"Bukan begitu, Son! Perubahan sikap papa sama sekali tidak ada hubungannya dengan kamu. Kamu tidak salah apa pun, Son. Saya yang salah karena hilang kendali. Jadi, maafkan papa ya, Son?!"
"Terlambat, Papa!" Ericmenampilkan senyum masam. "Semua teman Eric di tempat kerja sudah terlanjur tahu dan mengecap papa sebagai lelaki yang suka mabuk-mabukkan," sambung Eric, sedih.
Karena kejadian waktu itu, semua temannya jadi tahu jika selama ini Eric tinggal dengan lelaki pemabuk. Mereka juga menuduh Eric sama buruk seperti kelakuan papanya.
"Papa benar-benar menyesal, My Son!" ucap Tuan Reno lagi. Entah sudah yang ke berapa kali, Tuan Reno mengucapkan kata maaf itu.
Eric menggeleng cepat. Ia berusaha untuk dapat mengerti papanya. Tapi, itu rasanya sangat sulit. Beberapa hari setelah kejadian itu bahkan mereka tidak saling bertegur sapa.
Sepulang sekolah, Eric langsung kerja paruh waktu. Dan saat pulang jam 8 malam, Eric langsung tidur. Keesokan paginya bangun subuh, lalu berjualan koran. Setelah berjualan koran, dia berangkat sekolah. Begitu seterusnya.
Eric sampai tidak dapat merasakan lelahnya karena rasa lelahnya sudah mencapai batas. Tapi, dia tidak pernah mengeluh akan hal itu.
Eric belum berucap apa-apa saat ini. Sudah terlalu banyak beban pikirannya, hingga Eric tidak dapat berpikir lagi.
Tok! Tok! Tok!
Pintu rumah kontrakan mereka diketuk dari luar.
Eric bangkit berdiri dan membiarkan papanya masih duduk di lantai. Pikiran Eric masih sangat kacau. Jadi, dia belum bisa mengambil keputusan apa pun saat ini.
Sebenarnya, Eric kecewa bukan karena sikap papanya saja. Tapi, Eric juga kecewa pada dirinya sendiri. Andai saja, Eric bisa lebih kuat lagi, pasti semua ini tidak akan terjadi. Dia tidak akan difitnah dan dizalimi majikannya.
Eric berjalan menuju pintu dan membukanya. Eric mengusap air matanya lebih dulu. Meski dia cengeng jika di rumah, tapi Eric memiliki harga diri yang tinggi. Jadi, dia akan sangat malu jika ada orang lain yang mengetahui jika Eric sedang menangis saat ini.
Ketika Eric membuka pintu, bunyi 'krieet' nyaring segera terdengar. Ternyata, di depan pintu ada lelaki asing yang tubuhnya berlumuran darah.