webnovel

Scene 5

"Mengejutkan sekali melihatmu mampir lagi ke arena ini setelah sekian lama." Cassandra berkata di sebelah Ami. "Ada apa? Pada akhirnya berubah pikiran karena iblis itu tidak sesuai keinginanmu?"

Mereka berdua berdiri bersisian di salah satu podium berdiri yang tersedia. Semua bangku sudah terisi penuh dan Ami tidak mau bersorak-sorai di tengah makhluk-makhluk haus darah di bawah sana. Teriakan riuh, gemuruh penuh huru-hara, dan antusiasme yang tidak pernah berakhir, rupanya masih mengisi arena Tarung Baja di bawah tanah San Dimmo ini.

"Tidak, dia cukup berguna di sampingku." Ami menyangkal semua itu, pandangannya tertuju ke bawah, ke arena yang sedang dipenuhi api yang membara dari pertarungan yang sedang berlangsung. "Aku hanya tidak membawanya ke mari."

"Dan itu karena….?" Cassandra menanti.

Ami memutar bola mata. "Dia tidak begitu suka para penghuni Lingkar Amarah."

"Oh, dan aku kira dia bukan incubus pemilih."

"Oh, tidak, dia akan memasukkan kemaluannya ke lubang apa pun yang bisa memuaskannya." Ami tersenyum sinis. "Tapi untuk soal para penghuni Lingkar Amarah, kau tahu seperti apa mereka di ranjang. Pamor mereka sudah sangat terkenal."

"Masokis kelas berat pun jarang ada yang bisa bertahan bersama mereka lebih dari satu malam di ranjang," Cassandra mendengkus menahan tawa. "Ya, aku tahu itu."

[Seluruh penonton Tarung Baja!]

Suara keras terdengar dari dalam arena berbentuk persegi panjang itu. Arena yang dibandung di atas batu merah membara. Di sekeliling panggung, berdirilah undakan demi undakan podium yang bertumpuk tidak terhitung banyaknya sampai ke langit-langit.

Jelas ini bukan ruangan yang dibuat dengan konstruksi manusia. Sama seperti pintu menuju ke tempat ini.

Arena ini sudah ada di luar dimensi fana.

Ami menatap arena batu yang membara itu. Dari sini saja, panasnya sudah terasa. Bat-batu itu sengaja diberi panas yang normalnya akan membuat kaki manusia-manusia biasa melepuh. Sekadar untuk menghangatkan situasi dan pertarungan.

Namun makhluk-makhluk supranatural di kota ini menyukainya. Mereka membutuhkan sebuah pelepasan setelah lelah menyaru ke kerumunan manusia. Pelepasan penat dan stress karena harus mengkuti aliran moral dan kehidupan manusia yang benar-benar absurd untuk mereka.

[Akhirnya acara pertarungan yang kalian tunggu-tunggu telah tiba!] Pembawa acara itu berkata dengan senangnya. [Tumpahkan darah, mengamuklah, hancurkan semua penghalang yang ada untuk meraih kemenangan dan kekuatan langsung dari Baginda Satan sang Penguasa Lingkar Amarah!]

Penonton bergemuruh liar. Mereka menggebuk-gebuk bangku penonton. Tangan mereka meraih-raih udara, bersorak sorai ramai.

"Kau belum menjawab kenapa tidak membawanya ke sini." Cassandra tiba-tiba bicara lagi. Mengembalikan mereka ke topik yang semula. "Dia peliharaanmu, kan? Kau bisa saja menyeretnya ke sini. Lagipula dia Incubus. Jika bukan dari nafsu liar, mereka hidup dari mana? Kalau dia tidak pemilih seperti yang kau katakan, seharusnya menangani tiga sampai lima penghuni arena ini bukan masalah buatnya."

Sejujurnya Ami bukannya tidak memikirkan itu. Lulu punya pengalaman menangani banyak pelanggan dalam satu malam, dari lingkar mana pun. Tapi kalau sudah menyangkut lingkar yang paling tidak ia sukai: Lingkar Amarah….

"Dia…." Ami berhenti bicara sejenak. "Katakan saja, aku tidak mau mendengarnya bawel dan merengek sepanjang malam karena harus mengencani salah seorang dari penghuni Lingkar ini."

Tiba-tiba tawa Cassandra pecah di sebelah Ami, meninggalkan gadis itu terdiam tanpa ekspresi seorang diri.

"Apa barusan aku berkata sesuatu yang lucu?"

Perempuan berambut panjang itu berhenti tertawa. "Oh, tidak, tidak Ami Sayang. Kau hanya, yah, bagaimana aku mengatakannya, ya, hmm…." Cassandra mengibaskan rambut indahnya. "Kau terdengar sangat memahaminya."

"Bukan pekerjaan sulit untuk memahami makhluk yang otaknya hanya berpusat di lubang tubuhnya seperti dia." Ami menjawab dengan mudah, tapi ia sadar, wajah Cassandra berubah aneh. Ami mengerutkan kening melihat binar nakal di mata gadis itu. "Apa?"

