webnovel

Bumi (Ternyata Baik)

*

"Aku kira dia hanyalah seorang lelaki dengan wajah batu, ternyata hatinya seperti malaikat."

*

"Ini kacamatamu." ujar Bumi memakaikan nya padaku.

"Terimakasih."

Aku hendak beranjak, bagaimana pun aku tidak enak jika harus merepotkan Bumi seperti itu. Dia juga pasti harus pulang, bagaimana bisa dia menjagaku.

"Kak Bumi tidak pulang?"

"Bagaimana aku bisa pulang kalau kalau kamu ada di sini?" ujar Bumi.

"Maksudnya kak Bumi apa?" tanyaku.

"Kamu kan tidak punya teman lain, Cian juga tidak masuk sekolah. Jadi aku bertanggung jawab atas dirimu." ujar Bumi.

"Kak, boleh aku pulang sekarang?"

"Tidak, kamu harus memakan bubur dan minum obat dulu."

"Baiklah aku menuruti apa katamu." ujarku.

Bumi masih tidak tersenyum, kenapa lelaki itu hanya berwajah datar seperti batu? Apa aku perlu membuatnya tertawa?

Selesai menyantap bubur, Bumi memberikan aku obat berwarna putih. Aku sedikit merinding jika harus meminum obat, pasti pahit.

"Terimakasih kak Bumi, sekarang bisakah aku pulanh?"

"Kamu akan pulang dengan siapa? Aku membawa sepeda. Kamu ikut saja denganku, toh rumah kita juga di komplek yang sama." ujar Bumi mengajakku.

Aku tersenyum dengan deretan gigi yang terlihat, menyeramkan jika harus naik ke sepeda yang tempat duduknya hanya dari besi. Bahkan di depan Bumi lagi, aku tidak sanggup.

"Ayo!" aku sudah terlanjur di ajak oleh Bumi.

Ketika sampai di parkiran, ternyata sepeda Bumi sudah tidak seperti dulu lagi. Ada tempat dimana aku bisa duduk di belakang sana atau boncengan, bahkan di lapisi dengan busa yang empuk.

"Kak Bumi, ini sepedanya? Kok tidak seperti dulu?"

"Bukankah bokongmu akan sakit jika duduk di besi yang keras?"

Aku menggaruk kepala bagian belakangku yang tidak gatal, hanya malu.

"Boleh duduk?"

"Silahkan di coba."

"Nyaman!" ujarku sambil tersenyum.

Bumi juga mengangguk puas, mungkin mahakarya nya sudah di akui olehku. Memang benar, itu lebih nyaman dari pada dulu.

"Kenapa Senja? Peluk saja nanti kamu bisa jatuh." ujar Bumi karena aku tidak berani memeluk pinggang nya.

Bumi melajukan sepedanya. Mereka berdua juga berbincang bersama, sepertinya hubungan di antara kamu sangat baik sekarang. Dan aku rasa, Bumi adalah orang yang baik seperti malaikat.

Sampailah di rumahku. Bumi pamit untuk pulang, dia tidak mau mampir ke rumah karena jam sudah sore juga. Itu semua karenaku yang sudah merepotkan dia hingga menyita waktunya. Besok aku akan membawakan bekal untuk Bumi, khusus.

***

Tibalah hari esok itu. Aku bangun sangat pagi hanya untuk menyiapkan sarapan untuk Bumi, itu sebagai hadiah terimakasih.

"Non, kenapa bangun pagi sekali?" tanya Bi Imas.

"Aku ingin membuat sarapan Bi, jangan bantu. Aku ingin sendiri, Bibi hanya tinggal mencoba saja apakah rasanya enak atau tidak."  ujarku.

Bi Imas tersenyum kearahku, dia bahkan menggodaku yang tengah berada di fase cinta monyet.

"Bi, apa yang kurang?"

"Ini enak sekali Non!"

"Wah, ternyata aku pandai memasak juga!" ujarku memuji diri sendiri.

Tidak ada yang kebih mencintai kamu selain diri kamu sendiri, bukankah begitu?

Aku sendiri yang menyiapkan bekal untuk Bumi. Jadi tidak perlu lagi di tanya bagaimana rasa tulusnya.

Jam menunjukkan pukul enam lebih lima menit. Aku langsung pergi ke kamar untuk mandi dan turun kembali setelah siap dengan segalanya.

Seperti biasa aku di antar oleh Pak Jono.

"Pak aku pergi, pulanya seperti biasa!"

"Baik Non."

Aku berjalan ke kelas dengan bahagia, sampai aku melihat ada tiga orang yang aku hidari.

