webnovel

00 KAVIAR

hari ini, cuaca cukup panas. tidak seperti hari-hari sebelumnya yang ku habiskan untuk bekerja, bekerja, bekerja, kemudian belajar, belajar, belajar, dan membangun usaha. Hari ini adalah hari pertama libur panjangku setelah habis enam tahun masa kontrak kerjaku.

sesuai rencana besar yang telah kususun dari semalam, hari ini kuputuskan untuk berjalan-jalan mengelilingi berbagai tempat wisata di negara ini sebelum pulang ke negaraku.

langit cerah, sakura bermekaran, daun-daun menghijau. Musim semi tidak pernah mengecewakan. orang-orang dengan kesibukan masing-masing, begitu pula aku.

waktu terus beranjak, matahari kian naik ke atas. jalanan makin lengang. kesibukan memadati perkantoran dan pabrik-pabrik. ahh, senangnya tidak bekerja.

sesekali ku tatap birunya langit yang seolah mendukung agendaku hari ini. yah, butuh niat ekstra besar untuk meninggalkan kasur kesayanganku tetapi itu sebanding dengan indahnya gerak-gerik kota dan alamnya pagi ini.

melihat jalanan sepi, aku tidak dapat menahan diri untuk bermain-main di zebra cross. semua berjalan lancar. mood ku dalam kondisi terbaik.

BLAARRRRRRRRRRRR

deg. hah? tiba-tiba tubuhku merasakan sakit yang luar biasa. ketika ku buka mataku lagi, sakitnya kian nyata. dan sesuatu yang aneh tergeletak di depanku.

ku coba gerakkan tubuhku yang terkapar di tanah basah. sakit sekali. aku sampai merintih kesakitan. kenapa denganku?

"tunggu? tanah? aku kan tadi di jalan raya." aku melotot. tiba-tiba rasa panik menyergapku dari segala penjuru.

kulihat tanganku yang penuh dengan lumpur. mataku makin melotot. tidak hanya kotor ukuran tubuhku turut berubah. kakiku ngilu. kepalaku berdengung dan berdenyut-denyut ngilu.

"aku sudah gila kah?" mungkinkah stress telah mengambil alih sumber imajinasiku?

"apa ini mimpi? lalu aku tadi pagi juga bermimpi?" kuraba sekali lagi seluruh tubuhku, "tapi semuanya sangat nyata! sakitnya juga."

pandanganku memutari seluruh tempat gelap itu. dapat kupastikan aku berada di tengah hutan lebat.

"astaga!" aku berseru panik begitu melihat bahwa sesuatu yang terlihat di depanku adalah sosok manusia. bukan hanya satu tetapi ada beberapa, dan entah kenapa tiba-tiba tercium bau anyir seperti darah di sekitarku?

takut? siapa yang tidak akan ketakutan jika menjadi aku? aku baru saja bermimpi hal-hal baik tapi kemudian mendapati sesuatu yang amat mengerikan terjadi padaku. mungkinkah aku benar-benar bermimpi sekarang?

"jika ini mimpi tolong cepat sadarlah diriku!"

PLAKKKK

"awwww."

kutampar diriku sendiri. bukannya terbangun pikiranku malah semakin yakin aku tidak sedang bermimpi. mungkinkah... aku masuk ke isekai?

"benar juga. kenapa aku baru kepikiran sekarang? tidak mungkin kan?"

PLAKKKKKK

sekali lagi kutampar pipiku lebih keras. aku kembali meringis kesakitan. "sialan bagaimana ini? hal semacam itu tidak mungkin benar kan?"

mulutku terus mengumpat tetapi bibirku terasa berkedut. sesuatu yang geli memenuhi perutku. aku senang?

"sialan!... aku masuk dunia lain? bagaimana ini? aku senang sekali! ah, apa nasibku juga baik di sini? ayolah setidaknya aku ingin hidup sebagai anak bangsawan super kaya agar tak perlu bekerja. lagi pula, kenapa aku tidak mewarisi ingatan pemilik tubuh ini?"

lelah tertawa dan berpikir, aku kembali teringat dengan beberapa orang yang tergeletak dihadapanku. "mereka tidak mati kan?"

aku merangkak mendekati mereka. minimnya pencahayaan membuatku juga kesulitan melihat kondisi mereka dengan baik.

deg. sesuatu yang basah mengenai tanganku. sontak kuangat tanganku yang rupanya sudah berlumuran darah. bau anyir kian pekat memenuhi indra penciumanku. aku ketakutan, tapi entah kenapa... aku juga penasaran.

