webnovel

Kembali

Hingga Bia keluar dari rumah sakit, Mami belum juga berkabar. Tidak ada yang mengetahui kabar dan kondisinya hingga saat ini. Pikiran papi semakin kusut, memikirkan kondisi anak dan istrinya yang tidak tau ada dimana. Papi berharap mereka berdua berada di tempat yang sama.

"Bi ... Mami sama Cherry kemana ya?"

Bia hanya menggeleng. Papi pun tau sebenarnya Bia juga tidak akan mengetahui keberadaan mereka, karena sejauh ini dimana ada dirinya pasti ada papi di sampingnya.

"Kita lapor polisi aja, Pi."

"Ta-pi ....."

"Apa yang ditunggu?"

"Kalau mami dan Cherry tidak benar-benar hilang gimana?"

"Ya bagus dong kalau mereka baik-baik aja dan ga hilang."

Bia memaksa Papi ke kantor polisi untuk melaporkan berita kehilangan. Polisi mencatat semua keterangan yang diberikan oleh Bia dan papi. Sambil menunggu hasil, Papi terus mencari keberadaan dan kabar dari istri dan putrinya.

***

Seminggu sudah mereka menunggu hasil pencarian dari polisi. Namun, belum menghasilkan apa pun. Papi hampir frustasi dibuatnya. Nomer ponselnya kini benar-benar tidak aktif. Sebelumnya, Cherry hanya tidak mau mengangkat telpon dari papi maupun Bia, panggilannya selalu dialihkan.

"Pada kemana mereka, apa ini hukuman dari Mami dan Cherry buat papi ya?"

Bia menjadi serba salah. Dirinya juga tidak tau harus bersikap bagaimana. Tiba-tiba ponsel Bia bergetar, ada notifikasi pesan yang masuk. Nomer baru, tidak dikenal.

[Gue sekarang tinggal di Jawa Tengah, bilang Papi sama Mami, ga perlu cari gue, gue baik-baik aja]

Bia menunjukan isi pesan dari Cherry kepada papi.

"Bilang papi dan mami? Itu artinya ...?"

"Sabar Pi, sabar dulu."

Bia langsung menghubungi nomer baru Cherry. Ternyata nomer itu sudah tidak aktif lagi.

"Seenggaknya gue udah tau kabar dari lo, Cher," batin Bia.

"Nomer Cherry udah ga aktif lagi, Pi."

Lemas badan papi mendengarnya, Wilson berusaha menahan kesedihannya. Ia merasa gagal memimpin keluarganya. Anak dan istrinya menjadi terbengkalai karena kelalainnya.

***

Satu tahun kemudian ....

Sejak istri dan putrinya pergi dari rumah, Wilson jadi sakit-sakitan. Ia hanya tinggal berdua bersama Bia di rumah sebesar itu. Meski ada beberapa pembantu dan security yang berjaga.

"Uhuk ... uhuk ... uhuk!"

Batuk papi terdengar sangat berat. Berulang kali Bia membujuknya untuk berobat ke rumah sakit, tapi papi selalu menolaknya. Katanya, sebelum Cherry dan istrinya pulang, ia tidak akan pergi kemana pun. Ia hanya mau dirawat oleh istrinya saja.

"Pi, please!"

"No! Biarkan penyakit ini menggerogoti diri Papi," tolak Wilson.

Nelangsa hati Bia. Seolah kesehatan papi menjadi tanggung jawabnya penuh. Suatu hari, Papi tidak sadarkan diri. Dia terjatuh di kamar mandi setelah makan md 00alam. Setelah di periksa oleh dokter pribadinya, rupanya Wilson mengalami penggumpalan darah di otaknya. Menyebabkan stroke ringan. Bagian tubuh sebelah kanan hampir tidak bisa digerakan. Dia hampir menjadi pria yang tidak berguna sekarang. Bia beberapa kali tidak tidur di rumah. Wilson menjadi pria malang yang hidup sebatang kara. Meski hartanya berlimpah ruah, sama sekali tidak membuatnya bahagia.

"Ya Tuhan ...."

Sepertinya Wilson menyesali hidupnya. Dia menangis dalam kesendiriannya. Ia sangat kesepian, merindukan anak-anak dan istrinya.

21.00 WIB

"Tuan ... Tuan!" panggil securitynya dengan terburu-buru.

"Kenapa?" jawab Wilson santai.

Setelah ia mengetahui alasan securitynya histeris dan panik, Wilson pun mendadak berdiri untuk menghampiri keberadaan istrinya. Pasalnya ia ditemukan di depan gerbang dengan kondisi yang menyedihkan. Terikat kaki dan tangannya serta mulutnya di bungkam. Kepalanya dimasukan ke dalam sebuah kantong berwarna hitam.

