webnovel

Gay? No!

Bukan hanya Mark dan Jaki saja siswa yang sangat ditakuti di sekolah. Ada tiga siswa lain masih menjadi sosok idola di sekolah pria tersebut. Dimana tiga siswa ini selalu usil dan pembuat onar dimana-mana. Sungguh sangat berani dan hebat, yayasan mengambil keputusan untuk mengajar murid laki-laki dan perempuan secara terpisah. 

Saat itu, Mark begitu ketus kepada Leo yang dimana sedang membantu Violet dimana dirinya sedang menyamar menjadi Vito di sekolah. "Kau mau apa, ha?" tanya Mark ketus. 

"Hey, Mark. Apalagi? Ya membantu babunya lah! Hahaha--" tawa Jaki sangat membuat Leo jijik. 

"Leo, kau memang idola baru di sekolah ini sebelum kita. Tapi, tak bisakah kau menunggu kami pensiun lebih dulu. Setelah itu, kau baru maju, banci!" Mark masih saja mengungkit-ungkit soal idola. Padahal, di sekolah laki-laki, mereka mana mungkin di idolakan anak lelaki juga. 

Mark dan Jaki terus saja mengolok-olok Leo. Hingga membuat Leo kesal dan dia mulai melawannya. Sayangnya, guru olahraga datang dan membuat merek tidak jadi berkelahi. Masih dengan mulut bungkamnya, Leo menatap Violet dengan tatapan benci, kemudian meninggalkannya. "Menyebalkan!" umpatnya. 

Violet merasa sedih. Sedikit bersalah dan terluka hatinya karena Leo terus berlaku kurang ramah padanya. Padahal, terlihat jelas di video yang Violet lihat, senyum Leo selalu terpancar di bibirnya ketika dia bertanding. 

Setelah berjalan cukup lama, Mark sang kakak kelas tingkat dua itu kembali menemui Violet dengan memanggil namanya. "Anak baru!" teriaknya. 

Merasa dirinya memang anak baru, Violet pun menoleh. Wajah imut Violet memang mirip sekali dengan wajah manis seorang pria lembut pada umumnya. 

"Mau kemana lu?" teriak Mark. 

"Jalan-jalan, Kak. Apel dan makan malam sudah selesai, jadi … ya, jalan-jalan melihat gedung sekolahan," jawab Violet sedikit gugup karena dia sebelumnya berseteru dengan Mark. 

Mark pun menghampirinya. Sementara itu, Violet berakting dengan terus mengagumi seluruh gedung yang ada di tanah SMA Nusa Internasional ternama itu. Mark menganggap bahwa Violet ini begitu kampungan. 

"Cih, dasar kampungan!" ejek Mark. 

"Biarin! Orang aku juga dari desa, belum pernah melihat gedung tinggi seperti ini," sahut Violet. 

Dengan pikiran liciknya, Mark memiliki rencana lain kepada Violet. Mark ini hendak mengajak Violet berkeliling sekolah dan memberitahu beberapa peraturan sekolah. Tentu saja, kakak kelas tingkat dua ini sangat penasaran dengan Violet, atau bisa jadi Vito di sekolahan itu. 

"Bagaimana? Indah bukan sekolah kita?" tanya Mark dengan lirikan mesum.

Violet mengangguk. Dalam hatinya, ia pun bergumam, "Haih, kamu pikir aku ini buta, apa? Aku bisa lihatlah bagaimana bentuk sekolah ini, bodoh! Tidak usah diperjelas juga jika sekolahan ini begitu indah. Ya aku juga tahu sekolah ini indah!" batin Violet. 

Melihat gedung sebesar dan sebagus itu, bagi Violet tidak lagi menjadi hal baru. Di sekolahnya dulu, sekolahan yang dia tampati untuk mengajar ilmu juga tak kalah mewahnya. Sebab, ketika di luar negeri, Violet sama-sama sekolah di international school. 

"Siapa namamu?" tanya Mark di keheningan malam. 

"Vi-Vito. Namaku Vito Permana. Aku pindahan dari Amerika, hehe--" jawab Violet, hampir saja keceplosan mengatakan bahwa dirinya Violet. 

"Namamu bagus juga. Pasti orang kaya se desa, ya?" duga Mark. "Kalau aku, jangan di tanya lagi. Aku terlahir dari keluarga yang kaya raya," sambungnya dengan meninggikan dadanya. 

Violet menghargai Mark dengan senyum terpaksa. Di luar negeri, jarang sekali Violet mengetahui ada temannya yang pamer kekayaan. Violet mau saja heran, tapi yang sedang sombong di sisinya itu, tak lain adalah si kakak kelas yang menyabalkan. Tak lama kemudian mereka berjalan, seorang siswa lain menghampiri Violet dan langsung mendorongnya. Siswa gemulai itu juga mengatakan tidak akan memberikan posisi idola sekolah padanya.

"Hei! Dasar kamu cowok nyebelin!" ujar siswa gemulai itu. Sembari memukul-mukul pundak Violet dengan manja. 

"Woy, apaan sih!" Mark langsung melerai siswa gemulai itu dan menyuruhnya pergi. "Pergi!" sentak Mark. 

Namun, ada seseorang yang memotret Violet secara diam-diam dari balik semak. Seseorang itu seharusnya seorang siswa juga di sekolahan itu. Akan tetapi, karena memakai topi dan juga masker, membuatnya tidak terlihat identitasnya.

"Jangan kaget, dia memang seperti itu. Dia juga adalah seorang gay. Jadi ... hati-hati dan lebih baik menjauh saja darinya," bisik Mark.

