Setetes air mata keluar dari mata indahnya, lalu wajahnya tertunduk dan terdengar isakan dari Eren.
"Kenapa kalian harus meninggalkan Eren disini sendiri?" kini keduanya tangan tergenggam erat diatas pangkuannya.
"Kenapa kalian tidak sekalian membawaku bersama kalian? Hiks.. E..Eren takut s..sendiri.." menangis terlalu lama membuat Eren tak menyadari langit sudah berubah menjadi jingga kemerahannya. Tapi tak membuat Eren berdiri dari sana berpamitan pulang kepada kedua nisan di depannya.
Tiba-tiba Eren jatuh pingsan diantara dua gundukan tanah itu. Depresi dan trauma kecil saat kecelakaannya bersama kedua orangtuanya membuat Eren sekarang menjadi Eren yang sangat rapuh, pendiam dan murung. Tidak seperti dirinya yang dulu saat kedua orangtuanya masih bersamanya. Eren terkenal dengan seorang pemuda yang aktif, ceria dan sangat cerewat. Tapi itu dulu sekarang bukan lagi. Seseorang di belakang Eren berdiri tak jauh dari tempat Eren berada berdecih saat melihat Eren jatuh pingsan disana.
"Dia memang bocah merepotkan." Gumamnya lalu berjalan menghampiri Eren.
Mata tajam kelabunya menatap intens kedua nisan di depannya. Lalu tersenyum miring setelahnya.
"Kau hanya ditakdirkan untukku Eren bahkan tidak untuk kedua orangtuamu." ucap seseorang sosok hitam itu lalu beralih membopong Eren dalam gendongannya dan membawanya pulang.
Dengan perlahan sosok hitam itu membaringkan Eren di kasurnya. Tangannya beralih mengusap puncak kepala Eren seraya membenarkan poni Eren yang menutupi matanya.
"Kau selalu cantik bocah. Dan aku semakin mencintaimu." Setelah mengatakan itu sosok itu mencium sekilas kening Eren.
Sosok itu berbalik akan pergi tapi terhenti saat seseorang yang ada di belakangnya bersuara.
"Eungghh…" suara lenguhan terdengar dari bibir Eren. Matanya perlahan mencoba terbuka, walau dengan kesadaran yang tipis.
Siluet hitam di depannya membuat Eren bersuara dan berusaha memperjelas penglihatannya yang buram.
"S..siapa?" ucapnya lirih dengan masih berusaha memperjelas penglihatannya yang masih kabur karena terlalu lama terpejam.
Eren berulangkali mengucek kedua matanya berusaha ingin mengetahui seseorang yang ada di depannya. Kini Eren sudah terduduk dikasurnya, tapi sosok itu tak kunjung membalikkan tubuhnya.
"Siapa?" lagi Eren berusaha memanggilnya.
Sosok hitam itu akhirnya berbalik membuat Eren memiringkan kepalanya mencoba mengenalinya.
"Maaf anda sia…." Kalimat Eren terhenti saat seseorang itu bersuara.
"Eren Jeager." Ucapnya lalu menghilang dari pandangan Eren dan seketika itu juga Eren kembali tak sadarkan diri.
..
Terpaan cahaya matahari pagi yang masuk melalui celah gorden mengusik seseorang yang kini sudah menggeliat tidak nyaman. Matanya mengerjab mencoba membiasakan cahaya yang masuk ke retinanya.
"Di-mana aku?" tanyanya saat kedua matanya memandang ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya matahari yang masuk. Eren merasa taka sing dengan ruangan ini.
"I..Inikan kamarku. B-bagaimana aku bisa berada disini?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Eren sangat ingat pandangan terakhir yang lihatnya adalah kedua nisan orangtuanya.
Tapi ini…
Tiba-tiba siluet seseorang berbaju hitam itu terlintas dipikirannya. Mata tajam kelabu seakan menelanjangi Eren saat kedua matanya bertemu.
