webnovel

PENYESALAN

Ara masih bingung sepeninggal neneknya itu, ia ingin tahu kemana Ayahnya pergi namun ketika ia ingin memanggil Neneknya kembali sebuah suara dari belakang mengejutkannya:

"Ara sudah pulang sayang... bagaimana Ade, masih bobo..??"

Ara segera menoleh ia tak percaya ternyata itu adalah suara Ayahnya. Wujud Ayahnya dengan badan penuh lumpur dan bau amis, di tangannya pun terdapat wadah yg berisi beberapa ikan yg lumayan besar. Ara hanya mengangguk sambil segera mencium tangan Ayahnya tersebut, ia tak peduli dengan tangan laki-laki itu meski kotor dan berbau.

"Ko Ara belum ganti baju.. ?? sana ganti baju dulu nanti kita makan sama-sama.. kebetulan tadi pagi Ayah di ajak teman Ayah yg lagi panen ikan dan Alhamdulillah dapat segini.." ucap Ayahnya lagi sambil menunjukkan wadah ikan tersebut, lagi-lagi Ara hanya mengangguk ia kemudian bergegas masuk kedalam kamarnya.

Ara masih sedikit ragu akan sikap Ayahnya itu karna sangat berbeda dgn keadaan di waktu pagi, apalagi ketika laki-laki itu mengajaknya makan bersama tatkala ikan itu sudah matang. Begitu cerianya raut wajah itu, senyumnya yg hangat selalu menghias di bibirnya bahkan ketika sedang makan Ara tak lepas-lepasnya menatap wajah tersebut, ia merasa Ayahnya seperti tak ada beban dan peristiwa pagi itu seperti tak pernah ada dan terjadi. Namun ia tak ingin merusak suasana indah itu dengan pertanyaan-pertanyaan bodohnya, Ara tak peduli apa dan bagaimana yang sebenarnya sedang terjadi. Karna yg sekarang ia tahu dan yang sedang ia rasakan sekarang adalah bahagianya moment bersama sang Ayah. Ia pun melanjutkan makan siangnya,

"Nanti sore pasti bundamu senang karna kita bisa makan enak seperti sekarang.." ujar Ayah Ara di sela-sela kesibukannya mengunyah makanan, Ara mengangkat kepalanya dan mengerutkan dahinya karna kaget mendengar ucapan sang Ayah. Ia pun sedikit tersedak, Namun ia tak bisa berkata apa-apa, yg ia rasakan hanya rasa haru, bahagia dan nyaman. Mungkin itulah hikmah dari kisah sedihnya tuk hari ini sampai tibanya waktu sang bunda pulang bekerja, Meski pemandangan buruk harus ia nikmati kembali.

Saat ini bunda Ara tidak harus pulang larut malam seperti waktu Ara masih kecil dulu karna perusahaan itu sudah berkembang pesat hingga jadwal kerja nya sesuai dengan yg di tentukan pemerintah yakni 8 jam perhari, dengan demikian jam 5 sore saja bundanya sudah sampai di rumah. Hanya saja ketika berangkat bekerja bunda Ara harus lebih subuh untuk menghindari kemacetan karna masuk kerjanya pukul 07:00.

Setibanya di rumah wanita itu langsung menggendong jagoan kecilnya yang memang masih membutuhkan ASI darinya, namun tak ada satu penggal kata pun terucap dari bibir wanita tersebut. Ia hanya terdiam, Ara pun tak berani bertanya. Bahkan ketika sang bunda makan malam, beliau hanya memainkan sendok di piring yg sudah berisi nasi lengkap beserta lauknya. Sepertinya ia tak berselera meski sang suami telah mencarikannya ikan seenak itu, atau mungkin ia terharu dengan jerih payah sang suami. Butir-butir airmata sudah mulai terlihat di pipinya, isakkannya pun samar-samar terdengar. Meski begitu bunda Ara tetap melanjutkan makan malamnya sambil sesekali menyeka airmata.

Ara tertegun melihat tingkah sang Bunda, hatinya terasa terhenyak lebih perih dari semua luka yang ia alami. Malam ini ia lalui kembali dengan deraian airmata, Padahal ia berharap sang bunda bisa bersikap seperti Ayahnya yang mampu menyampingkan keegoisan demi sang anak meski Ara tau sang Ayah juga sangat terluka, namun ternyata tidak dengan ibundanya.

Kesedihan sang Bunda menambah rentetan kisah kelam hidup Ara apalagi Bundanya itu mau kembali pada Ayahnya hanya ingin menyelamatkan hidupnya yg hampir di ambang kematian, yang membuat Ara seakan sangat menyesali keinginannya dulu. Namun nasi sudah menjadi bubur, semuanya sudah terjadi meski kadang Ara berharap waktu bisa di putar. Hingga ia tetap berada dalam kematian karna itu mungkin lebih baik baginya dari pada ia harus hidup dengan selalu berhias airmata kedukaan bahkan selalu menyaksikan orang-orang yg disayanginya saling menyakiti.

Waktu demi waktu yang terlewat, telah menjadi untaian doa di setiap inci perkembangannya. jalan hidup yg ia daki semakin curam dan tajam, kadang Ara merasa dirinya memang harus menyerah pada waktu. Karna Keadaan keluarganya semakin hari semakin memprihatinkan, orang tuanya masih saja seperti kemarin selalu bertengkar dan bertengkar. Kali ini Peristiwa itu bermula dari Ara yg memberikan surat kepada Ayahnya, surat dari pihak Sekolah yg menjelaskan rincian sejumlah biaya yang harus di bayarkan karna Ara akan menjalani ujian kenaikan kelas dua. Semula ia merasa orang tuanya baik2 saja perihal program sekolahnya itu, karna selama ini Ara beranggapan orang tuanya bertengkar karna masa lalunya dulu. Namun belakangan ini baru Ara sadari bahwa pemicu konflik dalam keluarganya ialah berkaitan Dengan biaya sekolahnya. Pantas saja setiap tiba tanggal pembayaran SPP org tuanya selalu bertengkar hebat, tak jarang Ara menyaksikan bundanya menangis meski dalam keadaan tertidur sekalipun. Mungkin ia merasa tertekan karna harus membiayai semua kebutuhan keluarganya seorang diri, karna sang suami tak bisa membantunya. Tentu saja hal ini membuat Ara berpikir ulang tuk bisa melanjutkan sekolahnya, ia tak ingin membebani sang bunda.

"Mungkin berhenti sekolah itu jalan yg terbaik.." pikirnya.

Lalu bagaimana pendapat sang Bunda setelah ia tahu Ara akan berhenti sekolah.. ?? Yakinkah Ara dgn keputusannya.