webnovel

Hujan Di Planet Mars

Bagaimana sosok Satria (tokoh utama) berusaha menjadi Pria normal namun dengan filosofi dan sudut pandang dari dirinya yang justru lain daripada Pria pada umumnya. Ditemani oleh ketiga kawannya, Satria akan mengubah pandanganmu tentang arti hidup bahagia sesungguhnya, serta bagaimana cara mencintai seseorang tanpa harus memiliki. Story ini berdasarkan kisah nyata yang bersumber dari diary sang tokoh utama, lalu dikemas dan diceritakan kembali melalui sudut pandang penulis.

Aldi_Yanto_2275 · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
18 Chs

31 Juli

"Ayo sat, foto dulu sama Amira." Ujar papah Amira.

*Satria mendekati Amira untuk berfoto, namun Amira sedikit menggeser posisi duduknya.

"Okey, udah. Wih serasinya anak papah!!!"

*seisi ruangan tertawa.

"Sat, kamu jaga baik-baik Amira. Dia anak perempuan satu-satunya, anak pertama pula, Om harap jikalau kalian memang jodoh, kalian bisa bahagia. Om udah tua Sat, gak bisa kasih kebahagiaan lebih buat Amira, tapi mungkin kamu bisa." Ujar papah Amira.

"Iya Om, Satria usahakan." Jawab Satria.

Papah Amira pun tersenyum, begitu juga Satria. Kue ulang tahun yang dibawa Satria pun sudah di potong oleh Amira. Sayangnya, tak ada senyum sedikitpun dari wajah Amira yang sangat Satria harapkan saat itu.

°°°

Dua hari sebelumnya, Mast berkumpul di rumah Abyan. Mereka pun membicarakan rencana jalan-jalan sekaligus menghayal tentang masa depan bersama. Di sela sela obrolan, Satria sempat menanyakan pendapat mereka tentang rencananya yang akan memberi Amira hadiah ulang tahun yang ke tujuh belas.

"Bro, gue mau ngasih hadiah ulang tahun ke Amira, menurut lu gimana!?" Tanya Satria.

"Ha!? Ngapain!? Kan lu udah putus!?" Ujar Abyan.

"Emang lo mau ngasih hadiah apaan!?" Sahut Thomas.

"Ummm, gue mau ngasih tas ransel, mukena, sama sepatu."

"Buset banyak banget, yakin lu!?" Sahut Thomas.

"Tapi, kenapa harus mukena, sama tas!? Kenapa gak sepatu aja?" Tanya Maskur.

"Ummm gue mau ada tiga item yang gue kasih ke dia. Alasan kenapa tiga item, karna gue fikir, kalau gue kasih sepatu doang, mungkin Amira akan pake sebulan atau dua bulan pertama. Tapi, kalau gue kasih Tas, mungkin dia bakal pake meskipun jarang-jarang. Dan terakhir kalau mukena, gue cuma ingin setiap kali dia sembahyang dan berdoa, seenggaknya ada mukena itu yang jadi saksi bisu atas apapun doa yang dia panjatkan. Sementara itu, gue juga bisa dapet pahala coy."

"Hemmm terserah lu dah, lebih baik sih gausah. Toh, dia juga mutusin lo gitu aja, Malah dia lagi bahagia PDKT sama orang lain." Ujar Abyan.

*Seisi ruangan seketika sunyi. Semua terdiam, Satria yang mendengar ucapan Abyan pun langsung tertunduk merenung.

"Iya sih, lu bener Yan. Tapi gue rasa, gapapa deh gue kadoin dia. Mungkin Ini kado terakhir dari gue."

"Hemmm yaudah, semangat deh." Sahut Thomas.

Thomas, Maskur dan Abyan pun merangkul pundak Satria bersamaan. Selepas itu, mereka berempat pun kembali melanjutkan obrolan khayalan mereka. Fikiran Satria ketika itu bimbang, ia bingung apakah akan membelikan kado untuk Amira atu tidak. Ketika itu, Uang yang dimiliki Satria sangat terbatas. Ia hanya memiliki uang sisa celengan senilai enam ratus ribu, sedangkan total harga dari ketiga barang yang hendak Satria beli untuk Amira berkisar lima ratus dua puluh ribu. Semalaman Satria memikirkan hal tersebut, sampai tak sengaja tertidur sekitar pukul dua belas malam. Satria memilki kebiasaan bangun tengah malam untuk buang air kecil. Ketika ia hendak bergegas menuju kamar mandi, kakinya menyenggol tas sekolahnya hingga barang di dalamnya berserakan. Mata lima watt nya yang masih setengah memejam, dipaksanya untuk merapihkan kembali tumpahan pulpen dan alat tulis lain kedalam tas. Ketika hampir semua alat tulis sudah di rapihkan, tak sengaja ia melihat sebuah kertas kecil yang di laminating. Ketika Satria mengeceknya, ternyata itu adalah foto lama Amira yang sedang duduk bersama dengannya di areal wisata Taman Bunga Nasional. Matanya pun tak berhenti memandang foto yang sempat dikiranya hilang tersebut. Setelah melihat foto itu, Satria pun langsung meyakinkan dirinya untuk membelikan Amira hadiah di hari ulang tahunnya besok.

