webnovel

ATASAN

"Jadi gimana... apa Ara sudah mau minta maaf sama pak Raffadil ?? beliau ini atasan kita lho.. masa kamu bersikap kaya gitu sama atasan !!" suara paman membuyarkan pikiran Ara, yang kala itu sang paman baru kembali dari dapur membawa kotak P3K. Gadis itu hanya tersenyum canggung seraya mengusap tengkuknya yang tak gatal.

Yah .. Fadil adalah anak dari pemilik kedai itu, Ia menggantikan posisi Ayahnya atas kemauannya sendiri. Hal ini bermula dari kekhawatirannya pada sikap Alfan terhadap Ara, dimana laki-laki itu terlalu memaksakan kehendaknya kepada gadis tersebut.

Awalnya Fadil tidak mau ikut campur jika saja dari awal Alfan mau berterus terang padanya dan sikapnya tidak begitu keterlaluan, namun beberapa kali Fadil bertanya perihal Ara, sahabatnya itu selalu saja mengatakan bahwa ia tidak menyukainya bahkan berkesan menghina gadis tersebut. Namun pada kenyataannya tatkala Fadil menyelidiki tanpa sepengetahuan Alfan, laki-laki itu selalu berusaha mendekati Ara dan selalu memaksa hingga membuat Ara ketakutan. Hal tersebut memancing kepedulian Fadil terhadap Ara, ia berasumsi bahwa Alfan sepertinya hanya ingin mempermainkan gadis itu, tidak ada keseriusan dimatanya. Jika memang ia ingin serius kenapa Alfan selalu menghinanya didepan Fadil, sedangkan di belakang Fadil laki-laki itu mati-matian mengejarnya. Meski sahabatnya sendiri, namun Fadil tidak menyukai orang yang munafik.

Oleh sebab itu Fadil meminta sebagian kecil usaha Ayahnya tersebut untuk ia kelola sendiri atas namanya supaya ia bisa lebih leluasa melindungi Ara dari dekat, Entah kenapa semenjak perlakuan Alfan kepada gadis itu ia sangat peduli pada Ara namun yang pasti ia tidak ingin Alfan menyakiti gadis tersebut. Itu sebabnya Fadil tahu semua data pribadi Ara karna ia sudah melihatnya dari resume pegawai, hal itu juga yang membuat paman Ara tau bahwa ban motornya di rusak dengan sengaja oleh seseorang hingga atas bantuan Fadil sang paman diizinkan meminjam motor pemilik bengkel.

Paman Ara juga baru mengetahui bahwa Fadil adalah anak pemilik kedai, tiga hari yang lalu saat ban motornya bocor.

"Jadi bener laki-laki ini pengganti pak Affandi.. !! Astaga Ra..". pikirnya dalam hati. Hilang sudah keganasannya yang tadi ia luapkan kepada Fadil, Sementara Fadil masih terlihat sibuk dengan lukanya.

"Tidak perlu paman, Toh memang aku yang salah karna tidak memberitahukannya dulu.. setidaknya aku tahu bahwa ternyata pegawai di kedai ini begitu sangat mengagumkan tentang kedisiplinan hingga tidak mau mentolerir sedikit pun pengunjung yang tak patuh. Jadi aku tidak ada alasan untuk memecatnya, bukankah begitu paman..??" Belanya.

"Tuh kan paman .. dia juga ngerti, kenapa Ara harus minta maaf." Ucapnya bangga.

"Ara .. jaga sikap mu, panggil beliau bapak..!! kamu itu ga..."

"Harusnya seseorang bisa menebus kesalahpahamannya itu dengan mengobati lukaku ini ya Paman..". Sindir Fadil memotong perkataan sang paman dengan raut muka yang dibuat semelas mungkin.

"Oh... tentu pak.. Ara adalah gadis yang bertanggung jawab dia pasti bersedia mengobati luka bapak.. bukan kah begitu Ra..??". ujar sang paman seraya menarik tangan Ara supaya lebih dekat dengan atasannya itu. Ara hanya menuruti perintah sang paman sedang dalam hatinya memaki dengan sangat geram.

"Cengeng banget siih segitu aja lebay."

"Baik pak.. biar Ara bantu..!!" Ucapnya semanis mungkin. Ara berdiri tepat di samping Alfan.

"Ok paman.. meeting kita cukup sampai disini, aku tidak harus memperkenalkan diri lagi karna kita sudah saling kenal. Dan paman ga perlu sungkan.. silahkan kembali bekerja." Fadil mempersilahkan paman untuk meninggalkan tempat tersebut.

Ara berdehem kepada sang paman dengan harapan sang paman akan mengajaknya juga atau paling tidak menunggunya sebentar sampai pekerjaan mengobati atasannya itu selesai, namun sang paman terus melenggang pergi tanpa memperdulikan kode-kode yang Ara berikan.

"Sial.. sial.. sial.. kenapa harus kaya gini siiihh". Rutuknya dalam hati.

"Apa Ara akan terus berdiri disitu membiarkan luka kakak mengering dengan sendirinya.. ??" Suara Fadil kembali bergema.

" Oh... Iya.. baik pak..!" jawabnya buru-buru, ia menyambar kursi didepan meja Fadil.

"Leher kakak tidak sepanjang itu Ra..". protesnya lagi.