"Mami ..." Wilson menangis terisak melihatnya.

Antara senang dan terharu karena istrinya sudah kembali. Meski dalam keadaan yang kurang baik, setidaknya, ia masih hidup. Dipeluknya tubuh mami berulang kali, setelah semua ikatan itu dilepaskan.

"Mi ... apa yang udah terjadi, kenapa mami jadi seperti ini?" Papi mengusap air matanya berulang kali, kemudian melanjutkan interogasinya, berharap bisa mendapatkan jawaban segera. Rupanya kondisi mami terlalu lemah untuk menanggapi semua kegelisahan papi. Ia kembali todak sadarkan diri. Security membantu membopong tubuh mami yang sekarang kurus kering dengan luka dimana-mana. Banyak bekas luka yang sudah mengering, namun ada juga luka yang masih baru, bahkan masih sempat mengeluarkan darah segar.

Satu jam kemudian dokter datang, memeriksa keadaan mami sekaligus mengecek kesehatan papi. Dokter sangat terkejut dengan kesehatan papi yang begitu tiba-tiba. Menurutnya itu seperti sebuah mukjizat. Sejumlah resep diberikan untuk mami. Setelah dibantu bibi membersihkan seluruh luka dan mengganti pakaiannya, mami mulai sadar. Wajahnya sangat pucat, dibelainya wajah papi yang semakin banyak kerutan di dahi dan matanya. Meski tangannya tak selembut dulu, mami masih menyukai belaian lembut itu. Belaian yang sempat menghilang kehangatannya.

"Pi ...,"ucap Mami lirih.

"Mami, aku sangat mengkhawatirkan kamu, kamu dari mana aja? Apa yang terjadi denganmu? Kenapa jadi seperti ini?" tanya Wilson bertubi-tubi.

Mami berusaha meraih pipi suaminya, air matanya perlahan meleleh. Sungguh pemandangan yang mengharukan.

"Maaf."

Mami hanya menggeleng tanpa bersuara. Wilson memeluk tubuh yang kecil itu dengan hangat, rasanya pasti sangat bahagia bertemu kembali dengan belahan jiwanya yang sempat menghilang tanpa kabar. Malam itu, papi bisa tertidur dengan perasaan yang lebih tenang dari sebelumnya.

Sekitar pukul 07.00 pagi, Bia pulang dalam kondisi mabuk berat. Mobilnya dibiarkan terbuka begitu saja.

"Bia, darimana kamu? Semalaman tidak pulang, tidak berkabar?!"

"Hmm... bukan urusan Papi," jawab Bia sambil berlalu dan melemparkan dasi yang tadinya menggantung di lehernya.

"Bia!"

Bia tidak menghiraukannya sama sekali.

"Ah ... anak itu!" kesal Papi. Dia menarik nafas panjang kemudian kembali ke kamarnya untuk menemani istri tercintanya yang masih terbaring lemah di ranjang mereka.

"Makan ya, aku buatkan bubur kacang hijau kesukaanmu."

Satu-satunya makanan yang bisa Wilson masak, hingga kini usianya berkepala enam. Itu adalah hasil kerja kerasnya belajar selama belasan tahun selama menjadi suami. Mami sangat menyukai bubur kacang hijau buatan Wilson, meski rasanya jauh dari sempurna. Mami makan dengan lahap. Wilson terharu, tidak percaya, bahwa istrinya terbaring di depan matanya. Dia sempat berfikir buruk tentang kepergian istrinya yang diam-diam. Dia mengira, istrinya dengan sengaja meninggalkan dirinya di usia sesenja ini.

"Aku sangat senang kamu kembali. Maafkan aku."

Wilson mengecup tangan keriput itu berulang-ulang.

"Mas ... Cherry dimana?" Suaranya terputus-putus dan sangat lemah, bahkan hampir tidak terdengar.

"Cherry ...."

Wilson tidak melanjutkan ucapannya, tidak tega rasanya memberi tahu semua kebenaran yang terjadi dalam rumah itu selama ia menghilang.

"Mas ...."

"Sayang, sebaiknya kamu istirahat dlu, fisikmu masih sangat lemah, Cherry sudah pergi ke kantor pagi-pagi sekali. Jangan khawatirkan dia. Dia baik-baik saja."

Terpaksa Wilson mengarang sebuah cerita indah demi kesehatan istrinya. Dia tidak mau kondisi istrinya semakin menurun mendengar bahwa Cherry pun tidak jelas kabarnya, bersamaan dengan dirinya yang menghilang satu tahun lalu.