"Oh, tidak, tidak apa-apa," Cassandra mengedikkan bahu. "Hanya saja, apa kau pernah bercermin? Kau pernah melihat wajahmu sendiri saat mengatakan semua itu?"

Ami mengangkat sebelah alis, tidak begitu paham maksud dari kata-kata Cassandra. "Aku tidak paham, apa maksud—

Sebuah pedang tipe claymore melintas membelah udara. Tepat di tengah-tengah antara Cassandra dan Ami. Keduanya jelas bisa menghindar tepat waktu, tapi seseorang di belakang mereka tidak seberuntung itu. Tubuh imp yang mungil itu dipaku ke tembok seperti hiasan. Darah mereka yang panas dan pedas menciprati wajah Ami.

Di belakang, kematian satu imp itu malah jadi sorak sorai para penonton yang semakin liar.

Ami menatap claymore merah-hitam yang familier itu. Wajahnya berubah dari tidak minat, jadi tidak senang. Di seberang, Cassandra menunjukkan wajah yang kurang lebih sama. Jelas mereka tahu siapa yang bisa berbuat senekat itu.

"Wah, wah, ke mana tangan licinku itu berulah, ya?" Suara familier juga arogansi yang familier dari dalam suara itu. Ami menoleh ke arah arena yang kini sudah penuh darah.

Ah, rupanya satu lagi pertarungan sudah selesai di sana.

Menyisakan hanya satu orang petarung yang berdiri.

Lelaki berkulit tembaga itu berdiri tanpa baju, hanya dengan sebuah celana hitam yang menutupi separuh bawah tubuhnya. Otot-ototnya massif, tapi itu tidak berarti menjadikan tubuhnya tampak wajar bisa mengangkat pedang itu.

Tidak kalau kenyataannya, pedang yang baru saja dia lemparkan adalah pedang yang langsung ditempa di Lingkar Amarah.

"Hei, semuanya! Lihat siapa tamu lama yang memutuskan untuk datang ke mari! Sang Algojo, Calamity!" Seketika ribuan pasang mata menoleh ke arah Ami. Hanya dirinya seorang. "Pedangku kelihatannya sangat merindukan darahmu, Algojo-ku tersayang!"

"Otaku dang seperti biasa." Cassandra menghina. "Bagaimana bisa Corniss memimpin salah satu legion Satan, itu masih menjadi pertanyaanku."

"Tidak penting." Ami menjawab, meraih claymore milik Corniss. "Yang penting adalah, aku ada urusan malam ini dengannya dan harus selesai sekarang juga."

Pedang di tangan Ami melawan, tentu saja. Ia tidak suka dipegang selain oleh tuannya. Tapi Ami tidak punya waktu untuk berbasa-basi. Meski duri-duri muncul melukai pergelangan tangannya dan keinginan pedang itu untuk meminum darahnya jadi terkabul, Ami tetap tidak melepaskan pedang itu dan malah melemparkannya langsung ke tengah arena. Sekuat mungkin.

Hingga seluruh podium berguncang karenanya.

"Kau hobi sekali pamer saat masuk, ya!" Cassandra mengomel.

"Kehebohan harus dijawab dengan kehebohan yang sama." Ami menaiki pagar pembatas. "Sampai jumpa nanti, Cassey."

Cassandra berdecak. "Kau dan otak batumu itu….!"

Sebelum mendengar kelanjutan hinaan dari temannya itu, Ami melompat turun ke arena Tarung Baja, langsung berhadapan dengan Corniss, salah satu panglima legion dari Satan sendiri. Orang yang bisa mewakilinya untuk sebuah tanda tangan persetujuan penarikan kontrak malam ini.

***

"Hai, hai, hai, Algojo kesayangan kami semua." Corniss mengangkat claymore miliknya, mengayunkannya seperti mainan, sebelum menyandarkannya di punggungnya seperti pedang yang ringan. Pedang itu menyala merah di punggung Corniss dan tampak berdenyut hidup. "Apa yang membawamu akhirnya kembali pulang, hm?"

"Kalau kau lupa," Ami melipat tangan di depan dada. "Dokumen transmigrasiku ke San Dimmo masih ada. Jadi jangan sembarangan bicara soal masa tinggalku, Keparat. Kecuali kau ingin merebut tempat tinggalku, aku akan benar-benar membunuhmu saat itu juga."

"Oh, menakutkan sekali." Corniss mencebik. "Omongan yang sangat besar untuk seorang majikan binatang dari Lingkar Nafsu."

Ami mengerutkan kening.

"Katakan padaku, Ami, sejak kau menolak tawaran untuk menjadikan salah satu imp dari Lingkar Amarah ini sebagai jangkarmu di luar Limbo," Corniss menyeringai dan deretan gigi geliginya yang mengilap seperti besi gergaji pun tampak. "Apa anjing birahi itu berguna? Jauh lebih berguna dari iblis-iblis petarung lain yang mungkin bisa membantumu menagih kontrak-kontrak yang hampir jatuh tempo?"

