webnovel

I Found

Aku dan kamu yang terpisah oleh jarak Aku dan kamu yang terpisah oleh waktu Aku dan kamu yang terpisah oleh kepercayaan Tapi itu dulu. . . Dulu aku dengan susah payah mencari mu Dulu aku dengan susah payah mencari kabar mu Dulu aku dengan susah payah mencari dimana keberadaan mu But now, i'm find you ---- Lalu kalimat aku dan kamu pun sekarang berubah menjadi kata kita

Unichias · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
26 Chs

Good Things

❝𝐁𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐤𝐮 𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭, 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐭𝐚𝐮 𝐚𝐤𝐮 𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐚𝐦𝐛𝐢𝐥𝐧𝐲𝐚, 𝐛𝐞𝐫𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐚𝐤𝐮 𝐚𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐝𝐚𝐩𝐚𝐭𝐤𝐚𝐧, 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐢𝐧𝐢 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐩𝐞𝐬𝐚𝐰𝐚𝐭 𝐫𝐮𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐬𝐚𝐤𝐮❞

________________________

Clink! clink! clink!

Suara itu menggema di ruangan besar itu, suara yang berasal dari detingan pulpen dan cangkir kopi milik Yevan.

Sesekali Ia menghela napas bosan, meeting yang Ia rencanakan batal karena relasi bisnisnya mengundurkan diri.

bukan kali ini saja Ia merasa gagal dalam memgembangkan bisnis almarhum ayahnya ini, Bahkan Ia hampir di tipu oleh salah seorang Direktris.

Joselin pun, sudah berkali-kali mendistribusikan barang yang baru mereka ambil dari pasar global ke pasar umum.

Yevan sangat pusing memikirkan hal tersebut, belum lagi Ia harus mengerjakan uji coba di rumah. Ia nyaris jarang masuk kuliah.

"Pak," panggil Joselin.

"Ya." Yevan membenahkan dasi yang sengaja Ia longgarkan. "Ada apa?"

"Ada telpon dari teman bapak," jawab Joselin sembari menyodorkan wireless phone kepada Yevan.

"Terima kasih kalau begitu, Oh ya ... jangan lupa berkas untuk besok harus kamu siapkan sejak pagi, kalau perlu kamu yakinkan pak Hugo untuk berbisnis dengan kita."

"Baik, pak, akan saya kerjakan dalam waktu 3 jam." Setelah mengatakan itu Joselin keluar.

Kini giliran Yevan yang berbicara dengan seseorang yang berada di seberang telpon.

"...."

"Iya, ini siapa?"

"...."

"Iya, aku sedang di kantor ... kenapa?"

"...."

"Sebenarnya aku sangat sibuk, cepat katakan ini siapa, aku tidak suka basa-basi."

"...."

"Apa?"

"...."

"Ah! iya, aku lupa ... nanti aku bantu ya."

Yevan meletakkan telpon tersebut setelah selesai bercengkrama kurang lebih 4 menit lantas Ia bangkit dari duduknya menghadap sebuah cermin besar yang ada di sisi kanan meja kerja.

membenahkan setelan jas kebesaran yang Ia gunakan, sebentar kemudian Ia meraih kunci mobil yang sedari tadi Ia letakkan di sambil laptop kerjanya.

Ia akan pergi sekarang.

***

"Kak Yevan! akhirnya datang juga!" seru seorang gadis dengan rambut pirang kemerahan.

Itu adalah Dorothea, adik dari Marshall. Ia baru saja kembali dari Jerman.

"Kakakmu ke mana? kok enggak bisa jemput?" tanya Yevan.

"Kak Marshall, dari kemarin enggak bisa di hubungi," jawab Dorothea.

"Kok gitu? aneh deh, Dia tau gak kamu pulang?" tanya Yevan lagi.

"Belum," jawab Dorothea manyun.

Yevan menghela napas, lantas Ia mengambil alih troley yang sedari tadi Dorothea bawa.

"Kamu hubungi kakak kamu dulu," pinta Yevan.

Dorothea mengeluarkan smartphone nya dan menghubungi Marshall, sedetik kemudian Ia mengernyit kesal.

"Enggak di angkat," ucap Dorothea.

"Aneh deh, coba kamu hubungi lagi siapa tau tadi marshall enggak dengar," sahut Yevan ikut gemas.

Untuk sekian kalinya Dorothea memghubungi Marshall dan berulang kali juga tidak di angkat oleh kakaknya itu.

