"Misi ... misi ... gue mau lewat!" teriak Cherry.
"Ngantri, Neng!" jawab yang lain.
"Ini rumah gue!" bentak Cherry.
Akhirnya kerumunan orang bubar. Suaranya begitu menggelegar. Membuat mereka merasa ketakutan. Cherry membalikan tubuh seorang wanita yang tengkurap di depan gerbang rumahnya. Tangannya gemetar, jantungnya memburu. Ragu-ragu, Cherry menyentuh tibuh yang berlumuran darah.
"M-Ma-Mami ...."
Cherry menangis histeris memeluk tubuh wanita itu. Security rumahnya merasa bingung dengan sikap Cherry.
"Non ...!" bisiknya lirih.
Cherry tidak menggubrisnya.
"Non Cherry nangisin siapa?" tanyanya memberanikan diri.
"Lo ga liat kondisi Mami?!" bentak Cherry.
Security itu tampak kebingungan. Dia tidak melihat Mami kenapa-napa. Tapi kenapa Cherry menangisinya seolah maminya telah tiada.
"M-maaf, Non, maksudnya gimana ya?"
"Ini ... Mang!" sambil menunjukan kondisi wanita yang ada di pelukannya.
"Emang dia siapa?" tanya si Mamang makin bingung.
Cherry menjadi bingung sendiri. Dia memperhatikan sekali lagi tubuh wanita yang ada di pangkuannya. Kini, dia sadar, itu bukan maminya. Tapi kenapa sejak pertama kali ia melihat, wajah wanita itu adalah maminya. Sementara sekarang, wajahnya tidaklah dikenali. Dia meletakan wanita itu terbaring kembali di jalanan beraspal, tanpa alas.
"Mami mana?"
"Pergi sama Den Bia sama Den Papi."
"Pergi?"
"Jadi yang gue lihat itu beneran Papi sama Bia. Sementara wanita yang berwajah pucat itu adalah wanita yang sekarang sudah mati. Mami .... Kenapa mereka saling bertukar wajah?" batin Cherry.
"Non... Non, ini mau di apakan? Telpon ambulan atau polisi?"
Cherry masih belum memutuskannya. Dia masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
"Telpon ambulan aja Mang."
Cherry meninggalkan sebuah mayat wanita yang tak dikenalnya. Diraihnya telpon rumah, Cherry segera menghubungi papi.
"Ih jaringan Papi kenapa sih, kok ga bisa dihubungin? Mana gue ga tau nomer Bia lagi!" gerutunya.
Cherry mencari sesuatu di kamar Bia.
"Untung ada laptopnya Bia!"
Dia segera membuka laptop milik Bia. Ternyata wallpaper laptopnya bergambar foto dirinya bersama Papi, berdua.
"Norak banget!" ujar Cherry kesal.
"Ok, fokus! Nah untung ini nyambung ke WA Bia. Ok gue salin dulu nomernya."
Cherry mendapatkan nomer Bia dan menghubunginya.
"Kenapa Cher?" tanyanya begitu terhubung.
"Lo pergi sama Mami?"
"Iya, kenapa?"
"Mami sehat?"
"Iya, kenapa?"
"Gue mau ngomong sama Mami, kasih handphone lo ke Mami!"
"Cher ... Mami ga mau ngobrol ama elo. Emang ada apa? Nanti gue sampein."
"Lo tau tadi ada kejadian apa sebelum kalian pergi?"
"Engga ada apa-apa tuh. Cuma emang tadi Mami sempet aneh gitu. Dia kayak nunjuk-nunjuk wanita ga di kenal gitu, sebelum mobil Papi keluar dari gerbang."
"Terus?" tanya Cherry penasaran.
"Ya, gue bilang aja wanita itu bukan siapa-siapa. Emang ada apaan sih? Lo panik gitu?"
"Lo dimana sekarang? Turun sekarang, kita ketemuan!"
"Harus banget sekarang?"
"Iyaa!" teriak Cherry.
Bia yurun di tengah jalan. Membatalkan semua janjinya dengan orangtua Cherry. Cherry dan Bia bertemu di sebuah Mall dekat dengan kantor pusat milik Wilson. Wajah Cherry begitu gugup. Dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres akan terjadi. Entah akan menimpa siapa.
"Lo kenapa Cher?" tanya Bia penasaran. Sebab suatu keajaiban seorang Cherry mengajaknya bertemu dan bicara empat mata secara sadar.
