webnovel

ineffable

"the greatest strength is love"

shadinda · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
2 Chs

EP. 01

Hujan deras seakan mengetahui isi hati ku. Aku lelah, sejak tadi pagi aku berdiri diluar kelas, yah ini memang salahku juga karena aku datang siang dan aku juga tidak mengerjakan tugas.

Rasanya kakiku seperti ingin patah karena telah berdiri selama 2 jam lebih. Aku ingin duduk sebentar saja.

"Siapa suruh duduk?"

Terdengar suara nyaring yang berasal dari balik jendela mengangetkan ku. Aku reflek berdiri dengan posisi yang tegap tanpa menoleh kearah belakang.

Suara tertawa muncul dan membuyarkan pikiran ku yang sempat kaget. Aku menoleh mendapati seorang cewek berambut pendek dengan warna silver yang tidak mencolok. Dia adalah sahabatku, Reyna.

"Ah, gue pikir guru." aku mengerucutkan bibir sebagai tanda bahwa aku sedang kesal.

"Bu Dewi udah keluar kok, lo boleh masuk sekarang." Reyna memiringkan kepala dengan jari jempol yang menuju kearah kelas.

Aku masuk kedalam kelas dengan membawa ransel. Karena terlalu lelah aku langsung tertidur diatas meja. Namun hal itu terganggu karena suara hentakan kaki yang tiba-tiba saja memasuki ruangan kelas. Semua siswa menjadi hening, tampak dari seorang guru itu sepertinya ia akan membawakan hal yang tidak ingin semua siswa mendengarkan nya.

"Baiklah, bapak akan menginformasikan kepada kalian bahwa hari ini adalah ulangan."

Suara memelas, pasrah, dan marah bercampur aduk. Pasalnya guru itu bahkan tidak memberitahu kalau akan mengadakan ulangan.

Ting!

Suara pengumuman memenuhi seluruh penjuru kelas. Dengan seksama kami memperhatikan dan mendengarkan setiap kata yang diucapkan lewat pengumuman itu.

"Diberitahukan kepada seluruh siswa maupun para guru, harap untuk segera pulang sekarang juga. Karena akan ada badai, untuk itu dimohon untuk membubarkan kelas sekarang."

"Hore!" semua berteriak riang, karena tidak jadi ulangan. Termasuk aku sih, lagian hari ini aku benar benar lelah.

Seperti apa yang dikatakan pengumuman tadi, kalau badai akan terjadi bahkan hujan pun semakin deras menerpa tanah. Tidak ada pilihan lain selain menunggu untuk seseorang menyusul.

Karena Reyna membawa motor ia pulang terlebih dahulu, ia juga sudah menawariku untuk ikut namun aku menolaknya karena aku tak mau basah.

Aku berjalan ke tempat yang lebih sepi, aku melihat ke sekeliling memastikan bahwa tidak ada orang yang berada disini selain aku. Aku mulai mendekatkan telapak tangan ku dibawah hujan, air membasahi telapak tanganku membuat ku sedikit menggigil karena dingin.

Namun itu tidak masalah bagiku karena aku bisa mengubah air menjadi ice. Aku adalah Maria Clarin, panggil aku Karin. Aku mempunyai kelebihan yang jarang dimiliki manusia biasa. Aku bisa melihat aura tubuh yang berada di sekitarku, mengubah air menjadi ice, aku juga mempunyai kemampuan yang sangat aku sukai, aku bisa menghafal sebuah kata hanya dengan sekali membaca nya saja bahkan aku memiliki indera penciuman dan pendengaran yang sangat tajam.

Tidak mudah untuk menyembunyikan kekuatan ku dari orang orang. Karena menurutku kekuatan ku akan menjadi ancaman bagiku sendiri jika orang lain mengetahui rahasia ku ini.

Tanpa sadar aku sudah membekukan tembok koridor yang terkena cipratan air hujan.

"Aku kenal sama wangi tubuh ini."

Aku menoleh kearah sumber wangi itu, dan mendapati seorang cowok yang sedang melihatku dengan tatapan datar dan dingin. Seketika tubuhku mematung tak bisa berkata apapun selain berdiam diri di tempat. Ah benar benar hari yang sial, sepertinya aku ketahuan.

Langkahku tiba tiba mendekati nya, dan mulut ku berbicara tanpa ku perintah.

"Gue mohon jangan bilang siapa siapa tentang ini."

Dengan terpaksa aku harus memohon agar ia tidak membocorkan rahasia ku ini. Berharap ia akan menjawab tapi dugaan ku salah ia sama sekali tidak merespon apapun, ia tetap melihatku dengan tatapan datar dan dingin. Seolah ingin mengancamku dengan tatapan yang sangat aku benci itu.

"Gue akan ngelakuin apapun, apapun yang lo mau, gue janji."

"Apapun?" tanya cowok itu memastikan.

Ah sial, seharusnya aku tidak mengatakan itu. Dia benar benar ingin memerasku ya? menyebalkan sekali.

"Kalo gitu lo harus nurut apapun yang gue minta."

Dasar brengsek sialan, aku merasa bersalah karena telah mengatakan hal yang tidak tidak kepada nya. Rasanya aku ingin membekukan nya sampai menjadi patung es. Hujan mereda seiring waktu, aku pun sudah disusul oleh ibu ku.

Dalam perjalanan pulang aku terus memikirkan tentang kejadian di koridor sekolah. Jika dipikir-pikir dia cowok yang baik dan bisa menjaga rahasia. Eh, apaansih aku mikir yang enggak-enggak lagi, dari cara dia menyeringai aja udah gak meyakinkan. Ih serem banget!

Ibuku menepuk bahu, membuatku tersadar dari lamunan. Sambil mengemudi mobil, Ibu ku bertanya kepadaku.

"Gimana tadi di sekolah? Gak di hukum kan?"

Aku menoleh kearah jendela di samping ku, sebenarnya aku malas menceritakan kejadian tadi pagi karena aku masih sangat kesal dan kelelahan.

"Yaudah pasti kamu capek kan? kita makan yuk."

Setelah mendengar makanan senyuman lebar tercetak di pipi ku. Dengan segera aku mengiyakan ajakan Ibuku, Ibuku hanya tertawa kecil lalu kembali fokus untuk mengemudi.

to be continue...

shadinda, 29/2/20