenalkan diri.
"Iyakah? Gue juga kemarin juga pernah melihat si Nina itu kayak lagi ngendap-ngendap gitu lewat depan kelas kita pas si Nanda dan Nayla sedang adu debat dua hari yang lalu." Kini Gilang pula yang berbicara mengeluarkan Semua kecurigaan nya terhadap Nina yang ia rasa sangat aneh.
Nanda masih diam, ia masih mencoba mencerna dengan baik semua laporan yang diberikan oleh Kedua sahabat nya itu. Bayangan saat ia mendengar pembicaraan Nina dengan si penelepon tempoh hari juga mengusik rasa penasarannya untuk segera mencari tahu lebih banyak informasi tentang Nina ini.
Apalagi kemarin itu ia mendengar Nina menyebut nama yang begitu familiar di telinga nya.
"Jadi perintah selanjutnya apa ini Nan?" Tanya Lana yang langsung di anggukkan oleh Gilang seolah ia juga siap menerima tugas selanjutnya.
"Cari informasi yang lebih lagi tentang Nina secepat Mungkin!" Jawab Nanda.
Gilang dan Lana langsung saling pandang dns kemudian mengangguk kan kepala mereka. "oke." Jawab Keduanya serentak.