"astaga!" reflek aku merangkak ke belakang saking takut dan terkejutnya.

baru beberapa saat lalu aku berpikir bahwa kehidupan dunia lainku akan cemerlang. akan tetapi, belum usai waktu berlalu satu hari aku sudah dihadapkan dengan para mayat manusia.

"siapa yang membunuh mereka?" tidak sekarang bukan waktunya aku berdiam diri, "aku harus lari bukan?"

tidak ada siapa-siapa, bulu kudukku kian merinding. jantungku berdetak kencang hingga terasa sakit. seolah lupa dengan rasa sakit yang menggerogoti kakiku, aku berlari kesetanan tidak tentu arah.

aku tidak tahu apakah aku semakin memasuki hutan atau menjauhi hutan. rasa panik seolah menguasaiku hingga akhirnya lelah kembali membawa kewarasanku.

"hosh...hoshh...hosshh... se ka rang...hoshh... ak khu... ha rus teee hoshh...hoshh nangggg..."

kutarik napas dalam-dalam lantas menghembuskannya pelan-pelan. kulakukan berulang kali hingga aku benar-benar merasa tenang.

pertama-tama jangan panik. jika sudah tenang aku harus mencari sesuatu untuk melindungi diri. sepertinya akan percuma membuat api di tanah basah seperti ini. paling tidak aku harus menemukan aliran sungai atau tampat tinggi.

kuputuskan membawa sebuah ranting kayu dengan ukuran se lenganku sebagai senjata pelindung diri. dengan merobek-robek baju lusuh yang kupakai aku dapat membuat jejak jalan yang telah kulewati.

langkahku terus bergerak, tertatih dan kesakitan ku tahan hingga rasanya seperti mati rasa. sudah berapa lama aku berjalan? tidak ada tempat yang benar-benar tinggi. hawa dingin semakin menusuk-nusuk kulitku. aku takut namun di saat bersamaan juga tertantang.

"akhh.. aku benar-benar tidak mengerti dengan diriku sendiri."

krucukkkkrucukkkkrucukkk

"suara air?" ku dengarkan baik baik suara itu. semakin lama semakin terdengar jelas. bagus aku merasa berada di jalan yang benar.

benar saja. ada sungai di depanku. segera aku dapat melihat pantulan sinar bulan di air yang mengalir cukup deras itu. yahhh... aku rindu melihat air sungai dapat sejernih sungai ini.

saat aku mendekat. aku dapat melihat bayang-bayang diriku di pantulan air itu. ketika aku dan bayanganku saling bertemu tatap, kesadaranku seolah tersedot masuk dalam suatu dimensi.

#####

seorang wanita bersurai oranye kemerah-merahan terus menimang-nimang sebuah bayi mungil di teras pondok sederhana di puncak perbukitan yang dikelilingi oleh hutan.

hanya bermodal penerangan cahaya bulan keduanya duduk diam di teras itu. bayi itu tertidur pulas sedangakan wanita itu terus menatap kosong ke depan.

wajah wanita itu pucat pasi seakan-akan ia sudah tak lagi hidup yang tersisa darinya. cahaya keemasan di matanya tak lagi bercahaya. tidak seorang pun tahu kisahnya.

oekkkoekkkoekkk...

ketika angin menyapa mereka dengan hawa menusuk, bayi itu menangis keras. wanita itu masih bergeming. beberapa saat kemudian dia baru menyadari bayinya menangis.

segala tentang mereka berdua terlihat begitu pilu dan hampa. sementara bayi itu terus tumbuh setiap harinya, wanita sekaligus ibunya justru semakin terkikis daya hidupnya. dia menjadi lebih sering sakit-sakitan dan kian melemah.

ketika bayi itu tumbuh semakin kuat dan mulai mengerti situasinya, dengan cepat dia beradaptasi menggantikan ibunya melakukan berbagai hal. betapa luas pengetahuan sang ibu mengajarkan cara bertahan hidup untuk putrinya yang baru berusia empat tahun.

dan pada tahun kelima, tepat di hari putrinya berulang tahun... wanita itu memasangkan sebuah anting permata di telinga kiri anak itu dan meninggalkan sebuah pesan pilu.