"Hai, Senja. Mau kemana kamu?" tanya Zeana.

"Ke kelas." ujarku menunduk.

"Wah, kamu bawa apa ini Senja?" tanya Zeana kembali.

"Nasi goreng."

"Boleh kami minta?" tanya Zeana dan yang lainnya juga mengangguk kearah Zeana.

"Tidak, ini untuk oranglain. Aku akan membuatkan nya di lain hari, besok aku akan bawakan untuk kalian." ujad Zeana agar nasi goreng itu tidak di rampas oleh Zeana.

"Tidak, aku menginginkan nya sekarang bukan besok!"

Zeana tersenyum, dia merampas nasi goreng itu dari tanganku.

"Zeana jangan!"

"Jangan !"

"Zeana!"

Hingga...

Brak!

Zeana menumpahkan nasi goreng itu tepat di hadapanku. Kalau dia tidak makan, tidak harus melakukan hal itu bukan?

"Zeana!"

"Kenapa Senja!" Zeana menghampiri Senja agar lebih dekat.

"Aku sangat kesal denganmu!" ujar Zeana.

Apakah tidak sebaliknya? Aku yang kesal dengan semua tingkah Zeana. Tapi apa alasan dia kesal kepadaku.

"Senja, si bodoh!" ujar Zeana.

Dan semenjak itu mereka memanggiku bodoh, bukankah terlalu kejam?

Setelah melihat makanan ku tergeletak di lantai, Zeana dan yang lain malah pergi. Aku hanya bisa mengambil nasi itu untuk kucing saja, memungit kembali dan memasukkan- nya kedalam.

Hingga Bumi datang dan melihatku dengan heran."Kenapa kamu seperti ini? Kamu memunguti seluruh makanan kotor ini?"

"Iya, awalnya ini untuk kamu. Tapi sayangnya ada orang yang menabrakku dan semuanya jatuh. Besok aku akan membawa yang baru." ujarku.

Bumi hanya mentapku, lalu dia membantuku membereskan ini semua.

"Apa kamu di bully Senja?" tanya Bumi.

Aku menggeleng dengan cepat, mengapa Bumi bisa mengatakan hal itu padahal aku belum pernah cerita.

"Tidak, aku hanya di tabrak orang saja. Lagian semuanya sudah berakhumir, kamu pergi ke kelas saja." ujarku.

"Jangan berbohong Senja, aku bisa melihat semuanya dari manik matamu." ujar Bumi.

Aku menelan saliva, kenapa Bumi bisa sepintar itu?

"Tidak, aku tidak berbohong kepadamu."

"Senja, kalau kamu butuh bantuan. Temui saja aku di kelas, aku banyak kenal dengan orang." ujar Bumi.

"Iya Kak."

Bumi mengantarku ke kelas, semua- nya menatapku dengan tatapan kebencian. Aku heran kenapa aku bisa di tatap seperti itu, sampai pada jam istirahat semua orang mengatakan tentang Bumi.

"Lihat, dia orang yang di antarkan oleh Bumi ke kelasnya. Kita tanya, apa dia pacar Bumi?"

"Boleh bertanya, maaf jika ini tidak sopan. Tapi kami ingin bertanya, apakah kak Bumi adalah pacar kamu?" tanya mereka.

Aku menggeleng, tidak paham akan semua ini. Dia hanya ingin makan, tapi malah di tanyai oleh orang-orang bahkan bukan hanya yang itu saja.

"Kamu kenal Bumi dimana?" tanya salah satu kakak kelas.

"Di-"

"Bagaimana bersama dengan Bumi?"

"Men-"

"Apakah Bumi banyak berbicara?"

"Tid-"

"Berhenti!" ujarku yang kesal. Kalau mereka mau mendapatkan jawaban setidaknya tahan dulu pertanyaan berikutnya jika belum di jawab.

Aku berlari saja menghampiri Bumi karena sudah muak dengan semua ini. Bahkan di perjalanan menuju kelas Bumi saja banyak pasang mata yang melihaku dengan sinis.

Apa salahku?

Apa karena aku pergi dengan Bumi?

"Kak Bumi!" panggilku, ketika aku sampai di ambang pintu kelas Bumi.

"Maaf sebelumnya kak, apa ada yang lihat kak Bumi dimana?" tanyaku dengan napas yang tersenggal-sengal.

"Bukankah itu pacar Bumi yang waktu itu ada di grup kan?" ujar seseorang yang masih bisa aku dengar.

Jadi? Ada gosip juga di antara kami berdua. Apa benar semua menggap kalau aku dan Bumi berpacaran? Tidak!!!