webnovel

IMAGINAREAL - ZARREL

Suatu hari Zarrel bertemu dengan rohnya Verlyn, ia meminta tolong agar dicarikan barang bukti oleh si pelaku yang sudah membuat dirinya koma selama ini. Pelaku sudah diketahui, hanya barang bukti saja yang hilang. Zarrel pun mulai melewati harinya yang penuh menegangkan. Menghindari maut yang setiap kali mengincar dirinya. Ketika barang bukti berhasil ditemukan, ternyata itu belum selesai. Hal mengerikan kembali terjadi dihari berikutnya. Kejadian tidak terduga mulai bermunculan. Dan lagi-lagi mengincar nyawa mereka. Karena tidak ingin terus berada dalam bahaya, akhirnya Zarrel dibawa kembali orangtuanya ke Filipina agar tidak bertemu Verlyn lagi. Disana Zarrel merasa tidak bebas dan merasa tidak nyaman. Akhirnya selang beberapa bulan berlalu, ia pun kembali ke Indonesia bersama orang baru yang menjadi teman serumahnya. Karena mereka sama-sama memiliki kelebihan sensitif pada hal mistis, mereka pun melakukan petualangan bersama. Bagaiamana petualangan Zarrel kali ini? Misteri apa lagi yang akan ia hadapi? Akankah ia berhasil mengindari maut yang mungkin megincarnya lagi? Bacalah kisah selengkapnya.

Votavato · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
75 Chs

CHAPTER 27

Audrey.

Kenapa dia bisa ada di sini?

Aku segera memperhatikan keadaan sekitarku. Barang kali ada yang lain turut memperhatikan perbuatan bodohku tadi. Syukurlah hanya ada dia.

"Lo pacarnya anak autis ini?" tanya Audrey memecahkan keterpakuanku. Lalu menunjukku dengan lirikannya.

"Kalau iya kenapa? Lo siapa?" Verlyn menjawab.

Aku hanya diam memperhatikan wajah Audrey yang ada tepat di hadapanku. Ia memutar kursinya lalu kembali bersuara, "Lo yakin mau pacaran sama dia?" tanyanya pada Verlyn dengan menunjukku lewat gerakan dagunya.

"Maksud lo apa?" tanya Verlyn memicingkan mata tanda penasaran.

"Zarrel it--"

"Keluar dari kelas ini sekarang!" seruku dingin. Aku tidak ingin ia mengatakannya.

"Gue rasa lo harus lebih mengenal siapa orang yang lo pacari saat ini, Verlyn," ucapnya sebelum akhirnya pergi keluar dari kelasku. Namun, sesampainya di ujung pintu aku masih dapat melihat seringainya.

"Zarrel, apa kamu bisa jelasin apa maksud dia tadi?" Verlyn menggenggam satu tanganku memintaku untuk menjelaskan perkataan ambigu dari orang itu. Belum saatnya.

"Kita ke kantin aja, yuk! Aku sudah lapar,"

"Ah, o-oke!" Aku masih dapat merasakan bahwa saat ini Verlyn pasti tengah menatapku penasaran. Untung Verlyn tidak termasuk orang yang terlalu ingin tahu urusan orang lain.

________

Untuk jam pulang sekolah kali ini,i aku meminta Verlyn untuk pulang lebih dulu. Aku memberitahukannya kalau aku akan pergi ke toko buku jadi dia tidak perlu menemaniku. Lagi pula Verlyn alergi dengan aroma kertas baru.

Jadilah aku sampai di toko buku yang berada tidak cukup jauh dari sekolah, aku hanya jalan kaki ---padahal tadi Verlyn mau dia yang antar pakai mobilku tapi aku nggak mau. Sebenarnya aku tidak murni mencari buku di sini. Melainkan bertemu dengan Audrey. Aku penasaran, bagaimana bisa dia menemukan keberadaanku.

Aku segera masuk ke dalam. Seperti pengunjung normal lainnya aku seolah-olah melihat-lihat dulu buku novel terbaru yang jadi best seller.

"Sepandai-pandainya merpati terbang, akan ada saat di mana ia lengah dan pemburu berhasil menemukannya." ucap suara cewek yang tiba-tiba ada di belakangku. Itu suara Audrey. Suaranya serak, dan... itu adalah ulahku.

Seolah di perintahkan, aku dan dia sama-sama memilih buku lalu pergi ke pojok untuk duduk dan membaca. Tapi, dalam hal ini kami hanya berpura-pura.