"aku selesai mengajarimu cara bertahan hidup sendirian. sekarang... semua terserah padamu karena besok tidak akan ada lagi aku. ma... af!...."

#####

"hah! ingatanku?"

"kakak! lihat dia bangun," aku terlonjak kaget ketika suara seseorang berseru di sampingku. aku dapat mengerti ucapan mereka?

dia seorang anak-anak. usianya mungkin sekitar enam atau tujuh tahun. pakaiannya kumal dan lusuh. wajahnya kotor, rambutnya berantakan dan tercium aroma tak sedap darinya. siapa dia?

tak beberapa lama, seorang anak lain datang tergesa-gesa menghampiriku. ciri fisik mereka secara garis besar tampak hampir mirip.

"siapa kalian?"

"bukan siapa-siapa." dari suaranya, sepertinya dia laki-laki.

"harusnya kau berterima kasih karena kamilah yang telah menyelamatkanmu." anak itu kembali bersuara.

"ah benar juga. terima kasih."

"tidak. kami tidak butuh kata terima kasih saja. berikan kami antingmu dan hutangmu lunas."

"hah?" untuk beberapa saat aku baru menyadari bahwa aku sedang di rampok. tidak, untuk sekarang aku harus tenang dan berpikir jernih.

"kenapa tidak mengambilnya sendiri saat aku pingsan?" bukankah mereka bisa mengambilnya begitu saja saat aku tidak sadarkan diri dengan begitu mereka akan diuntungkan dan aku tidak akan tahu rupa orang yang merampokku.

"jika kami bisa melepasnya, kami tidak akan menunggumu sadarkan diri. antingmu tak dapat kami pegang. saat aku coba melepaskannya ia menghempaskanku."

"astaga, benarkah? haruskah aku percaya ada hal semacam itu?" dasar anak-anak. mana ada hal begituan.

"jangan memperpanjang pembicaraan dan serahkan anting itu pada kami!"

"bagaimana jika kau tak mau menyerahkannya?"

"aku akan membunuhmu."

"tunggu. kalian kan masih anak kecil, apakah bisa membunuhku?"

"mudah saja. kami hanya perlu menggiring monster padamu dan kau akan mati."

"monster? ada monster di dunia ini?"

"kau bodoh ya? tentu saja bukan hanya monster. bangsa roh, naga, iblis, peri, elf, vampir, dan banyak bangsa lainnya ada di sini."

"benarkah? berarti di dunia ini juga ada guild petualangnya?"

"guild petualang? apa itu? kau gila?"

"bukan. aku tidak gila tahu. itu loh, tempat para pemburu monster mencari pekerjaan, kau tahu tidak?"

"maksudmu para tentara bayaran itu? mereka bekerja di serikat informasi bodoh. kau juga tidak tahu itu?"

anak ini, dia pikir dia pintar? asal kau tahu aku jauh lebih tua dan pintar darimu. aku bahkan sampai memiliki lima gelar sarjana yang mengikuti namaku.

"kakak bodoh! kenapa malah memberikan informasi padanya?"

"itu bahkan bukan sebuah informasi melainkan pengetahuan umum. dianya saja yang terlalu bodoh."

"biarpun aku bodoh. aku ini lebih tua dan kuat darimu tahu! dan asal kau tahu yaa.. aku ini orang miskin yang hampir mati karena tersesat. jadi bagaimana mungkin ak punya harta atau uang untuk membayar jasamu, anak nakal."

"anak nakal? kau pikir kami masih anak-anak?" dengan cepat aku mengangguk mengiyakan, dia semakin marah. "jangan panggil kami anak nakal!"

"lantas aku harus memanggilmu siapa?" dia bungkam, "kau tidak punya nama?"

"ck... apa salahnya tidak punya nama. panggil kami ka dan ku. aku ka dan dia ku. ingat itu."

"yah, aku juga tidk punya nama."

"benarkah?" ku mulai menatapku penasaran. bagaimanapun juga mereka masih anak-anak. anak-anak memang mudah goyah oleh beberapa cerita.

aku mengangguk antusias, "benar sekali. ibuku tak pernah memberi tahu namaku sampai dia mati."

"ibumu mati?" aku mengangguk lagi. jika dilihat begini ku terlihat sangat imut.

"berarti kau juga gelandangan sama seperti kami?"

"tentu saja."

