webnovel

Kue ( Hadiah darinya )

*

"Dia memang yang terbaik, bahkan dari semua orang yang bersamaku selalu saja kalah dengan kepekaannya."

*

Bumi duduk di sampingku, menatapku dengan lekat sambil berkata "Kamu mau kue?"

Aku menggeleng, sepertinya Bumi berniat untuk membelikan kue untukku. Tapi jujur saja, aku tidak menginginkan kue.

"Aku keluar sebentar, kamu bisa tunggu di sini sendirian kan?" tanya Bumi.

"Mau kemana kak?" tanyaku, tapi Bumi tidak menggubrisnya.

Di sebuah toko yang memiliki wangi sedap, disana juga Bumi berada. Matanya tengah melihat beberapa kue yang di hias dengan indah. Namun, Bumi ingat bahwa Senja menyukai kue cokelat. Jadi pilihan Bumi jatuh pada kue cokelat yang memiliki dua buah stroberi di atasnya.

"Saya mau ambil ini, tolong di bungkuskan." ujar Bumi.

"Siapa nama yang berulang tahunnya? Biar saya tuliskan di atas cokelat ini."

Bumi menggeleng, karena ini bukan kue ulang tahun untuk Senja melainkan hadiah untuk senyum yang tidak pernah pudar.

"Jangan ucapkan selamat ulang tahun karena kue ini bukan untuk orang yang berulang tahun, namun untuk seseorang. Bisa saya meminta kertas dan pulpen?"

"Sebentar."

Bumi menuliskan sesuatu,"Tolong tuliskan ini di atasnya, sebelumnya terimakasih."

Pelayan itu mengangguk, tersenyum manis kearah Bumi."Sangan romantis, untuk pacarnya?"

"Tidak, sahabat." ujar Bumi sambil menggelengkan kepalanya.

***

Aku termenung sendiri sambil menatap jendela dengan lekat. Tidak begitu lama, akhirnya ada yang mengetuk pintu yang membuat aku terlonjak karena ternyata itu Bumi dengan kotak kue.

"Senja, ini hadiah untukmu. Semoga saja kamu suka." ujar Bumi meletakkannya di atas pangkuanku.

"Kak, ini untukku?"

"Iya, untuk Senjaku yang manis. Apa kamu menyukainya?" tanya Bumi ketika aku berhasil membuka kue itu.

Aku terdiam, rasanya ingin menangis sekarang juga. Bukan karena sedih, tapi karena kue itu membuatku terharu.

"Kak, makasih." ujarku yang memeluk Bumi dengan erat.

Terlihat sangat jelas, kue cokelat dengan dua buah stroberi di atasnya. Dan tunggu, tulisan di atasnya...

"Aku tahu kamu tidak berulang tahun, tapi aku ingin memberikannya untukmu. Apa kamu suka?"

"Suka sekali!" ujarku dengan senyum mengembang.

Bumi tersenyum senang melihatku kegirangan, bahkan dia memintaku untuk menghabiskan semuanya sebagai hadiah darinya.

"Kak, ini untukmu. Rasanya pasti enak!"

"Baiklah, terimakasih karena sudah membagi." ujar Bumi.

Kami berdua memakan kue itu, tapi tidak lupa untuk menyikasan separuh untuk Bi Imas.

"Senja, apa kamu sudah bisa pulang?"

"Katanya nanti malam, aku rasa aku bisa sembuh dengan secepatnya." ujarku.

"Tentu, kamu kan kuat."

"Iya, karena sudah di berikan kue ini oleh kakak." ujarku.

"Kamu bisa saja, kalau begitu aku akan bertanya kepada suster tentang kepulanganmu karena aku rasa kamu bisa pulang sekarang juga."

"Benarkah?!"

"Tentu."

Bumi bangkit, pergi untuk berbicara dengan suster yang berada di depan. Karena bagaimana pun aku tidak suka berada di rumah sakit, terlalu bau dengan obat. Bukannya tambah sehat, aku malah selalu mual karena baunya.

"Senja, kamu sudah bisa pulang sekarang. Tapi alangkah baiknya kita menelpon Bi Imas terlebih dahulu karena dia akan cemas." ujar Bumi.

"Baik kak, aku menurut saja. Tapi kakak belum menghabiskan kuenya, habiskan."

Kami menghabiskan kue bersama, tentu dengan bahagia. Dan cokelat yang berisikan tulisan itu belum aku makan sedikit pun, karena isianya sangat berharga. Apa kalian bisa menebaknya?

Isi tulisan itu adalah 'untuk gadis manis bernama Senja yang senyumnuya tidak pernah sirnah sedikit pun, semoga cepat sembuh'

Bukankah romantis? Menurutku itu sangat romantis karena itu adalah hadiah pertama yang aku sukai meskipun bukan hari ulang tahunku.

