Mereka bertiga sudah diusir dari rumah kontrakan sebelumnya. Jadi, mereka bertiga kini tinggal di toko kecil milik mereka. Toko itu menjual beberapa jenis keperluan dapur. Hanya berukuran 6x6meter dan kini Tuan Reno, Eric dan Zarius juga harus tinggal di dalam toko itu. Toko milik mereka menjual kopi dan makanan ringan, dapat disebut juga sebagai warung kopi di pedesaan.
Tadi, Tuan Reno menemukan Zarius yang menangis tergugu di belakang toko miliknya. Saat Tuan Reno bertanya pada putranya sendiri, Eric malah marah-marah dan tidak peduli pada Zarius.
Eric bahkan mengatakan bahwa hidup mereka sudah susah, tapi Tuan Reno itu malah memungut orang asing yang tidak jelas asal-usulnya. Eric marah akan hal itu. Jika alasan ayahnya memungut Zarius hanya karena teringat dengan Rafael, Eric semakin tidak suka alasan ayahnya.
Bagi Eric, Rafael belum mati. Jika saudaranya itu mati, pasti sudah ditemukan jasad Rafael di dasar jurang. Nyatanya, yang ditemukan hanyalah motor Rafael yang hangus terbakar saat itu. Tapi, Eric masih yakin jika Rafael akan kembali pulang suatu hari nanti. Jadi, Eric marah ketika Tuan Reno menganggap Zarius adalah pengganti Rafael.
Oleh sebab itulah, Eric sangat membenci Zarius. Zarius adalah remaja lelaki yang tidak tahu asal usulnya dari mana menurut Eric. Dan bukan hal yang tidak mungkin jika Zarius seperti berniat buruk pada keluarga mereka. Itulah yang sering Eric ucapkan pada ayahnya setiap kali Tuan Reno membela Zarius, yang belum seutuhnya sembuh dari luka parah di sekujur tubuhnya.
Awalnya, Eric memang baik pada Zarius, tapi setelah beberapa hari melihat Zarius tidak segera angkat kaki dari tempat tinggal mereka, membuat Eric menjadi kesal. Remaja lelaki berusia 17 tahun itu memang labil.
Eric juga merasa jika Zarius akan menjadi beban bagi keluarga mereka. Bahkan, Tuan Reno meminta uang pada Eric hanya untuk tambahan membelikan obat-obatan untuk Zarius.
"Bagaimana? Apa sudah tenang?" tanya Tuan Reno secara lembut. Lelaki dewasa itu mengusap air mata Zarius yang sepertinya tidak mau berhenti itu.
Zarius mengangguk seperti anak kecil. Biasanya di tidak pernah menunjukkan air matanya pada orang lain, tapi kali ini berbeda, Zarius bisa bersikap apa adanya seperti ini pada Tuan Reno.
"Tidak apa-apa menangis bagi seorang lelaki! Menangis memang dibutuhkan untuk meluapkan semua emosi. Jika, kau butuh tempat bersandar, aku akan meminjamkan dadaku untukmu, Zarius." Tuan Reno berucap tulus sambil tersenyum.
"Baiklah. Terima kasih, Paman--"
Tiba-tiba tangan kekar Tuan Reno membawa Zarius ke dalam dekapannya lagi. Tuan Reno membuat tubuh Zarius sedikit membungkuk karena melihat hidung Zarius yang tiba-tiba mengeluarkan darah.
Zarius juga kaget melihat darah yang berasal dari hidungnya.