webnovel

#16# Penasaran

"Dia mengatakan dia menderita sedikit, dia kehilangan sebagian ingatan dalam suatu kecelakaan"

Aku mendengar obrolan Yujin dan Ara ketika masuk kelas. Ternyata mereka diam-diam membicarakanku ketika aku tidak ada.

Ara menyadari kedatanganku dan langsung melihatku dengan salah tingkah. Seperti biasa aku tidak peduli dengan semua kejadian yang terjadi hari ini. Cuek adalah sifatku sekarang.

Hampir jam setengah 3 Siang guru extra musik belum juga datang ke kelas. Sudah beberapa hari ini aku melihat Ara dengan senyum bahagia dikelasku. Tidak ada lagi kesedihan yang kulihat dari wajahnya ketika berada dikelas. Aku bersyukur bisa membantu Ara dari belakang tanpa diketahui siapapun.

Kali ini aku semakin penasaran apakah kebahagiaan Ara dikelas ini karena Jiwon ataukah karena dia sudah terbebas dari guru yang selalu merundungnya. Jika senyuman itu untuk Jiwon aku akan mundur untuk mendekati Ara. ditengah aku memikirkan Jiwon dan pak Lim tiba-tiba Pak Lim guru yang tidak aku inginkan datang kekelasku.

Beliau berjalan layaknya seorang guru yang dihormati. Aku merasa jika Pak Lim adalah sumber ketakutan bagi semua murid-murid untuk mengembangkan potensi dan hobi yang dimilikinya. Hasilnya siswa yang mempunyai hobi sekaligus bakat secara tidak langsung terhambat karena takut dihukum oleh guru BK.

"Beri hormat.....! Annyeonghaseyo"

Murid berdiri memberi hormat dengan bermalas-malasan. Ara juga terlihat kaget. Semua orang akhirnya tahu jika guru yang tidak diharapkan membuat muridnya malas belajar karenanya. Selain guru Bk yang suka merundung muridnya, dia juga guru yang jarang masuk kelas dan seenaknya dengan gelar guru yang dia dapatkan. Desas-desus ini aku tahu dari teman-teman dan dongsaeng di sekolah.

"Hari ini guru extra musik kalian tidak masuk karena sakit. Saya harap kalian bisa belajar mandiri disore ini"

Alasan pak Lim masuk kelas untuk menggantikan guru musik yang tidak masuk.

"Yaaaaaa ....Apa yang kamu lakukan disini? Kenapa kamu bisa duduk disini? Aku jelas mengatakan padamu jika aku tidak ingin melihatmu kan?"

Pak Lim menunjuk Ara dan mendekatinya ketika Pak Lim tahu ada Ara dikelasku, dengan kata-kata yang tidak pantas didengar oleh murid lainnya Pak Lim merundung Ara. Aku melihat lagi kesedihan diwajah Ara. Tanganku benar-benar gemetar tidak tahan ingin menonjok wajah guru yang sombong itu.

"Naga (Keluar!)"

Namun apa yang kulihat benar-benar membuat hatiku hancur. Ara benar-benar beranjak dari tempat duduknya untuk keluar kelas.

'Ra, Kumohon lawan orang itu. Aku yakin kamu bisa. Kamu gadis kuat'

Aku hanya berharap dalam hati paling dalam Ara bisa melawan guru yang tidak pantas berada dikelasku.

Jika Ara benar-benar keluar dari kelas hanya karena guru sombong itu, aku tidak akan segan-segan melapor ke direktur utama. Tanganku benar-benar gatal ingin mendorong guru itu keluar dari kelas.

"Baiklah kalian sudah melihat daftar....."

Aku melihat Ara berhenti beberapa langkah dari jalannya. 'Waeyo?'. Kulihat Ara membalikkan badannya dan kembali duduk di bangkunya. Aku yakin kali ini Ara akan melawan guru itu.

***

Ara berdiri dan ingin keluar kelas namun dia memikirkan kata-kata Haru saat di atap.

"Jangan meragukan suaramu"

Ara semakin berani melawan guru tersebut dan kembali duduk dibangkunya. Semua teman-temannya melihat dengan kaget tidak seperti biasanya Ara begitu berani dengan pak Lim

"Heeeyy....Apakah kau tidak dengar? Haa?"

"Aku tidak mau keluar"

***

Aku telah melihat keberanian dalam diri Ara.

"Mwo...?"

"Aku tidak menganggu kelas, jadi aku tidak akan meninggalkan kelas"

"Yakin sekali kamu. Pasti sebentar lagi kelas akan gaduh jika ada kamu. Naga...!"

Dengan teriakan keras, guru itu menyuruh Ara keluar kelas. Semua murid menundukkan kepalanya dan tidak berani melihat Pak Lim.

"Jogiyo (Maaf)"

Aku langsung berdiri menghentikan semua tingkah laku guru yang menjengkelkan itu. Semua mata langsung tertuju menatapku. Aku tahu jika keberadaanku membuatnya tidak tenang. Dia sudah mengetahui jika aku adalah putra direktur utama disekolah. Benar saja dia menjadi salah tingkah.

