webnovel

Sang Idola Hati

Violet dan Leo masuk ke kamarnya. Selama berbenah, keduanya sama sekali tak saling bicara. Bahkan, ketika Violet hampir saja terjatuh, Leo sama sekali tidak mempedulikannya. 

"Aduh--" lirih Violet.

Leo hanya melirik saja tanpa menanyakan apa yang terjadi padanya.

"Tenang Vio, dia menganggap dirimu seorang pria. Itu sebabnya dia sangat acuh padamu." gumam Violet dalam hati. Ia menyemangati dirinya sendiri agar tetap bertahan demi Leo.

Usai beberes, ada pengumuman jika hari itu masih belum ada kelas dan kelas akan dimulai esok hari.

'Diberitahukan kepada seluruh siswa. Hari ini, karena hari pertama setelah kalian kembali dari liburan dan awal semester kedua … maka kelas ditiadakan dan akan dilanjutkan esok hari. Diharapkan untuk semua siswa tidak keluar dari asrama kecuali untuk makan siang, makan malam dan juga apel sesuai jadwal. Terima kasih atas perhatiannya dan tetap patuhi peraturan asrama.'

Bagi Violet, itu adalah kesempatan emas baginya untuk bicara dengan Leo dan menjelaskan masalah siang tadi. Kemudian, memintanya agar tidak salah paham lagi. Saat itu, Violet sangat bersemangat karena suka melihat seorang Leo melakukan lompat tinggi. Dia juga berharap bisa melihat Leo melakukan lompat tinggi itu lagi. 

"Leo,"

"Hm,"

"Soal yang tadi pagi, aku mau minta maaf. Bu-bukan maksud aku ingin ...." Violet menjadi gugup saat ingin menjelaskannya.

"Aku hanya terlalu senang saja bisa bertemu dengan atlet lompat tinggi seperti dirimu. Itu mengapa aku sangat bersemangat. Kau mengingatkan aku dengan kakakku. Jadi__" ucapan Violet kembali terhenti.

Tak ada cara lain selain mengarang cerita. Violet membawa nama kakaknya sebagai alasannya untuk bisa mendapat simpati dari seorang Leo yang saat itu sama sekali tidak meresponnya.

"Kakakku sudah meninggal, jadi aku hanya ingin mengenangnya saja. Melihatmu melakukan lompat tinggi, seolah menjadi obat tersendiri bagiku akan rinduku kepada kakakku. Itu yang aku sukai, bukan maksud suka yang lain." tukas Violet.

Awalnya, Leo memang malas menanggapi untaian kata dadi Violet. Namun, ketika mendengar Violet menyebut kakaknya yang sudah meninggal, membuatnya sedikit simpati. Leo mengatakan jika dirinya telah menyerah pada lompat tinggi. Pernyataan itu tentunya membuat Violet sangat terkejut. 

"Why? Kenapa kamu berhenti dari lompat tinggi? Kamu terlihat keren di sana, loh! Orang tuamu pasti bangga, kamu juga pasti memiliki banyak penggemar. Apakah kamu tidak sedih melihat penggemarmu kecewa, jika kamu tidak melanjutkan olahraga itu," Violet mengeluarkan sifat aslinya. 

"Apa pedulimu? Itu adalah hakku!" jawab Leo dengan tegas, lalu memasang kembali earphone miliknya. Kemudian, merebahkan tubuhnya ke ranjang.

"Ada apa ini? Kenapa nada bicaranya seperti orang yang sedang putus asa?" gumam Violet tidak mengerti. 

Tak ingin mengganggu sang idola lebih lanjut, Violet pun memilih untuk tidur juga. Sangat nyaman dengan tempat tidur yang empuk, satu kamar dengan sang idola. Ketika hampir terpejam, seseorang mengetuk pintu kamar mereka. Violet sudah tidur dengan pulas, membuat Leo harus bangun dan membukakan pintu. 

"Security? Ada yang bisa saya bantu?" 

"Apakah, murid yang bernama Vito Permana ada di kamar ini? Ada paket untuknya, orang di bawah ada yang mengatakan jika dia tinggal sekamar bersamamu, Leo," kata Security tersebut sembari memberikan bingkisan besar kepadanya. 

Dengan wajah dinginnya, Leo terpaksa menerima bingkisan itu dan membawanya masuk. Melangkah ke ranjang Violet dan mencoba membangunkannya. 

"Jadi, namanya adalah Vito. Kenapa wajahnya … ah, merepotkan sekali!" 

"Hey, bangun! Ada paket untukmu," 

"Hey,"

"Vito!"

Beberapa kali Leo mencoba membangunkan membangunkan Violet. Tetapi, Violet sama sekali tidak membuka matanya. Kesal, Leo pun meletakkan bingkisan berat itu dengan kasar. Sehingga membuat bingkisan itu sobek dan melihat ada pembalut, pakaian wanita, beberapa camilan, serta obat-obatan di sana. 

"Ini …," 

Violet terbangun karena terkejut. Melihat ada keperluan wanita di kardus paketan itu, Violet segera bangun dan menutupi bingkisan itu menggunakan selimutnya. 