"Kenapa denganmu?" tanya Bumi ketika aku tersenyum sendiri.

Aku menggeleng dengan cepat,"Tidak ada!"

"Baik kalau begitu berikan handphone nya dan biarkan aku yang menelpon Bi Imas."

"Ini," ujarku memberikan handphoneku pada Bumi.

Bumi pergi menelpon, sedangkan aku masih makan kue dengan lahapnya. Tidak begitu lama akhirnya Bi Imas masuk kedalam ruangan, padahal mereka baru melepon sekitar tiga puluh menit yang lalu.

"Non Senja sudah bisa pulang?" tanya Bi Imas pada Bumi.

"Iya Bi, sudah bisa. Tadi aku sudah bertanya pada suster, katanya sudah bisa karena keadaan Senja yang membaik." ujar Bumi.

Bi Imas merasa lega jika aku sudah bisa pulang karena mungkin orang rumah juga akan khawatir. Tapi tidak dengan kedua orangtuaku, mungkin.

Aku sudah berkemas, infus di tanganku sudah di lepaskan. Karena aku ingin segera pulang, aku berjalan terlebih dahulu bersama dengan Bumi.

Langkah kami terhenti ketika ada yang memanggil dari belakang, itu adalah Papa Bumi.

"Pak dokter!" ujarku dengan suara cempreng.

Papa Bumi tersenyum kearahku,"Bagaimana keadaanmu Senja? Pak dokter tidak bisa menjenguk ke kamarmu karena terlalu banyak pasien."

"Sudah lebih baik, malah baik sekali karena kak Bumi yang sudah memberikan aku kue yang mampu membuatku sembuh dengan seketika."

"Kue apa itu?"

"Cokelat!" ujarku.

Wajah Papa Bumi langsung berubah seperti terkejut, kemudian kembali tersenyum padaku.

"Pak dokter, kapan Cian kembali?" tanyaku dengan wajah sedih.

"Senja, Cian dan Mama baru berangkat tadi. Dan kamu mengharapkan mereka kembali sekarang begitu?" tanya Bumi.

"Iya!"

"Baiklah Senja, Pak dokter masih ada kerjaan. Kamu kembali dengan Bumi, oke?"

"Baik Pak, daaah!"

"Dah, jaga Senja. Bumi!"

"Baik Pa!"

Bumi dan aku menunggu di taman, terlihat dari kejauhan kamu melihat Bi Imas yang tengah membawa barang-barang berjalan kearah kami.

"Bi Imas, aku bantu!" ujarku tapi Bi Imas menggeleng tidak mengizinkanku untuk membawa barang.

"Tapi kenapa?"

"Karena Non Senja sedang sakit." ujar Bi Imas.

"Tap-"

"Senja, jangan memaksa. Kamu dengarkan apa yang di katakan Bi Imas, biar aku saja yang mengambilnya." ujar Bumi yang mengambil barang itu.

Aku menghembuskan napasnya,"Baiklah, aku sekarang tidak melakukan apapun karena sakit."

Bumi dan Bi Imas seperti tertawa melihatku mengerutkan wajah, tapi jujur hal itu tidak lucu untukku karea aku seperti tidak berguna.

"Kenapa kalian masih tertawa?" tanyaku pada mereka.

Aku masuk kedalam mobil duluan dengan wajah yang di tekuk."Sudah jangan marah Senja, kami hanya bercanda. Kamu sangat lucu, bahkan kacamatamu itu selalu saja melorot dari mata."

"Iya. Aku tahu karena aku pesek kan?" tanyaku.

"Non Senja kamu menyebut itu pesek, bagaimana dengan Bibi?" tanya Bi imas.

"Bibi, jangan seperti itu. Coba memakai kacamata, apa bisa merosot atau masih bertahan?" tanyaku.

"Tentu saja merosot ke bawh karena hidung Bibi pesek sekali." ujar Bi Imas.

"Sudah, semuanyakan selalu ada saja kekurangan dan kelebihan. Jadi kalian jangan seperti itu, syukuri apa yang sudah di berikan. Bagaimana dengan Bumi?" ujar Bumi.

"Kak Bumi? Tidak ada yang kurang, semuanya sempurna!" ujarku.

"Kenapa kamu mengatakan seperti itu? Setiap manusia pasti memliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing Senja, jadi sekarang lebih baik kamu makan kue cokelatmu. Nanti tidak aku belikan lagi loh!" ujar Bumi mengancamku.

"Baik aku akan makan nanti di rumah, di sini tidak aman. Bisa-bisa aku cemong." ujarku.

Bumi dan Bi Imas tertawa mendengar perkataanku itu, padahal menurutku tidak lucu.