"Bi ... tadi Mami ngomong apa soal wanita itu?"
"Emang kenapa sih?"
"Lo tau kan gue bisa liat sesuatu yang belum kejadian. Nah, tapi gue heran sama ini. Soalnya, pertama kali gue liat si wanita yang kecelakaan ini persis Mami. Eh begitu gue disadarin sama Mamang, gue sadar kalo itu bukan Mami. Terus, waktu kalian keluar dari gang arah ke rumah, gue liat di bangku belakang ada wanita, mukanya pucet banget. Setelah gue inget-inget, ternyata wanita itu ya yang kecelakaan di depan rumah."
"Tapi Mami wajahnya ceria-ceria aja tuh, malah kelihatan seger menurut gue. Cuma ya itu, dari tadi Mami ga mau diajak ngobrol. Sama Papi juga ditanya kayak ngeblank gitu si Mami. Gue pikir, Mami cuma mikirin lo yang suka kabur-kaburan gitu sih!"
Toeng! ( Cherry menoyor kepala Bia)
"Sembarangan aja kalo ngomong!"
Bia tertawa, mungkin dia sengaja membuat sebuah lelucon agar Cherry tidak terlalu tegang dengan kejadian rumit yang sedang hadapi.
"Cher lo tu jangan suka overthinking!" Bia mencoba memberi nasihat pada Cherry.
"Bia, lo tu ga tau apa-apa tentang gue! Jadi jangan coba-coba buat ngatir hidup gue!"
"Bukan gue ngatur, tapi banyak atau sedikit gue tau, apa yang udah terjadi sama elo. Liat nih!" Bia menunjukan sebuah notes di ponselnya. Isinya tentang uraian kejadian aneh yang sudah ia alami ketika berada di samping Cherry.
"Lo tau, ini semua karena siapa?"
"Iya gue tau! Ini semua karena gue dan Mama gue. Tapi, Mama gue udah meninggal, dan elo, masih gini-gini aja."
"Berarti masalahnya ada sama elo!" Cherry ngotot.
"Ok fine! Lo mau bunuh gue? Silahkann aja! Tapi lo pikir coba, setelah gue mati, apa lo bakalan hidup normal lagi?"
Mereka berdua terdiam tanpa kata. Beberapa menit berlalu, membisu, membeku.
"Lo sadar, jika semua kekuatan yang lo miliki itu setelah kehadiran gue di sini, dalam kehidupan lo, itu bukan semata-mata karena gue Cher. Itu semua karena penyakit hati lo. Itu datengnya dari lo sendiri. Lo terlalu mendendam ke gue atau ke Mama gue. Jadi, aura negatif dari luar, masuk dan menguasai diri lo Cher."
Cherry duduk sendirian ditinggal Bia. Dia mencerna baik-baik perkataan Bia.
"Gue tau Bi ... tapi ini ga semudah yang lo bayangin. Setiap kali gue mau berubah jadi lebih baik, seluruh tubuh gue sakit, jantung gue rasanya mau copot. Otak gue rasanya mau meledak. Bukannya gue ga mau berusaha nerima kehadiran lo Bi. Tapi, gue udah terlanjur ke jalan yang salah. Dan kakek buyut pun udah pernah ngasih peringatan ke gue, dan gue tetep nekat buat ngelanjutin balas dendam gue ke lo sama nyokap lo. Gue udah terlanjur sakit hati, Bi. Gue juga pengin hidup normal lagi. Gue udah kehilangan Revaldi, Goldi, gue ga mau kehilangan Mami. Mami jadi satu-satunya alasan gue buat tetep ada di rumah itu. Gue ga tau kalo Mami kenapa-napa, apa gue bisa sekuat waktu gue kehilangan Goldi. Gue harus gimana Bia?" tanyanya pada diri sendiri.
Bia mendengar dengan jelas semua keluh kesah Cherry. Ternyata dia tidak benar-benar meninggalkan Cherry di tempat itu. Bia bener-bener jatuh hati pada Cherry. Bagaimana pun kondisi Cherry saat ini, Bia bisa menerimanya dengan baik.
"Cher ... lo ga perlu khawatir. Gue ga akan pernah ninggalin lo sendirian. Sebesar apa pun benci dan dendamnya lo ke gue. Gue akan selalu ada buat ngejagain lo, Cherry!"