Mendengar pernyataan Mark membuat bulu kuduk Violet merinding. Sungguh menakutkan jika ada seorang lelaki menyukai lelaki juga di sekolahan tersebut. Apalagi, latar negara juga tidak memperbolehkan hal itu. 

Setelah berjalan-jalan cukup jauh, akhirnya Violet pamit untuk kembali ke asrama lebih dulu kepada Mark. Dia juga akan mulai menjauh dari Mark, karena tatapan Mark sejak awal mereka jalan bersama sudah membuat Violet merinding. 

***

Potret Violet akan dipajang di mading oleh siswa misterius itu. Siswa yang memotret Violet tersenyum menyeringai. Esok hari,  siswa itu yakin jika foto Violet pasti dapat menimbulkan keributan di sekolah. Belum lagi, sebelumnya Violet memang berani bertengkar dengan Tiga Pangeran ala-ala di sekolah. Dimana tiga siswa ini adalah siswa yang paling disegani di sekolah pria itu. Yaps, si kakak kelas pembuat onar. 

Setelah melihat foto itu di Mading, nanti akan ada beberapa siswa mulai memperhatikan Violet. Hal yang tak diinginkan siswa gemulai akhirnya terjadi juga. 

"Kamu siapa, sih? Kenapa datang tiba-tiba dan langsung membuat kekacauan?" tanya Violet.

"Kamu yang kenapa! Anak baru belagu banget, sih! Ngeselin banget, aku sebel sama kamu!" umpat siswa gemulai itu dengan manja. 

"Anjay, lu kenapa, dah!" Mark sampai bingung dengan tingkah siswa gemulai tersebut. Bukan real reaksi, itu karena Mark memang ada maunya mendekati Violet. 

Kembali, ada seseorang yang memotret Violet dari balik semak di kejauhan sana. Entah apa tujuannya, tapi ada firasat memang si pemotretan itu berniat buruk.

Ckrek!

Violet menyadari ada yang memotretnya. Namun, ia masih pura-pura tidak tahu akan itu. Lagi, si pria gemulai itu memukuli pundak Violet dengan manja. 

"Kamu kenapa? Waras, 'kan?" kali itu, Violet membentak siswa gemulai tadi, hingga si siswa gemulai sedih. 

"Aw, kau melukai hatiku," siswa gemulai itu mulai murung. 

Violet menjadi tidak enak hati dibuatnya. Violet pun meminta maaf kepada siswa gemulai itu. Namun, siswa gemulai itu sudah terlanjur sakit hati padanya. Dia berlari meninggalkan Violet dan Mark dengan larinya yang khas. 

"Di sekolah pria pun ada modelan begitu?" gumam Violet. 

"Banyak, hanya saja dia yang paling menunjukkan. Bahkan, banyak sekali di sekolah ini yang terlibat cinta sejenis. Hati-hati saja jika kau menjadi bahan incaran mereka," ucap Mark dengan tatapan yang aneh. 

Violet sampai melangkah lebih jauh dari Mark. Ia sampai takut jika Mark juga termasuk dalam kaum tersebut. "Maksudnya apa?" tanya Violet masih berpikir positif. 

"Cih, jangan sok polos. Bukannya tadi pagi kamu juga baru menyatakan perasaan sukamu kepada Leo?" Mark kembali bertanya. "Aku pikir, itu sudah menunjukkan jika kau juga menyukai sesama jenis, Vito!" lanjutnya dengan lirih.

Violet menepuk keningnya sendiri. Ia tidak menduga jika semua siswa memandangnya seperti yang dikatakan oleh Mark. 

"Wait, apa kamu juga sama dengan yang itu …?" tanya Violet menjadi waspada dengan Mark. 

Mark hanya tersenyum sinis. Lalu melanjutkan jalannya. "Woy, jawab dong!" Violet masih saja penasaran. 

"Menurutmu? Apakah aku terlihat seperti itu, Vito?" bahkan suara Mark juga berubah. Membuat Violet harus waspada. "Astaga, kenapa dia jadi aneh?" gumamnya dalam hati. 

"Buset, kenapa juga aku terjebak dalam sekolah ini? Ah … ini semua juga demi cintaku Leo, kenapa aku harus mengeluh? Tidak! Aku harus tetap bertahan demi Leo!" Violet menyemangati diri sendiri. 

Meski yang Violet lakukan semuanya demi Leo, tetap saja ia merasa takut jika suatu saat identitasnya akan diketahui oleh semua siswa yang ada di sekolah itu.

Ketika Violet dan Mark berjalan berasa, Bagas melihat mereka segera mengikutinya. Bagas masih ingin membuktikan bahwa yang dipikirkannya adalah suatu kebenaran tentang siapa Violet yang sebenarnya. 

"Mampus! Si Vito kenapa bisa bersama dengan si brengsek itu, sih?" gumam Bagas. 

Langkah demi langkah, kaki Bagas terus mengikuti kemana Violet dan Mark pergi. Bagas yakin, jika Mark hanya ingin membuat perhitungan dengan Violet karena telah membuat masalah dengannya sebelumnya. 

"Tidak! aku tidak boleh membiarkan Vito menjadi target selanjutnya si Mark. Aku harus terus mengikuti. Banyak rumor jika Mark mampu membuat semua orang hamil. Beuh! Ngeri kali kalau dibayangin!" 

Bagas parno sendiri kala mengingat rumor tersebut. Meski Violet juga menjaga jarak langkahnya dengan Mark. Namun Mark adalah salah satu siswa yang paling ditakuti di sekolah. Banyak korbannya yang sudah menderita karena Mark. Tak sedikit juga seorang siswi di sekolah khusus perempuan yang ada di sebelah gedung sekolah pria itu juga telah menjadi korbannya.