Kekesalan Ami semakin menumpuk saja.

"Oh, aku rasa jawabannya tidak, ya, hm?" Corniss bermain-main. "Kalau dia sedikit lebih berguna, dia yang ada di sini sekarang, bukannya kau yang bersusah payah ke mari."

"Dan apa gunanya … incubus dari Lingkar Nafsu di arena pertarunganmu, Corniss?"

Corniss mengedikkan bahu. "Yah, entahlah." Tapi wajahnya tidak menunjukkan kebingungan sama sekali. "Aku dengar ada beberapa spot sepi yang cocok untuk menghibur anak-anakku di sini. Aku rasa dia cocok ada di sana."

Sang jenderal Lingkar Amarah pun tertawa.

"Oh, tapi siapa yang sedang aku tipu?" lanjutnya. "Kalau kau sampai masih perlu mencari pelampiasan di sini, artinya bahkan di ranjang pun dia defective, ya? Wah, kalau begitu dia sudah kehilangan kegunaannya. Benar-benar sama seperti sampah, ya? Mengherankan sekali kau tidak membuangnya."

"Ya, aku juga heran." Aku mengepalkan tangan dan kemudian dari udara kosong, kobaran api terlihat di tangannya. Berputar seperti tornado yang membara. "Kenapa mulut dan otakmu masih belum dibuang juga padahal sudah bermilenia lamanya, tidak pernah menunjukkan kegunaannya, Corniss."

Kobaran api di tangan Ami menghilang seketika dan sebagai gantinya, claymore besar muncul dalam genggaman. Claymore dengan warna merah dan hitam dengan ukuran sama besar seperti milik Corniss. Warna merah di claymore milik Ami membara.

"Tapi setidaknya tanda tanganmu masih berguna malam ini, Corniss," ujar Ami. "Aku perlu itu untuk kontrak Tuan Satan yang sudah hampir jatuh tempo. Jadi, bisa kau serahkan itu? Sebelum kau pulang tanpa tangan lagi malam ini?"

"Kau…." Corniss menghunuskan pedang, mengarahkannya pada Ami. "Dasar jalang berengsek penghisap lubang incubus!"

"Dasar Jenderal Tengik maniak darah!"

Malam itu pun pada akhirnya menjadi malam paling bising di dalam Tarung Baja, setelah lima tahun terakhir sama sekali tidak ada kebisingan yang membuat penonton begitu meriah seperti tadi.

***

Ami pulang dengan kesal. Seluruh badannya sakit semua. Pertarungan dengan para pemegang kontrak mungkin masih bisa ia toleransi, tapi jika sampai bertarung melawan pimpinan Iblis semacam Corniss, tulang punggungnya juga sudah ada batasnya.

"Apa aku sudah mulai berumur, ya?" Ami memukul-mukul pelan punggungnya.

Di tangannya, papan kontrak telah resmi mendapat tanda tangan kedua belah pihak pemilik kontrak ganda. Menyatakan bahwa apa pun yang terjadi, mereka tidak akan ikut campur dalam urusan penagihan kontrak ini maupun mempermasalahkannya. Dan apa pun yang terjadi kepada pemegang kontrak satu sama lain telah ada di luar tanggung jawab mereka, tidak akan mereka permasalahkan, karena kontrak sudah dilanggar.

Ami tidak habis pikir. Bisa-bisanya Manusia berpikir mendapatkan apa yang mereka inginkan secara gratis. Surga saja harus dimasuki dengan rasa sakit dan mereka berharap kontrak kemudahan yang diberikan Iblis tidak akan mengandung konsekuensi apa pun? Sudah beratus milenia berlalu dan pikiran naif anak-anak Adam tidak pernah berkembang.

Dan Ami benci dirinya menjadi bagian dari kaum ini, tanpa ia pernah menyetujuinya.

Ia melihat isi kontrak ganda yang sempat membuatnya kena masalah itu.

"Eulis Mallory … Eugene Mallory…." Ia mengernyit, menyadari tanggal dan tahun mereka berdua sama. "Kembar?"

Pantaslah Asmodeus menanda tangani langsung kontrak ini. Jiwa kembar … selalu menarik perhatian entitas lain, selain jiwa yang memang terlahir kuat. Jiwa kembar menarik iblis seperti kucing tertarik pada kaleng ikan. Rasanya seperti memenangkan dua jiwa dalam satu kali tarikan.

Ia harus segera menyelesaikan ini sebelum bertambah parah. Tapi Ami tahu, ia tidak bisa mengerjakan ini sendiri. Kliennya kembar, jadi ia harus menyelesaikannya juga tidak sendiri—

Langkah Ami terhenti di depan pintu flat miliknya. Ada aroma yang tidak begitu menyenangkan tercium bahkan dari pintu yang tertutup.

Aroma seks.

Dan aroma Pria Manusia.

Ami langsung cemberut saat membuka pintu, pikirannya sudah mengira yang terburuk.

Dan, oh, wow, dia memang sudah seharusnya bersiap untuk yang terburuk.

***