"Apa mau lo sekarang?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Mau gue? Gue mau lo tanggung jawab atas apa yang sudah lo lakuin ke kakak gue!"

"Ck, sudah berapa kali kubilang, Drey! Aku it---"

"Gue nggak percaya sama lo! Lo ngarang doang biar lo dapat simpati dari orang-orang."

"Terserah, Drey! Aku itu sudah tenang di sini. Kamu nggak usahlah usik-usik kehidupan orang lagi,"

"Apa? Lo bisa tenang? Bisa-bisanya lo tenang setelah apa yang lo lakuin ke kakak gue?!"

"Kakak kamu itu sakit, Drey!"

"Lo yang sakit, Zarrel. Nggak ada orang sehat dan waras yang berani bunuh orang!"

"Maaf, Mba, ini toko buku. Kalau mau ribut di luar aja!" tegur salah satu karyawan toko. Aku hanya memutar bola mataku malas.

Sepertinya percuma jika aku lanjutkan perdebatan ini. Audrey memang harusnya dirukiyah saja agar dia sadar mana yang salah mana yang benar.

Aku segera pergi meninggalkannya yang masih penuh emosi. Melihatku dengan ekor matanya seolah aku harus segera dilenyapkan.

Aku tak langsung pulang ke rumah. Melainkan pergi ke suatu tempat yang mana beberapa hari yang lalu pernah aku lihat. Yaitu jembatan gantung yang berada di atas sungai yang mengalir deras di bawahnya.

Tapi, tunggu... itu kan Verlyn. Ngapain dia di situ?

_____

"Verlyn!" seseorang baru saja sampai di samping Verlyn. Verlyn tidak merespon melainkan hanya memberikan tatapan datarnya.

"Lo masih marah sama gue?"

"Menurut lo?"

"Ayolah, Verlyn. Kejadiannya itu sudah lama. Biarlah yang lalu biarkan berlalu. Gue yang dulu itu bukan lagi gue yang sekarang. Please, percaya sama gue kalau gue itu sudah berubah." ucap orang yang tak lain adalah Ranja --- sahabatnya yang dulu berkhianat.

Verlyn hanya memandang ke arah Ranja untuk memastikan kalau orang yang berada di sampingnya saat ini sudah sungguh-sungguh menyesali perbuatannya dahulu.

"Ya, terserah lo,"

"Gitu terus bilangnya. Tapi, terima kasih, ya, Verlyn, sudah ngasih gue kesempatan." kata Ranja dengan memeluk erat tubuh Verlyn. Tanpa sepengetahuannya Ranja memberikan tanda oke kepada sebuah mobil yang berada cukup jauh dari tempatnya.

Dan, tanpa sepengetahuan mereka juga Zarrel memperhatikan semuanya. Ada yang nggak beres-- pikirnya.

______

"Zarrel!"

"Hm?"

"Kamu ke mana aja tadi?"

"Nyari buku,"

"Buku apa? Mana bukunya?"

"Numpang baca doang nggak beli,"

"Ha? Kamu berjam-jam di situ cuma numpang baca doang?"

"Iya, abis aku nggak punya duit soalnya."

"Ck, dasar malu-maluin aja,"

"Biarin aja, sih, karyawannya aja biasa aja tuh."

Verlyn tak lagi menyahut. Ia terpaku melihat pemandangan langit malam lewat atap rumah Zarrel. Ia memikirkan mau sampai kapan ia tinggal di sini terus. Ia tidak mungkin terus-terusan menumpang.

Zarrel pun sama. Ia turut terdiam dengan lamunan panjangnya. Bagaimana jika Audrey membocorkan masa lalunya ke Verlyn? Bagaimana jika sampai Verlyn tahu dan memandang jijik padanya? Bagaimana jika Verlyn meninggalkannya? Ia lelah memikirkan semua hal itu.

Keduanya sama-sama terdiam menikmati hening yang ada. Sampai tiba-tiba suara getaran ponsel Zarrel mengusik.

"Hallo?"

"Hallo, Zarrel! Ini gue Audrey, jangan tanya dari mana gue dapat nomor lo. Yang jelas ibu lo dalam bahaya sekarang!" ucap seorang cewek di seberang sana dengan nada yang terburu-buru.

"Kamu di mana?! Apa yang terjadi sama mamaku?!"

...