webnovel

Culun ( Gadis berkacamata )

"Aku memang culun karena berkacamata, tapi memangnya ada yang salah?"

*

"Bumi, apa kamu berteman dengan gadis culun itu?" tanya teman Bumi yang sepertinya tidak menyukai Senja.

"Memangnya kenapa?" tanya Bumi.

"Dia sangat jelek, apa kamu yakin?"

Bumi menatap teman nya yang bernama Fero itu dengan mata nanar. "Kamu kan tidak berteman dengan- nya, tapi aku."

Kemudian karena marah Bumi menyudahi permainan basket nya. Teman-teman nya yang lain bertanya pada Fero karena saat berbincang dengan nyalah Bumi merubah ekspresinya.

"Apa yang kamu lakukan Fero?" tanya Rendi.

"Aku tidak suka dengan anak culun itu, lihat saja kacamatanya. Culun sekali bukan?" tanya Fero yang menatap Senja dengan mata sinisnya.

Rendi menghampiri Bumi."Kamu kenapa? Kamu tahukan kalau Fero memang seperti itu."

"Tapi aku tidak suka dengan dia yang menghina Senja, lihatlah mereka. Senja dan Cian, apa ada perbedaan?" tanya Bumi nyolot.

"Ada, kacamata dan gaya rambutnya." ujar Rendi.

Bumi menoleh kearah Rendi."Memang benar, tapi itu tidak masalah bagiku. Berteman tidak harus memandang fisik dan gaya seseorang."

"Aku tahu kamu bukan orang yang akan melihat sesuatu dari luar, tapi Fero bukan orang seperti itu bukan? Dia bahkan pernah menyiram wajah Fena -adiknya karena mengenakan gaya rambut seperti Senja itu." ujar Rendi.

Bumi tertawa, entahlah rasanya lucu saja. Karena hal kecil, Fero dapat merusak sebuah ikatan.

"Kalau kalian tidak suka Senja, mohon maaf aku juga tidak akan bermain dengan kalian." itu kalimat terakhir Bumi pada teman-temannya.

Senja dan Cian yang sedang bermain kejar-kejaran di buat tertegun karena melihat Bumi pergi dari sana, lalu tidak lama Bumi memanggil mereka agar segera pulang.

Teman-teman Bumi menatap kearah mereka dengan mata sinis.

"Apa bagusnya sih?" pekik Fero.

"Sudah Fer," ujar Rendi.

Kacamata Senja tiba-tiba terjatuh tepat di depan kaki Fero.

"Maaf ya kak," ujar Senja saat mengambilnya.

Tapi sialnya, Fero sangat jahil. Kakinya itu malah menendang kacamata Senja hingga cukup jauh.

Cian yang sudah ada di samping Bumi merasa terkejut karena Senja yang belum menghampiri nya.

"Kemana Senja?" tanya Bumi.

"Tadi-"

"Itu Senja kak!"

Bumi langsung turun tangan, ia menghentikan kaki Fero yang akan menginjak kacamata Senja.

"Hentikan!"

Fero terdiam membisu, ia sangat terkejut karena Bumi yang menahan kakinya dengan tangan kanan yang rela di korbankan untuk menolong Senja.

"Kenap-a.."

Bumi menyingkirkan kaki Fero meskipun tangan nya perih.

"Ini Senja, jangan sampai terjatuh lagi." ujar Bumi memberikan kacamata Senja dengan punggung tangan yang memerah.

Senja mengambilnya dengan tangan bergetar. Melihat tangan Senja yang bergetar Bumi langsung menggenggam nya.

"Jangan takut, kakak ada di sini." ujar Bumi tersenyum.

Senja tahu bahwa tangan Bumi sangatlah sakit saat ini. Tapi sepertinya ia mencoba untuk tidak memperlihatkan hal itu di depan Senja.

"Kak, punggung tangannya memerah. Kakak baik-baik saja?" ujar Senja.

Bumi menggeleng,

"Tidak, kakak baik-baik saja." ujarnya.

"Bumi, kenapa kamu malah menolongn?!" kesal Fero bahkan ketika Bumi hendak pergi membawa Senja.

Langkah Bumi terhenti, ia menatap kearah Fero dengan ekspresi marah.

"Karena dia berharga untukku!" jawab Bumi.

Senja terkejut, pipinya mulai berubah menjadi merah merona seperti udang rebus.

"Bumi, dia bukan tipemu. Dia sangat jelek dan culun!" ujar Fero.

"Tapi aku menyukai yang seperti ini. Kalau kamu punya masalah dengan penampilannya, lebih baik kamu mencari teman yang baru."

Seketika semua teman-teman Bumi terdiam, termasuk Fero yang sudah kesal sekali dengan sikap Bumi yang selalu membela Senja.

