Dengan cepat waktu telah berlalu, dan semuanya berjalan tanpa masalah sama sekali, yang membuat Elias agak khawatir.
Sementara kedamaian itu adalah kabar yang baik, tapi kekacauan akan selalu mengikuti kedamaian—begitulah dunia bekerja. Tapi tidak apa-apa, selama itu bukan musuh dia hampir bisa mengubah energi Honkai di dunia ini menjadi sumber sihir baru.
Ngomong-ngomong soal penyihir, hubungan Mei dan Elias menjadi lebih dekat setelah hari itu. Dia tidak lagi menggunakan tembok tebal bernama 'ketenangan' di hadapan Elias, dia bertindak seperti gadis biasa.
Bahkan, Mei mulai membuat makanan untuk Elias sesekali. Dan mendapatkan makanan buatan sendiri dari seorang gadis adalah pengalaman baru dari Elias. Itu adalah pengalaman yang bagus, dia akan selalu mengingatnya.
Dan, Mei sudah mendapatkan kenyataan bahwa Elias bukan penyihir jahat yang dijelaskan dalam banyak kepercayaan yang suka mengorbankan manusia untuk iblis—dia sama dengan Mei, manusia, tapi bukan pada saat yang sama.
Elias bahkan memberitahu: "Aku juga punya sekutu iblis, tapi dia lebih jinak dari yang kamu kira. Aku bisa memanggilnya kalau kamu mau…"
Tentu saja Mei menolaknya. Mana mungkin ada orang yang ingin melihat iblis secara langsung.
Itu bukan masalah bagi Mei, tidak apa-apa temannya bukanlah manusia. Karena teman yang "bukan manusia" itu saja menerima kekurangannya dan identitasnya, dia yang manusia harus bisa menerima kekurangan dan identitas dari Elias.
Hari-hari yang selalu abu-abu itu perlahan-lahan berubah menjadi lebih berwarna dengan kedatangan sang "Sekutu iblis". Bagi Mei, sang penyihir bukanlah pembawa kedengkian, tapi pembawa harapannya.
"Penyihir Harapan…" Mei bergumam pelan, memandang Elias yang berjalan ke arahnya.
Hari ini, tidak seperti biasanya karena sekarang adalah hari libur, dan dia dan Elias punya janji untuk piknik berdua di hari libur yang cerah ini.
Elias mendekati Mei dengan senyuman saat dia menggoda gadis itu dengan berbicara, "Cuaca hari ini benar-benar cerah, memutuskan untuk piknik adalah ide yang bagus 'kan, Ojousama."
"Mou, Elias, jangan menggodaku dengan panggilan itu lagi." Mei cemberut mengingat kejadian dimana dia bertemu lagi dengan pengasuhnya di masa lalu.
Rumiko, sang pengasuh terdekat Mei, membuka sebuah restoran rumahan di distrik pasar kota Nagazora. Dengan keahliannya yang hebat dalam memasak dan kecekatan tangannya yang teliti, berhasil membuat rumah makan kecilnya menjadi sangat populer.
Dan, kebetulan Elias mengajak Mei untuk makan bersama di sana untuk menikmati beberapa makanan berat, mereka berangkat lebih awal agar mendapatkan tempat makan lebih awal.
Tapi pertemuan tidak terduga menciptakan sebuah kejadian tidak terduga.
Rumiko yang melihat sosok Mei langsung berseru, "Ojousama," dan memeluknya, membuat semua orang di sana terkejut. Begitulah akhirnya, Elias membuat ejekan kecil dari sana.
"Tapi bukankah itu pertemuan yang bagus? Kalian bisa saling bertemu lagi dan berhubungan."
Mei mengangguk setuju kepada pemuda itu, "Kamu benar."
Mei membuka kotak makanannya— "Elias, aku mencoba membuat beberapa hidangan baru." —Yang berisi banyak hidangan yang mungkin cukup untuk mengenyangkan empat orang dewasa.
"Ini luar biasa, tapi yang terpenting kamu benar-benar hebat. Terima kasih atas pekerjaannya yang hebat dalam membuat semua hidangan ini. Aku pastikan, aku tidak akan menyia-nyiakan sedikitpun dari mereka." Elias berkata dengan tekad melihat semua hidangan yang sangat menggugah selera itu… semuanya dibuat oleh Mei sendirian.
