Tuan Reno merasa gagal menjadi orang tua. Tidak cukup hanya dengan membuat Eric menderita selama ini karena mereka miskin, Tuan Reno juga yang telah menghabiskan uang putranya dari gajian bulan lalu untuk minum-minuman keras. Hingga saat ini pun Tuan Reno menyesali hal itu.
"Lalu, kamu ingin papa berbuat apa untuk menebus kesalahan papa, Eric?" ungkap Tuan Reno, tulus.
Eric bangkit berjalan tenang dan duduk di sofa, meninggalkan papanya yang berada di ambang ruang tengah.
"Papa benar-benar menyesal, Sayang. Jika bisa, papa ingin datang ke masa lalu untuk menonjok diri papa yang berbuat kejam padamu saat itu," ucap Tuan Reno. Ia berjalan mendekat ke arah putranya.
"Jadi, kenapa baru sekarang papa mengakui kesalahan, huh?! Papa tahu 'kan jika Eric punya penyakit bawaan dari lahir. Dengan bertindak seperti itu, apakah papa ingin membunuh Eric secara perlahan, begitu?" tuduh Eric.
Tuan Reno berlari kecil dan mendekat ke arah Eric yang duduk santai di sofa. Ia duduk bersimpuh di lantai, sebelah sofa yang diduduki oleh Eric.
"Bukan itu maksud papa, Nak! Papa sudah memperingatkan Eric untuk tidak bekerja keras lagi, kan? Saat itu papa membuat kesalahan, dan di benak Papa, Eric pasti punya banyak uang. Sebelum berangkat sekolah, Eric bekerja berjualan koran. Lalu, sepulang sekolah masih bekerja paruh waktu sebagai pramusaji di sebuah restoran. Jadi, papa yang lepas kendali berpikir bahwa Eric punya banyak uang untuk membeli minuman keras. Itu pemikiran bodoh papa."
"Itu bukan alasan untuk melakukan segalanya, Pa! Kamu tahu aku bekerja untuk membantumu juga. Jika sikapmu terus seperti itu, aku tidak tahan lagi, Pa." Eric berbicara. Sejak di sekolah hingga kamar bosnya, Eric ingin menangis. Namun, dia menahan air mata karena rasa malunya.
Tapi, saat sampai di rumahnya, Eric merasa ingin meluapkan segala emosinya. Dan air mata Eric mulai mengalir. Hanya saat berada di rumah saja Eric mau menunjukkan jika dia itu lemah.
Eric bukannya tidak punya harga diri yang diam saja ketika semua teman menuduhnya sebagai pencuri. Eric juga bukanlah orang yang kuat sehingga dia diam saja saat dia dizalimi oleh majikannya.
Namun, yang bisa Eric lakukan hanyalah bertahan. Dia tidak ingin membuat onar di sekolahan karena takut keringanan biaya yang ia dapatkan akan dicabut. Eric juga tidak membantah majikannya karena takut dipecat.
Eric bisa menangis tersedu-sedu seperti saat ini hanya di depan papanya.
Tuan Reno yang bingung kenapa putranya tiba-tiba menangis itu langsung merangkak ke arah Eric. Tuan Reno masih duduk di lantai. Dia mendongak untuk melihat Eric yang tertunduk. Air mata Eric sudah berjatuhan dan membasahi celana yang dipakai Eric saat ini.
Tuan Reno yang melihat itu semakin tidak tega. Dia yakin pasti putranya jadi sesedih ini juga gara-gara dirinya.
"Eric~! Papa mohon maaf, Son!"