"Oohh Haru-yya...! Ada apa? kenapa kamu berdiri?"

"Kenapa anda tiba-tiba mengusir Ara dari kelas?"

Aku melihat gelagat guru tersebut sambil berjalan menuju kearahku. mungkin dia sangat tidak nyaman denganku dan mengira aku akan melaporkan kejadian ini kepada Appa selaku direktur utama.

"Joesong habnida Haru-yya...!!"

Dengan salah tingkah guru itu mengatakan maaf padaku dengan bahasa resmi. Semua mata tertuju pada kami  dengan kaget. Akupun juga kaget kenapa pak Lim tiba-tiba formal denganku.

"Ini hanya kesalah pahaman saja. Dikelas sebelumnya Ara suka sekali membuat gaduh dan mengajak teman-temannya untuk membuat keributan dikelas"

"Tapi selama beberapa hari dikelas ini saya tidak melihat keributan yang disebabkan oleh Ara. Saya mohon maaf pak Lim Ara adalah salah satu kelompok saya dalam tugas ini, jadi saya akan mempertahankan kelompok saya. joesonghamnida"

"Ne...! Silahkan"

Teman-teman dikelas pun bersorak heboh karena Ara tidak jadi dikeluarkan dari kelas. Sementara Pak Halim kulihat masih menyimpan emosi dalam dirinya, terlihat dari ekspresi dan tatapan matanya yang sangar.

hampir 1 jam pelajaran aku tidak melihat Jiwon dikelas. Kemana dia? apa dia sangat marah padaku sampai melewatkan jam pelajaran?

"Annyeong haseyo...!! Neujoso, jwesonghamnida"

Aku melihat Jiwon masuk kelas. Teman-teman menyambutnya dengan hangat. terutama Ara.

"Wuaaaa Jiwon-ssi...Darimana saja kamu?"

"Jwesonghamnida Ssaem, Tadi saya ada urusan sebentar..!"

"Ne..Silahkan duduk"

Tanpa melihatku Jiwon langsung duduk yang berada dikursi sampingku. Aku melihatnya masih dengan ekspresi wajah yang sama. Ada apa sebenarnya ini.

"Oppa....?"

Aku mendengar Ara memanggil Jiwon. Seharusnya aku tidak peduli dengan mereka namun aku terus memikirkan tentang hubungan mereka. Kali ini aku akan menguping pembicaraan mereka. Ada apa sebenarnya, apa yang sedang terjadi antara Ara dan Jiwon?

"Wae...!!"

"Kemana saja?"

"Aniyo. Hanya mencari angin saja"

"Oppa marah?"

"Aniyo. Sudah sana lihat depan. Pak Lim akan marah!"

"Oppa...Mana nomornya?"

"Jamkkanman"

"Neee...Palliwa"

Mereka dengan berbisik-bisik aku mendengarkan percakapan mereka. Tidak ada yang mencurigakan dengan obrolan mereka. Sangat wajar layaknya hoobae dan dongsaeng yang menjadi teman.

Kulihat Jiwon mengeluarkan hpnya. Nomor siapa yang diminta Ara? Aku benar-benar sangat penasaran dengan hubungan mereka. Disisi lain mereka bersikap layaknya Dongsaeng dan Hobbae, Disisi lainnya mereka bersikap seperti sepasang kekasih.

Aku akan mencari tahu sendiri seperti apa hubungan mereka saat ini. Aku datang untuk mencari kekasihku dulu yang sempat aku tinggalkan namun setelah bertemu kenapa aku menjadi patung saat dihadapannya dan tidak berani mengungkapkan siapa aku sebenarnya.

Kesalahan ada padaku jika ternyata Jiwon dan Ara mempunyai hubungan khusus. Aku tidak bisa mengambil apa yang telah dimiliki orang lain dan aku lelaki pengecut yang tidak bisa berterus terang pada wanita yang sudah kuketahui adalah masa laluku.

Pelajaran hampir selesai namun aku melihat Jiwon masih dengan emosi yang sama. Tanpa menoleh sedikitpun padaku sebagai sahabatnya yang berada disampingnya. Aku menyobek kertas kosong dan menulis

'Jiwon-ssi Waeyo? Kenapa kamu hari ini? apakah kamu marah denganku karena kejadian tadi pagi aku melihatmu bersama Ara dan aku menyuruhmu diam tentang aku?'

Aku melemparkan kertas kearah Jiwon. Tepat mengenai pipi kirinya. Aku membuat Jiwon kaget dengan lemparan kertas yang kuberikan padanya. Dia menolehku seperti ingin melemparkan kembali kertas itu padaku namun aku mencegahnya.

"Phyeonji"

Akhirnya Jiwon melihat surat yang kulemparkan padanya.

"Jugeullae"

"Mwoya...?

Jiwon melotot padaku entah apa yang dipikirkannya kenapa dia semarah itu padaku.