"Ya, sudah, kamu pulang ke rumah kakak dulu." Akhirnya Yevan menyerah karena tidak tau harus membawa Dorothea ke mana.

Yevan sendiri tidak tau di mana Marshall saat ini, karena malam itu setelah mereka berseteru mengenai hubungan Yevan dan Aisha. Marshall pergi hingga saat ini.

Andre dan Yudhit pun sudah mengatakan bahwa Marshall tidak masuk ke kampus sejak hari itu.

"Tapi, kak, Thea lapar."

Yevan menoleh. "Ya, sudah, nanti kita mampir makan."

"Di Pizza Hut?" tanya Dorothea.

"Enggak, di pinggir jalan. tapi, kualitas bintang lima."

Dorothea mengernyit bingung namun, tetap saja Ia menuruti perkataan Yevan.

Mereka pun keluar dari pintu bandara menuju parkiran.

***

Yevan membawa Dorothea ke stand milik ayah Aisha. kebetulan sekali Dorothea sangat suka dengan makanan-makanan baru yang masih asing untuknya.

Yevan bersyukur walaupun agak badung, Dorothea masih mempunyai sisi sosial seperti Marshall.

"Aisha, ayah kamu ke mana?" tanya Yevan ketika melihat Aisha sendiri yang melayani pelanggan."

"Ayah sakit, Kak, sudah dua hari di rumah."  Aisha menjawab pertanyaan Yevan agak canggung karena Dorothea.

"Oh ya, kenalin ini Dorothea adik teman aku, Dorothea ini Aisha," kata Yevan memperkenalkan mereka berdua karena menyadari atsmofer aneh di antara mereka.

"Senang bertemu denganmu, Aisha!" seru Dorothea seperti anak kecil.

Aisha tersenyum tipis." senang bertemu denganmu juga, Dorothea."

"Ngomong-ngomong Ayah kamu sakit apa??" tanya Yevan lagi.

"Flek paru-paru," jawab Aisha.

"Udah kamu bawa ke rumah sakit??" tanya Yevan lagi.

Aisha menggeleng."Belum ada uang, kak. sebenarnya ada, aku mau pakai uang tabungan ayah sementara waktu tapi, kata ayah jangan."

"Jadi ...."

"Aku cari uang dulu, baru bawa ayah ke rumah sakit," jawab Aisha.

"Flek paru-paru itu bahaya, kak, ada baiknya di bawa ke rumah sakit dulu. masalah biaya nanti belakangan bisa di atur," sahut Dorothea.

"Tap—"

"Ada benarnya juga, habis ini kamu tutup dulu ya stand nya, kita ke rumah sakit," potong Yevan.

"Masalahnya aku enggak punya uang, kak," gumam Aisha menunduk.

"Sudah, enggak usah di pikirin, sekarang kamu layanin pelanggan lainnya aja." Yevan mulai melepas jasnya dan melonggarkan dasi yang masih menghiasi tuxedo nya.

Dengan langkah yakin Ia berjalan menuju tumpukan piring kotor yang ada di balik meja etalase.

Mungkin semua pengunjung stand itu terkejut saat melihat Yevan membantu Aisha secara cuma-cuma, mata mereka tak berhenti menatap Yevan.

"Aku ikut bantu ya, kak, kakak siapin makanannya aja." Dorothea mengambil alih nampan dan buku catatan dari tangan Aisha dan beranjak mencatat semua pesanan.

Aisha menghela napas heran.

"Aisha, ayo cepat," tegur Yevan.

***

Aisha membawa Yevan dan Dorothea berjalan kaki di sebuah jalan setapak licin penuh genangan air.

"Dorothea, hati-hati sedikit," gumam Yevan.

"Ini sudah hati-hati," celetuk Dorothea.

"Maaf ya, kak, rumah aku memang agak jauh dari jalan umum," gumam Aisha.

"Enggak apa-apa kok," jawab Yevan.

"Kak!"

Dorothea diam tak bergeming dari tempatnya saat melihat Yevan yang terjatuh bersama Aisha.

seperti di dalam sebuah film romansa, tuxedo yang di kenakan Yevan kotor oleh tanah liat.

"Maaf kak," ucap Aisha bangkit dengan agak canggung.

"Enggak apa-apa kok, hati-hati." Yevan mengangguk, dan ikut bangkit.

membersihkan kotoran yang mustahil hilang dari tuxedonya.

"Aisha! untung aja kamu udah di sini! ayah kamu pingsan!" Seorang pria baya, terengah ketika melihat Aisha.