"Dan maaf tidak membantumu membuat semua ini," Elias melanjutkan. Dia benar-benar berterima kasih dan merasa tidak enak disaat yang bersamaan karena harus membuat Mei bekerja keras membuat makanan sebanyak ini, walaupun sejak awal tawarannya untuk membantu ditolak dengan sopan oleh sang gadis bermata indigo.
"Kamu sudah membantuku dengan semua bahannya, itu sudah cukup kok." Mei menjawab dengan ramah.
"Tapi, itu tidak cukup bagiku. Nah, kamu bisa minta apapun kepadaku selama masih dalam kemampuanku, Mei." Tapi Elias masih sangat kukuh dalam pendiriannya, hanya memberikan Mei pilihan untuk menerimanya.
Mei bingung ingin meminta apa untuk itu, dia tidak mendapatkan sedikitpun ide… "Boleh aku menyimpannya?"
"Tentu saja. Saat kamu sudah punya permintaan, katakan saja padaku. Dan boleh aku mencoba makanannya sekarang?"
"Eh, benar… hehe." Mei tertawa kecil, sejenak lupa kalau mereka sedang piknik bersama. Dia memandang Elias, lalu berkata dengan senyum, "Kalau begitu pastikan semua makanan ini habis, oke. Dan jangan pernah bosan dengan makanan buatanku."
"Aku akan pastikan untuk menghabiskannya." Elias melirik gadis cantik itu, sebelum mengatakan sesuatu yang membuat gadis itu tersipu. "Dan aku pastikan untuk tidak pernah bosan dengan setiap makanan yang kamu buat untukku."
Tanpa ragu, Elias meraih makanan pertama yang merupakan favoritnya daging, yang diolah menjadi bakso dengan saus yang diracik oleh Mei sendiri.
Ketika melahap daging itu, Elias bisa merasakan ledakan jus dari dalam daging yang kaya rasa ditambah dengan saus yang segar, membuat perpaduan sempurna — bahkan Elias bingung bagaimana menggambarkan makanan itu lebih jauh.
Elias terdiam tidak bisa berkata-kata berkat itu, dia menunduk menekan kepalanya, mencoba menenangkan dirinya dari ledakan emosi kebahagiaan. Entah kebetulan atau bukan, Elias bisa mengingat hari ketika dia makan bakso terenaknya di masa lalu. Sudah lama sejak dirinya mengingat hal itu…
"Umm…" Mei bingung dan gugup saat dia tidak bisa melihat ekspresi Elias sama sekali.
"Mei… ini… ini, sangat-sangat enak." Suara Elias bergetar dalam kegembiraan, ini adalah makanan terenak yang pernah dia makan semenjak dia berada di dunia ini, bukan tanpa alasan dia sangat mencintai daging dan menjadikannya makanan favoritnya.
Mei tersenyum senang. "Syukurlah kalau begitu, masih banyak disini, dan jangan lupa nasinya."
Sial! Kalau bukan karena dia tahu tentang bencana Honkai terkutuk dan halo protagonis diatas kepala Mei, dia akan benar-benar melamarnya dan menikahinya saat ini juga.
'Tunggu, seharusnya aku bisa langsung mengakhiri setiap Honkai di planet ini. Yah… mari anggap saja semua ini adalah liburan.'
Sambil memakan hidangan buatan Mei yang sangat luar biasa, Elias membayangkan skenario dimana dia disambut dengan senyuman lembut dan kasih sayang oleh Mei dari balik pintu sambil mengenakan celemek.
Elias gagal menahan seringai bahagia saat membayangkan adegan itu, dia kehilangan ketenangannya yang biasanya. Sementara hal itu membuat Mei agak bingung, tapi juga bangga pada pekerjaannya sendiri sampai membuat Elias tersenyum lebar dalam kebahagiaan.
Membuat temannya tersenyum sebahagia itu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan.
Mei sadar atau tidak sadar membentuk senyuman di bibirnya. Dia berharap kedamaian ini tidak akan pernah berakhir. Hidup dalam ketenangan bersama temannya adalah hal yang akan selalu dia nantikan.
…
Satu hari sudah berlalu, sekarang adalah tanggal 7 Desember. Rasanya hidup di dunia ini lebih santai daripada di dunia magis. Elias lebih menikmatinya.