"lalu, kenapa gelandangan sepertimu memiliki kalung permata seperti itu?" ka menatapku tidak suka.

"ini satu-satunya hal yang ibu berikan padaku. aku juga tidak tahu kenapa dia memberiku barang seperti ini."

"lalu kenapa kau tidak menanyakannya padanya?"

"saat aku ingin menanyakannya, dia sudah mati."

yah, saat pingsan tadi membuatku dapat melihat seluruh ingatan pemilik tubuh ini sebelumnya. ku akui masa lalunya cukup membuatku menangis di mimpi. bahkan di usianya yang baru sepuluh tahun dia mampu membunuh sekelompok bandit yang hendak membuat kekacauan dengan menginfeksi para monster hutan.

bahkan, meskipun bukan aku yanga melakukan pembunuhan itu, tanganku tetap gemetar saat tahu bahwa akulah pemilik tubuh dari pembunuh para manusia yang kulihat di hutan.

"hei, kalian mau membantuku?"

ka dan ku saling berpandangan. mereka kembali menatapku tak berselang lama, "apa yang harus kami lakukan, dan apa bayarannya?"

aku tersenyum simpul. aku mendapatkan mereka. "bantu aku beradaptasi dengan tempat ini dan aku akan menghidupi kalian selama itu."

ka menatapku remeh, "tapi kau tidak punya uang. bagaimana kau akan menghidupi kami? bodoh!"

"fufufu... aku memang tidak punya uang untuk tinggal di kota tetapi, aku telah menghabiskan seluruh hidupku sampai kemarin tinggal di hutan belantara sendirian." aku menatap mereka percaya diri, "dengan kata lain, aku lebih hebat dalam bertahan hidup daripada kalian."

masih dengan tatapan tidak percayanya, ka menganggapku remeh, "lalu kenapa kemarin kami menemukanmu dalam keadaan sekarat di pinggir sungai?"

ohh, tidak mungkin aku mengatakan bahwa aku adalah sosok yang berasal dari dunia lain lalu tiba-tiba merasuki tubuh ini karena pemilik aslinya mati dan sebelum pemilik tubuh mati, dia telah membunuh banyak bandit dengan kejinya kan?

"karena aku berusaha keluar dari hutan tempatku tinggal. dan bertemu para bandit yang mau menangkapku dan menjadikanku budak yang bisa dijual." apakah dengan alibi ini mereka akan percaya?

"kebetulan sekali. kami juga sedang melarikan diri dari para bandit yang mau menangkap kami dan menjadikan kami budak kemudian, malah tak sengaja menemukanmu."

"hoho, ku... bukankah nasib kita serupa? aku merasa kita bertiga bisa menjadi rekan yang sangat hebat di masa depan."

ka manatapku kesal tetapi pada akhirnya dia menyetujuinya.

dan mulai hari ini kisah hidupku menjadi berandal hebat baru dimulai.

"ah, sekarang aku lapar dan kakiku masih terluka... aku belum bisa pergi dari tempat ini."

baru setelah merasa lega, aku merasakan lagi nyeri di seluruh tubuhku karena luka-luka yang kudapat semalam.

"sebagai awal tugas kalian menjadi rekanku, maukah kalian mencarikanku makan?"

ka menatapku kian kesal, "bangsat! sialan kau ..."

"Kaviar. panggil saja aku begitu!" aku tersenyum menanggapi ka yang sempat menahan umpatannya karena tidak mengetahui namaku.

"katanya kau tidak punya nama?" ku menatapku heran.

"aku baru saja memberi diriku sendiri nama. keren kan?" ku berbinar-binar dan mengangguk setuju. yah, entah kenapa di saat begini aku malah teringat makanan mahal itu. ku pasti tidak akan percaya jika itu adalah nama makanan.

"ck, nama itu tidak keren." ka menatapku sinis.

"haha... benarkah? tapi namaku lebih bagus darimu?" aku tertawa meladeninya, "sekarang, kau juga akan lebih mudah saat ingin mengumpatiku kan?"

"diam saja kau bodoh!" anak laki-laki itu berteriak dan meninggalkanku bersama ku.

"ku, jika kau mengizinkan aku juga akan memberikan nama keren kepada kalian."

ku berbinar-binar bahagia, manik ungunya tampak begitu indah, "benarkah?"

aih, lucunya anak-anak ini.