webnovel

I'm Not a Werewolf (Indonesian)

Eric Yudhistira adalah remaja berusia 16 tahun. Dia berasal dari keluarga miskin dan tinggal hanya bersama ayahnya saat ini. Kakaknya Eric yang bernama Rafael telah meninggal beberapa bulan yang lalu karena kecelakaan. Eric tidak pernah tahu di mana ibu kandungnya. Jadi, Eric ikut mencari uang dengan bekerja paruh waktu, untuk membantu perekonomian keluarga mereka. Zarius Vasilias adalah iblis yang diusir dari istananya sendiri. Banyak iblis yang membenci Zarius. Karena konspirasi besar, Zarius dieksekusi oleh iblis lain dan melarikan diri ke Dunia Manusia. Meski memiliki penampilan seperti remaja berusia belasan tahun, tapi sebenarnya usia Zarius sudah ratusan tahun. Dan Zarius pernah datang ke Bumi sebelumnya. Bahkan, Zarius menjalin hubungan dengan makhluk bumi. Zarius bertemu Eric di Bumi. Namun, Zarius kehilangan ingatannya sebagai iblis. Eric membantu Zarius yang terluka parah dan memperlakukan Zarius seperti saudaranya sendiri. Iblis yang membenci Zarius mencari keberadaan Zarius hingga ke Bumi. Nama iblis itu adalah Felius. Felius tahu bahwa Eric adalah manusia yang penting bagi Zarius. Bahkan, Zarius menganggap Eric sebagai adiknya sendiri. Faktanya, Eric memang berada di garis keturunannya Zarius. Felius telah mengetahui hal itu. Jadi, Felius melakukan sesuatu pada Eric. Felius mengubah Eric menjadi manusia serigala dan membuat Eric berpikir bahwa Zarius adalah dalang di balik transformasinya. Bagaimana Zarius menjelaskan jika dia bukanlah yang mengubah Eric menjadi manusia serigala? Lalu, bagaimana Eric menjalani hidupnya sebagai makhluk aneh, yang dapat berubah menjadi makhluk buas kapan saja?

Zanaka · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
46 Chs

Seni Bertarung

Eric mengingat jika Rafael dijuluki sebagai 'Preman Sekolah' bukan tanpa alasan. Meskipun, mereka tidak belajar satu sekolah, tapi Eric tahu tentang kekejaman saudaranya itu.

Eric masih yakin jika yang berada di dekatnya adalah Rafael. Mungkin hal ini ada hubungannya juga dengan Rio, yang memperhatikan merek dari atas tiang listrik sejak tadi.

Eric sudah tahu tentang kekejaman saudaranya itu. Hanya dia yang tahu hal itu, bahkan papanya saja tidak tahu.

"Hahaha ... jangan mengatakan omong kosong, Bocah! Aku saja tidak yakin jika pemuda lemah itu bisa menyerangku." Suara Vino terdengar angkuh.

"Kakak El! Jangan dengarkan mereka, Bro! Mereka hanya teman-temanku yang masih suka disuapin mama mereka!!" Eric kembali berteriak agar Rafael tetap mengendalikan diri.

Padahal, pemuda itu adalah Zarius bukannya Rafael.

"Hahaha ... jadi nama pemuda itu L ya, Eric? L itu apa, ya? Apakah nama itu diambil dari abjad? L M N O P Q?" Kelakar Bima, disambut riuh tawa dari teman-temannya.

Zarius hanya menyeringai, mendengarkan racauan anak-anak manusia itu. Zarius memilih abai. Dia malah berjalan santai untuk mendekat ke arah Eric.

Zarius tidak peduli meski Eric memanggilnya dengan sebutan 'Rafael'. Hal itu tidak penting bagi Zarius saat ini.

Zarius mengulurkan tangannya pada Eric.

"Eric, kau tidak apa-apa, 'kan? Jangan jadi anaknya Paman Reno jika kau kalah dalam perkelahian ini."

Saat mengatakan ini, Zarius sambil tersenyum. Ancaman tadi hanyalah candaan darinya agar memberi Eric semangat kembali.

Eric langsung meraih uluran tangan pemuda yang Eric sangka adalah Rafael itu. Eric bangkit dan tersenyum.

"Aku belum kalah kok, Kak El! Itu hanya sponsor tadi!" ucap Eric. Dia kembali meregangkan otot-otot tangan dan lehernya saat ini.

"Kak El santai-santai dulu di bawah pohon ini, ya? Jika ingin mangga, ambil saja di atasnya Kak Rafael itu. Sekarang, muridmu ini akan menunjukkan bagaimana perkembangan atas latihanku selama Kak Rafael menghilang," ucap Eric yang seolah telah mendapatkan energinya kembali.

Zarius mengangguk, meski sebenarnya dia sedikit kesal karena Eric mengira Zarius adalah Rafael.

Zarius lalu meraih buah mangga yang berada tepat di atas kepalanya. Zarius belum pernah melihat buah berwarna hijau itu sebelumnya, tapi sepertinya enak.

Zarius mencuri mangga dan mengupas mangga yang sudah masak itu dengan giginya. Dia duduk di atas batu besar yang kebetulan berada di bawah salah satu pohon mangga.

Zarius menikmati mangga itu sambil menyaksikan perkelahian Eric dan keempat lawannya.