"Apa itu tadi?" tanya Leo. 

"Tidak penting bagimu, kenapa kamu menanyakan itu?" sulut Violet dengan gugup. 

"Memang bukan urusanku," Leo kembali ke ranjangnya. "Menyusahkan saja!" keluhnya. 

"Ini dari Ibuku, pasti memintaku untuk memberikannya kepada sepupuku yang sekolah di sebrang sekolah ini. Sepupuku bernama Violet, dia gadis cantik dan baik hati," 

Violet memuji dirinya sendiri. Meski sudah menjelaskannya, Leo sama sekali tidak peduli dan memilih untuk menutup telinganya menggunakan earphone. Sungguh memalukan bagi Violet sampai pipinya memerah. Ia tidak menyangka jika paketnya akan datang dan terjatuh begitu. 

"Mampus aku! Bagaimana jika Leo curiga padaku?" 

"Ah, Mami. Kenapa juga tidak pas hari belajar saja mengirim paketnya. Mana isinya semua barang keperluan wanita pula! Ahhh …." Violet tengah berdebat dengan batinnya. 

Di seberang jalan, persis depan sekolah khusus laki-laki, memang ada sekolah khusus perempuan. Dimana memang yayasan itu milik 1 orang saja. Masing-masing juga memiliki asrama dan banyak murid yang masuk di sekolah tersebut. 

***

Apel siang, makan siang, apel malam hingga makan malam Violet terus saja mengekor dengan Leo dan Bagas. Membuat beberapa siswa mengejeknya karena Violet terlihat cupu diantara mereka. 

"Hahaha, lihatlah dia. Ternyata Leo menerima cowok aneh ini," ujar Mark, salah satu siswa nakal yang semaunya sendiri. 

"Cih, mereka dulu hanya berdua. Kini mereka bertiga, kalian mau treeshnoooo? Ha-ha-ha," sahut Jaki, teman Mark. 

Mark dan Jaki adalah siswa yang selalu menantang Leo dan Bagas. Mereka berempat tidak pernah akur dalam segala jenis pelajaran apapun. Dengan hadirnya Violet, Mark dan Jaki memanfaatkan kesempatan itu untuk mempermalukan Leo dan Bagas. 

"Apa mereka sedang mengganggu kalian?" bisik Violet bertanya. 

"Masih bertanya? Apa kau memang pura-pura tuli dan buta, hah?" ketus Leo. 

"Maaf," ucap Violet merasa bersalah. 

Bagas mencoba menengahi mereka. Menghibur Violet yang terlihat murung setelah di sentak oleh Leo. "Apa dia memang perempuan? Mengapa gerak-geriknya sama persis dengan adikku? Dibentak sedikit saja langsung murung." gumam Bagas dalam hati.

"Leo, kenapa kamu begitu ketus padanya? Bukankah dia sudah menjelaskan perihal salah paham tadi pagi? Sudahlah, kalian juga tinggal dalam satu kamar, untuk apa saling berseteru lagi?" ujar Bagas. 

Tatapan mata Leo sangat dingin terhadap Violet. Membuat Violet sedih, ia tidak menyangka jika kesalahpahaman itu berlangsung lama. Meski begitu, Violet merasa aneh, rasa yang dirasakannya berbeda di saat ia mengangumi Leo dari rumah. 

"Kenapa tatapan matanya serasa menusuk hatiku? Itu sangat menyakitkan. Saat aku menatapnya dari rumah, dia terlihat begitu ceria dan terus tersenyum. Mengapa--" ungkapan hati Violet terhenti kala Mark dan Jaki mendekatinya. 

"Apa ini? Kau makan semua ini? Hey, dia mirip sekali dengan wanita, makan sedikit dan minum minuman kesehatan, hahaha," ejek Mark.

"Ah, kasihan sekali. Kemarilah, aku akan membuatmu kenyang selama belajar di sini," sahut Jaki menambahkan nasi ke nampan Violet. 

"Oh, kenapa harus kebanyakan nasinya. Tambah kuah ya, biar seger__" Mark meraih minuman soda yang ada ditangan Jaki dan menumpahkannya di makanan milik Violet. 

Semua siswa hanya bisa melihat saja. Mark adalah salah satu anak dari pendiri yayasan tersebut. Semua siswa tidak berani menegurnya karena hal itu. 

"Kamu membuat makananku tidak bisa di makan. Kenapa kamu jahat sekali?" Violet mulai berkaca-kaca matanya. 

"Eh, dia menangis? Dasar cemen! Anak lelaki tidak boleh nangis, Men. Harus yang gagah gitu. Gagah!" Mark terus saja menghina dan mengejeknya. 

Violet hanya bisa menahan air matanya. Ketika Leo hendak membantunya, tiba-tiba kekuatan Violet membesar. Violet mendorong Mark sampai terjungkal dari kursi, dan juga menendang perut Jaki sampai Jaki terpental jauh. 

Bagas menyadari jika Leo ingin membantu Violet. Hal itu hanya bisa membuatnya tersenyum dan menikmati pertunjukkan yang akan ditunjukkan oleh Violet dengan memberi Mark dan Jaki pelajaran.