Tiga puluh Juli 2019 sore, Satria pun mulai berburu sepatu sneakers, Tas ransel dan mukena di ITC. Sekitar dua jam ia memilih milih motif, warna, dan ukuran masing-masing barang. Nampak sekali ketika itu wajah bahagia Satria yang bercampur dengan rasa penasaran akan respon Amira ketika tiba saatnya Satria memberikan kado tersebut untuk Amira. Sesampainya di rumah, Satria pun langsung membungkus kado yang di belinya menggunakan kardus Indomie, Yap makanan kesukaannya. Dengan perlahan dan hati-hati, Satria pun melipat dan menempelkan kertas kado serta menghias kardusnya dengan krayon. Tak lupa, Satria menambahkan Pita berwarna merah muda diatasnya dan menyelipkan sepucuk kartu ucapan ke dalamnya. Setelah semua selesai, Satria pun berehat sejenak seraya menerka- nerka dalam khayalannya, bagaimana respon Amira esok ketika ia membawakan kado untuknya. Di sela sela khayalan, Satria pun mendengar handphonenya berdering. Ia pun mengangkat telepon yang ternyata dari Abyan.

"Bro, gue otw oprasi... kalo bocah mau dateng jenguk, besok malem ya setelah gua kelar oprasinya." Ujar Abyan.

"Ha!? Oprasi!!!?? Oprasi apaan!?" Tanya Satria.

"Alah asu, sok-sok an lupa. Itu, penyakit keturunan gua."

"Ohhh, males sama jarang solat? Tapi masa harus oprasi!?"

"Eh kampret! Itu mah penyakit gua doang, keturunannya kaga ada! Lu temen mau oprasi, masih bae ngeledek!"

"Ehehehe ya maap. yaudah, nanti malam abis gue dari rumah Amira ngasih kado, gue jenguk lo ya."

"Iya bro, thanks ya. Nanti, alamatnya gue share loc."

"Oke, GWS cu!!! Jangan mati lu awas!!!"

"Iye asuuu!!!"

*tutttt ( telepon dimatikan)

Mengetahui Abyan akan menjalani oprasi cukup membuat Satria, Thomas dan Maskur sedih. Mereka terus berdoa dan berharap agar oprasi berlangsung lancar dan tanpa kendala.

Tiga puluh satu juli 2019, pukul tujuh malam, Satria, Maskur dan Thomas berangkat ke rumah Amira untuk menghadiri acara ulang tahun ke tujuh belas nya. Sepanjang jalan satria terus menerus tersenyum membayangkan respon Amira yang ia yakin akan sangat bahagia ketika menerima kado dan kue darinya. Kue yang di bawa Satria hanyalah kue kecil, seharga enam puluh ribu. Ia membelinya menggunakan sisa uang tabungan celengan yang sebelumnya sudah di gunakan untuk membeli kado. Sesampainya di sana, nampak banyak orang sedang duduk bersama dan menikmati beberapa hidangan yang di sediakan. Satria pun menghampiri keluarga Amira yang sedang duduk persis di sebelah timur rumah Amira. Ia menyalami Papah amira, Mamah, bude, pakde, serta semua keluarga yang hadir malam itu. Ketika itu Satria belum menjumpai Amira yang ternyata sedang berada di kamar mandi. Satria pun menitipkan kado dan kuenya kepada Ibu Amira. Selepas itu Ia pun menyuruh Satria, Thomas dan Maskur untuk sejenak menikmati makanan yang sudah di hidangkan. Setelah beberapa menit menyantap makanan, akhirnya Amira pun datang dari dalam rumah. Ia terlihat sangat cantik dimata Satria malam itu. Satria pun tak kuasa memandang nya cukup lama tiada henti. Tak lama kemudian, Papah Amira pun memanggil Satria untuk berfoto bersama. Beberapa foto pun telah diambil, termasuk foto Amira dan Satria berdua. Terlihat Amira seperti biasa saja dan cenderung tak suka akan kehadiran Satria di acara ulang tahunnya itu. Perangainya terlihat ketika Papahnya menyuruh untuk berfoto dengan Satria. Menyadari ekspetasinya tak tercapai, Satria cukup kecewa ketika itu. Senyum sudah tak terlihat lagi di bibirnya. Setelah mereka selesai makan, mereka pun langsung pamit berangkat menuju rumah sakit polri kramat jati guna menjenguk Abyan. Ketika hendak bergegas pergi, Satria sempat memberi salam perpisahan kepada Amira selepas bersalaman dengan Papahnya Amira.

"Mir, berangkat dulu ya. Semoga kamu sukses selalu, sehat selalu, bahagia selalu. Wish u all the best!"

Namun, lagi-lagi tak ada tanggapan istimewa darinya. Ia hanya tersenyum seraya menganggukan kepalanya. Satria dan kawan-kawan pun langsung bergegas menuju rumah sakit. Ditengah perjalanan Mereka bertiga pun memutuskan membeli buah-buahan untuk Abyan. Bingkisan yang di berikan Abyan tak hanya buah-buahan dari Mast, namun juga sepaket roti coklat yang di titipkan oleh Tamara.