"Pingsan, pak?! benaran?! Ka—" Tanpa pikir panjang Aisha berlari meninggalkan Yevan dan Dorothea yang masih diam tak bergeming di tempatnya.

***

"Sudah, tenang dulu ... sudah di tangani dokter spesialis, kok," ujar Yevan menyerahkan segelas coffee arabica.

T

ak tanggung-tanggung Yevan membawa ayah Aisha ke sebuah rumah sakit swasta dengan fasilitas terbaik. Bukan karena menyombongkan diri, itu semua karena berpikir bahwa yang terpenting selamat.

Ia tidak mau Aisha kehilangan ayahnya, Ia rela membayar lunas pengobatan ayah Aisha.

"Kak, gimana aku kembaliin uang kakak?" tanya Aisha lirih.

Yevan terkekeh." Kamu ini, sudahlah jangan di pikirkan, anggap saja uang itu uang kamu sendiri."

"Tap—"

"Ssssst, lebih baik sekarang kamu minum dulu." Yevan meletakkan gelas plastik itu di jemari Aisha.

"Terima kasih, kak, kalau bukan karena kakak mungkin ayah belum bisa berobat," gumam Aisha memegang jemari Yevan penuh terima kasih.

Naas, manik mata Yevan bertemu dengan manik mata Airen yang kebetulan lewat di lobi bilik UGD rumah sakit itu, Yevan berdiri seketika.

"A-Airen, aku bisa jelasin," ucap Yevan gugup.

Namun, gadis di hadapannya itu diam tak memberi reaksi. Ia hanya diam memandang Yevan dengan sorot yang tak dapat di definisikan.

"Airen, Dia Aisha," gumam Yevan lagi berharap Airen menjawabnya.

"Aku sudah mengenalnya, jauh sebelum kamu mengenalnya," Cetus Airen dingin.

Yevan menarik jemari Airen pelan."Aku bisa jelaskan, Dia hanya temanku kamu mengerti, kan?"

Airen tetap diam, menatap kasar Yevan yang sedang mencoba memperbaiki suasana.

Aisha pun ikut berdiri agak tidak enak karena merasa menjadi duri dalam hubungan mereka.

"Maaf, kak, kami tidak ada hubungan apa-apa," kata Aisha.

"Iya benar," sahut Aisha.

"Tolong jangan membuang waktuku dengan drama kalian," ketus Airen.

Tak lama kemudian muncullah seorang laki-laki jangkung dengan bayi mungil di gendongannya.

"Sepertinya Dia merindukanmu, Ren," katanya.

Airen menoleh dan menghempas kasar tangan Yevan, tanpa banyak kata Ia menghampiri laki-laki itu dan mengambil alih bayi yang di gendongannya.

"Kamu, bisa mencari wanita lain, kalau kamu cuma berniat menyakiti, Van. Aku bisa kok, berdiri di samping Airen." Setelah mengatakan itu mereka berdua pergi menjauh dari Yevan dan Aisha.

Yevan menatap punggung mungil Airen dengan mata panas, entah airmata kah yang ingin jatuh, Ia sungguh tak percaya dengan apa yang di katakan laki-laki tersebut.

Hatinya terasa seperti tersobek untuk ke dua kalinya, dan kali inilah yang paling dalam. tubuhnya merosot seketika tak sanggup menerima kenyataan bahwa ada laki-laki lain yang lebih jauh depannya. menggapai Airen.

"Kak Yevan," ucap Aisha cukup terkejut.

Aisha mencoba membantu Yevan bangun.

"Ini mimpi, kan??" tanya Yevan.

"Ini nyata, kak."

"Ini pasti mimpi, aku enggak yakin ini nyata, kamu jangan berbohong," sergah Yevan.

Aisha merunduk." Aku enggak tau, Kak."

"Ini mimpi, pasti ini mimpi," gumam Yevan lantas Ia berdiri.

melangkah menjauhi lobi ruang UGD, Ia berjalan kacau dengan bertopang oleh dinding-dinding.

"Mimpi, selalu mimpi buruk ke mana mimpi indah itu berhulu tuhan? apa di dunia ini hanya ada mimpi buruk??"

Hohoho, yeah welcomeback to my channel gengs ~~~

eheque, ketularan haechan gengs, Gomawo yang udah baca :")

yang udah nge vote:")

yang udah support:")

Pokoknya Unichias syukak body goyang papa Yevan. gg canda gengs

Iya, Unichias syukak sama kalian para readers berhati malaikat :")

Heheq :")