"Astaga.. maunya orang ini apa sih". lagi-lagi Ara memaki dalam hati. Ia langsung berdiri,

"Maksud bapak gimana ya.. ??" Tanya nya bingung. Alfan langsung berdiri dan menarik kursi itu tepat disampingnya. Kemudian ia menatap wajah Ara seraya menepuk-nepuk kursi itu pertanda bahwa Ara harus duduk disampingnya.

"Apa-apaan ini.. ga gitu juga kali". protesnya seraya bersedekap tangan.

"Terserah.. kalau Ara ga mau tinggal pilih, duduk di sini atau duduk di rumah dengan begitu besok Ara tidak harus datang ke sini lagi..!!" Ancam Fadil.

"Maksudnya Ara dipecat.. ??" tanya nya kaget.

"Bisa dibilang begitu, jadi gimana ?? mau duduk disini (menepuk kursi) atau duduk dirumah... atau Ara justru mau duduk disini ??(menepuk meja didepannya).. kalau didepan meja justru lebih Deket banget kan." Usil Fadil membuat Ara semakin geram. Gadis itu tengah berpikir keras, Jika memilih duduk di rumah artinya ia harus berhenti padahal Ara masih butuh pekerjaan itu, sedangkan jika harus duduk dimeja.. idiihhhh amit-amit pikirnya.

"Ok.. ok.. Ara pilih duduk di kursi.." jawabnya ketus, seraya menduduki kursi tersebut Sementara Fadil tersenyum puas penuh kemenangan.

"Ara ga usah panggil Kakak bapak.. manggil seperti biasa aja, kita kan udah begitu dekat .." Ujar Fadil disela sela kesibukan Ara membuka kotak P3K. Sedang gadis itu tidak begitu memperdulikan perkataan Fadil, ia tetap sibuk dengan aktivitasnya dengan mulut sambil komat-kamit karna kesal.

Ara mulai menyobek kapas dan menuangkan sedikit alkohol untuk membersihkan luka tersebut, ketika akan mengeksekusinya perasaan Ara mulai ragu. Ini kali kedua ia begitu dekat dengan seorang laki-laki, jika dulu Ara tanpa sadar memeluk Diqi namun kali ini ia tersadar meski hanya menyentuh bagian leher Fadil namun jarak keduanya sangat dekat.. sangat sangat dekat hingga Ara bisa merasakan hembusan hangat nafas laki-laki itu ditelinga kanannya. Sontak Ara langsung bangkit, namun tanpa disengaja ia membentur hidung Fadil hingga berdarah. Mungkin karna saking refleksnya ia bergerak hingga menghasilkan benturan yang begitu keras, di tambah lagi posisi Fadil yang kala itu ikut menengok karna terlalu fokus menatap Ara.

Maklum lukanya memang terlalu kecil hingga Ara harus menunduk, apalagi luka tersebut adanya di bagian leher dalam sebelah kanan namun posisi duduk Ara justru di sebelah kiri hingga bisa dibayangkan posisi mereka sedekat apa, bahkan dari jarak pandang posisi paman Ara berdiri pun ia langsung menghindari pemandangan tersebut.

"Aww..." pekiknya. Darah langsung bercucuran dari hidung Fadil, mungkin dia kualat karna sudah mengerjai gadis sepolos Ara.

Sementara Ara langsung panik, gadis itu langsung mengambil tisu dan menempelkannya dihidung Fadil.

"Aduh maaf pak.. Ara ga sengaja.. gimana ini.." ucapnya ketakutan, dengan tangan terus memegangi tisu dihidung Fadil. Melihat kepanikan Ara justru membuat Fadil terkesima, gadis itu terlihat imut dengan selalu memain-mainkan bibirnya yang kadang ia manyunkan, sesekali ia masukkan bibir atasnya itu kedalam mulut atau justru kadang keduanya Hingga membuat jantung Fadil kian berontak.

Ara begitu sangat lugu hingga tanpa sadar kelakuannya itu justru membuat gejolak hasrat Fadil meningkat, pantas saja Alfan begitu sangat penasaran terhadapnya. Ia akui Ara bukan termasuk tipe wanita yang cantik tapi ia justru sangat memikat, apalagi senyumnya yang begitu manis meski jarang terlihat.

Ara masih fokus dengan tangannya yang memegangi tisu di hidung Fadil, tanpa sedikitpun ia menatap mata laki-laki tersebut karna sedari tadi ia hanya memperhatikan hidungnya saja. Berulang kali ia lap hidung itu agar darah yang keluar cepat berhenti. Sudah banyak tisu yang ia gunakan, namun sang pemilik hidung malah hanyut dengan dunianya sendiri.

Sepintas fokus Ara beralih pada bibir Fadil, diatas bibir itu terdapat tahi lalat yang tidak begitu besar namun sangat manis bahkan dibagian bawahnya juga ada. Ara langsung tersenyum karna menurutnya itu sangat indah dan membuatnya suka. Namun tiba-tiba tangan Fadil mengelus bibir Ara seraya mendekatkan wajahnya hingga nyaris menyentuh, dengan sigap Ara langsung berdiri.

"Maaf pak.. lukanya sudah Ara obati, darah dihidung juga sudah berhenti.. Ara pamit kebelakang." Ujarnya seraya membereskan kotak P3K.

"Maaf kan Kakak Ra.. kakak ga bermaksud begitu.." Sela Fadil memelas. Sedang Ara tetap pergi dari hadapan atasannya tersebut.