"Siapa dia sebenarnya?" gumam Eren lalu beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi.
Tubuhnya yang sudah segar dan rapi segera keluar dari rumahnya untuk berangkat bekerja.
Eren bisa saja sarapan tapi dirinya tidak ada rasa lapar dan akhirnya memutuskan langsung berangkat saja.
..
Seperti biasanya setiap sore Eren akan menghabiskan waktu senjanya duduk dibangku dekat sunagai sekitar taman kota yang berada lumayan jauh dari tempat tinngalnya sekarang.
Kemeja merah dengan dua kancing kemeja yang dibiarkan terbuka dan celana jeans hitam membuat Eren terlihat menggemaskan dan err sedikit menggoda. Rambut coklatnya bergerak halus diterpa semilir angin sore yang begitu menenangkan bagi yang menghayatinya. Tapi tidak untuk Eren yang sekarang, iris emerald itu meredup dari sinar bahagianya menyisakan kesedihan yang teramat dalam saat lagi-lagi kilasan ingatan bersama kedua orangtuanya berputar dibenaknya.
Isakan tangis tertahan dalam diam membuat napas Eren tersengal karenanya. Tubuhnya bergetar hebat. Kalau saja sekarang masih ada kedua orangtuanya disisinya mungkin mereka akan memeluk Eren membisikkan kata-kata penenang untu Eren.
"Kau itu laki-laki Eren, dan seorang laki-laki tak boleh cengeng." Ucapan lembut ibunya semakin membuat Eren terisak.
Detik demi detik terlewati tanpa Eren sadari bahkan momen tenggelamnya matahari yang selalu Eren tunggu dilewatkannya. Cahaya senja kemerah-jinggaan itu sudah berubah kelabu hitam ditemani lampu kota yang temaram.
Eren mendongak menatap kosong hamparan sungai didepannya saat dirasa oksigen yang masuk menipis. Bekas air mata itu sudah mongering meninggalkan jejak tak kentara dikedua pipinya. Eren bangkit dari duduknya berjalan meninggalkan taman menuju kembali kerumahnya.
Suasana malam ini terasa sepi tidak seperti biasanya tapi itu tak mengganggu sama sekali Eren yang berjalan sendiri di trotoar menuju halte yang tak lagi jauh darinya.
Tes
Eren berhenti lalu mendongak ke atas langit hitam saat merasakan sesuatu membasahi pipinya. Belum sempat Eren berlari untuk berteduh tetesan air itu berubah menjadi hujan deras yang seketika membuat Eren basah kuyub.
Dengan cepat Eren berlari menuju halte yang tak lagi jauh dari tempatnya berdiri. Kakinya yang lunglai dan perasaan sedih yang menderanya membuat Eren terjungkal kakinya sendiri membuatnya terjatuh menghantam trotoar. Wajah Eren kini sudah basah karena air hujan dan juga airmatanya yang kembali keluar.
"Hiks… hiks.. O-otau..san… Ok..kasan." gumamnya dengan berusaha bangkit berdiri melanjutkan rencana berteduhnya yang tertunda.
Pakaiannya sudah basah dan kotor karena tanah dan air, Eren terus berusaha bangkit dan berlari walau merasakan pusing di kepalanya. Setiap langkah Eren terlihat ingin terjungkal kembali walau dengan sekuat tenaga Eren menahannya. Pandangan Eren semakin mengabur hanya yang tinggal beberapa langkah itu terlihat buram dan akhirnya kegelapan yang dilihatnya.
Brukk
Eren jatuh tak sadarkan diri ditengah guyuran hujan malam itu. Sosok hitam yang sedari tadi mengamati polah tingkah bodohnya Eren hanya bisa mendecih. Kini sosok hitam itu berdiri disamping Eren.
"Bodoh." gumamnya lalu merengkuh tubuh Eren dalam dekapannya dan menghilang menyatu dalam gelapnya malam berhujan.
Tbc