"Dia culun sekali, menjijikkan!" pekik Fero kembali, kemudian dia pergi.

Untuk apa Bumi berteman dengan orang-orang yang seperti itu, penampilan menjadi yang utama.

"Ayo, kita pulang." ujar Bumi menarik pergelangan tangan Senja agar berjalan di belakangnya.

"Kakak seharusnya jangan seperti itu, nanti bagaimana kalau mereka menjauhi kakak." ujar Senja dengan polosnya.

"Aku tidak masalah, asalkan itu bukan kamu." itu jawaban Bumi.

"Aku memang culun karena berkacamata, tapi memangnya ada yang salah?" gumam Senja, namun masih bisa di dengar oleh Bumi.

Bumi tersenyum, menghentikan langkahnya kemudian berjongkok di hadapan Senja.

"Senja, tidak ada yang kurang dari dirimu. Jadi jangan terlalu mengurusi opini orang lain, jadilah diri kamu sendiri. Mengerti?"

Senja mengangguk."Aku mengerti, tapi kakak akan seperti untukku? Aku merasa menjadi beban untuk kakak."

"Tidak Senja, jangan seperti itu. Kamu bukan beban bagi siapa pun." ujar Bumi.

Senja merasa bahagia karena sudah mendapatkan teman seperti mereka.

"Terimakasih kak."

"Sama-sama, percayalah kalau kakak akan selalu ada untuk kamu. Benar?"

"Iya kak."

Senja merasa tidak sendirian, ia punya seorang kakak yang selalu menemani dan melindunginya.

"Kak, dimana Cian?" tanya Senja.

"Dia sudah duluan, katanya dia melupakan sesuatu." ujar Bumi.

"Apa itu?"

"Mungkin dia belum menutup pintu, dia ketakutan karena nanti Mama pasti akan memarahinya."

"Hahaha.. Cian ini." ujar Senja sambil tertawa.

Bumi tersenyum melihat Senja tertawa dengan bahagia.

"Tetap tertawa seperti ini ya?"

Senja terdiam."Kenapa?"

"Senyum kamu sangat indah Senja, jangan pernah lunturkan senyum itu dengan apa pun itu. Mengerti?"

"Baik. Tapi kakak akan bersama denganku kan?" tanya Senja.

"Tentu, lalu aku harus bagaimana tanpamu?"

Ahhhh!!

Senja rasanya ingin berteriak karena kata-kata manis Bumi yang membuatnya ingin terbang juga saat ini.

"Kenapa Senja?" tanya Bumi melihat Senja yang terdiam.

"Tidak."

"Apa aku cantik?" tanya Senja dengan tiba-tiba.

"Tentu, kamu sangat cantik sekali." ujar Bumi.

"Kakak tidak usah berbohong, aku jelek dan culunkan?"

"Tidak, percayalah apa yang aku ucapkan ini memang benar." ujar Bumi.

"Hmm... Baiklah!"

***

Tidak lama Senja sampai di rumah- nya, di antarkan oleh Bumi karena khawatir jika harus pulang sendiri.

"Kak terimakasih untuk semuanya, sampai bertemu lagi besok." ujar Senja.

"Iya, sampai bertemu lagi besok."

"Dadahh!"

"Daah!"

Bumi dan Senja saling melambaikan tangan mereka, berharap besok mereka akan seperti ini lagi. Menjadi teman yang saling menolong satu sama lain, eh bukan! Tapi Bumi yang menjadi pahlawan untuk Senja.

"Non Senja baru pulang?" tanya Bi Imas.

Senja mengangguk sambil tersenyum."Iya Bi, Bibi mau kemana?"

"Mau ke pasar, Non Senja mau ikut?"

Tentu, Senja ingin ikut ke pasar karena di rumah akan sangat bosan jika sendiri.

"Mau!"

Akhirnya Senja memutuskan untuk ikut bersama dengan Bi Imas ke pasar.

Di pasar Senja dapat melihat banyak barang. Banyak juga orang yang sedang menawar, suaranya nyaring tapi mampu membuat Senja tersenyum.

"Kenapa Non?" tanya Bi Imas.

"Lucu Bi, apa Bibi juga suka menawar?" tanya Senja.

"Tentu Non, karena itu sudah menjadi kebiasaan ibu-ibu yang belanja di pasar. Kalau di supermarket kan tidak bisa di tawar, sudah menjadi harga pas."

"Wah Bibi pintar." ujar Senja memberikan kedua jempolnya.

Senja menunjuk salah satu makanan yang membuatnya tergiur."Itu apa Bi?"

"Bakso, Non Senja mau?"

"Mau!" ujar Senja kegirangan.