Sesampainya di rumah sakit, mereka pun langsung digiring oleh petugas rumah sakit ke ruangan Abyan. Sesampainya disana, Satria pun langsung memberikan bingkisan buah kepada Abyan, serta satu bingkisan lagi dari Tamara. Abyan hanya bisa berbaring lemas dan belum boleh duduk ataupun berdiri ketika itu. Satria, Thomas dan Maskur pun terus mencoba menghibur Abyan yang nampak masih kesakitan dikarnakan oprasi yang baru saja di lewatinya. Di sela-sela canda dan tawa yang pecah malam itu, terlihat Satria lebih pasif dan terkesan berdiam diri dari obrolan. Abyan pun menyadari ada hal yang aneh, ia pun langsung menanyakannya kepada Satria.

"Cuy, lu kenape!?" Tanya Abyan.

"Hmmm? Engga, engga apa-apa." Jawab Satria.

"Jangan bohong, gue kenal lu bertahun tahun. Pasti gara-gara Amira ya?"

"Hmmm iye. Gue akhirnya ngasih kado ke dia, tapi dia responnya biasa aja. Padahal, gue make uang sisa celengan gue supaya bisa beli tu barang."

"Trus!? Emang apa sih yang bikin lo akhirnya mutusin buat ngado!? Kan udah gue bilang gausah!!"

"Iya sih, cuma dua hari lalu gue nemu foto lama gue dan Amira. Itu yang bikin gue inget dia dan akhirnya mutusin buat beliin dia kado."

"Mana fotonya!?"

"Nih!"

*Satria menunjukan foto tersebut kepada Abyan. Tak lama dari itu, Abyan pun langsung menarik foto tersebut dan menggenggamnya.

"Eh Yan!!! Kok diambil!?"

"Ini kan yang bikin lu susah lupa!? Sekarang, gue sita foto ini. Gue bakal balikin ke lo kalo lo udah berhasil lepas dari Amira!"

Melihat foto kesayangannya di sita oleh Abyan, Satria pun hanya bisa pasrah. Ia mengerti, Abyan hanya ingin agar dirinya bisa melupakan Amira. Namun, baginya tak semudah itu. Foto tersebut adalah satu-satunya foto dari file TBN yang berhasil Satria cetak setelah akhirnya semua albumnya terhapus karna kerusakan memori card miliknya.

Setelah sekitar tiga jam bersenda gurau dan mengobrol bersama, Satria, Thomas dan Maskur pun pamit untuk bergegas pulang. Ketika itu jam sudah menujukan pukul sebelas malam, Mamah Thomas pun sudah berkali-kali menelepon anak kesayangannya itu. Namun, mereka bertiga justru menikmati malam sejenak dengan nongkrong di bantaran fly over cijantung seraya menyantap somai. Suasana sudah sepi malam itu, mereka bertiga pun duduk di pagar pembatas jalan sambil menatap sekitar. Tak lama, Thomas pun berteriak cukup kencang. Semua terkejut, namun ternyata ia hanya ingin sedikit melepas beban dalam hidupnya dengan berteriak. Satria pun melakukan hal yang sama, namun sayang endingnya ia justru keselek ludah nya sendiri ketika berteriak lepas. Setelah sekitar tiga puluh menit mereka berada diatas fly over, rintik hujan pun mulai perlahan turun. Mereka bertiga pun langsung bergegas menaiki motor masing-masing untuk pulang. Semakin lama hujan nampaknya semakin deras, membuat baju mereka amat basah. Angin yang bertiup cukup kencang, juga membuat tubuh mereka kedinginan. Namun di moment itu, Ingatan Satria justru seketika melayang kembali pada moment dimana ia rela basah-basahan ketika mengantar Amira ke sekolahnya. Ketika itu hanya ada satu jas hujan, Satria pun menyuruh Amira untuk menggunakannya ful body, sedangkan dirinya tak mengenakan apa-apa. Tak disangka hujan turun sangat deras, petir menyambar nyambar, dan angin pun bertiup cukup kencang. Ketika itu Satria khawatir motornya akan mogok sebelum sampai ke tujuan. Namun ketika itu ia beryukur, karna motornya baru mogok dalam perjalanan pulang, dan Amira pun sudah sampai ke sekolah tanpa kebasahan.

Setelah sekitar dua puluh menit perjalanan, Satria pun sampai ke rumah dengan keadaan basah kuyup. Ia pun langsung bergegas ke kamar mandi guna membersihkan diri. Setelah itu, Satria pun bergegas masuk ke kamarnya untuk tidur. Namun, kali ini ia tidur menggunakan kaos yang pernah diberikan oleh Amira. Hari itu akan menjadi hari yang tak akan pernah Satria lupakan selamanya. Karna di hari itulah, ia tersadar bahwasannya memang Amira sudah tidak menghargai dirinya lagi, mungkin untuk selamanya.

"End of this part"