Memandang langit, pikirannya berkeliling memikirkan setiap kenangan di dunia magis.
Dari pertama kali dipanggil ke dunia lain untuk membunuh kaisar tiran, hingga ketika dia bisa pergi ke alam semesta lain setelah menjadi dewa yang sebenarnya. Waktu itu sudah sangat lama, membuat Elias merasa semua itu hanyalah ilusi dari pikirannya.
"Elias, selamat pagi." Elias melirik ke arah Mei dengan ekspresi yang tidak terbaca.
Dia segera menggelengkan kepalanya dan tersenyum, "Selamat pagi, Mei," balas Elias kepada gadis yang berjalan ke arahnya. Dan secara alami, keduanya langsung berjalan bersama-sama menuju Akademi Senba.
"Sepertinya kamu sedang bahagia? Ada apa?" Pemuda itu bertanya saat gadis itu tersenyum bahagia.
"Rumiko-san berencana akan menikah. Dan aku diminta untuk menjadi pengiring pengantin wanita!" Mei menjawab dengan bersemangat.
"Oh! Jadi begitu… memangnya kapan pernikahannya?"
"Sekitar bulan Maret tahun depan."
Hah, bukankah itu tidak lama lagi? Elias berpikir dalam diam. Di masa lalu, dua teman petualangannya juga menikah dan meminta dirinya untuk menjadi penghulu acara. Yang perempuan adalah keturunan konglomerat, jadi persiapan dan acaranya sangat megah—walaupun pasangannya lebih suka yang damai.
Di masa-masa itu jugalah teman-temannya menjadi mak comblang untuknya, tapi pada akhirnya Elias menolaknya. Karena dia sudah punya rencana pulang ke bumi saat itu. Menyedihkan untuk perempuan itu…
"Ngomong-ngomong, Elias-kun, apakah kamu pernah mendengar tentang pembunuh berantai yang membunuh seorang siswa?"
Elias tidak mengatakan apa-apa untuk sejenak sebelum menjawab gadis itu. "Ya, kalau tidak salah nama korbannya Asakura Mizuki 'kan? Siswa kelas satu, sama seperti kita."
Mei mengangguk. "Apakah kamu tahu sesuatu tentang pembunuhnya?"
Sayangnya, Elias tidak mengetahui hal "itu". "Sayang sekali Mei, aku juga ingin tahu…"
Mata Elias perlahan-lahan melirik pada sosok kepala putih yang terlihat tersamarkan dengan orang-orang disekitar. Dia lalu mengabaikannya dan kembali fokus pada perjalanannya bersama Mei sampai memasuki lingkungan sekolah.
Dia sudah datang… jadi sebentar lagi ya… Elias mengerti. Dia menghela nafas, begitu banyak pekerjaan mengurus gadis dengan kepribadian ganda di tempat ini.
"Aku mendengar rumor tentang murid baru." Mei berbicara, membuat Elias melirik ke arahnya.
"Murid baru? Kupikir, itu tidak terduga 'kan. Di akhir semester seperti itu…"
"Iya. Menurutmu, bagaimana dia nantinya?"
"Mau permainan tebak-tebakan? Bisakah aku mendapatkan makanan buatanmu jika aku benar?"
"Ya, ide bagus," Mei terkekeh, "Padahal aku bisa memasak untukmu kapanpun itu," lanjutnya.
Elias tertarik sekarang. Mari buat dia merasa penasaran. "Hmm, dia bukan berasal dari Asia… dia eksentrik dan menarik, dan… mari tinggalkan yang terakhir sebagai kejutan untukmu."
Mei mengangkat alisnya, "Jadi misterius sekarang? Ngomong-ngomong, bagaimana kamu—" sebelum menyelesaikan ucapannya, Elias secara refleks melirik jauh ke suatu tempat dan menyela ucapannya. "Maaf, aku harus pergi. Kamu bisa ke kelas duluan, Mei."
"Oh, baiklah. Sampai nanti di kelas."
Elias melambai kepada gadis itu sebelum berjalan cepat menuju ke arah bagian toilet laki-laki. Mei tidak menunggu Elias (lagian untuk apa?) dan segera pergi ke kelasnya.
Mei teringat pertama kalinya dia bertemu dengan pemuda itu. Kesan pertamanya sangat buruk, sebuah kejutan di pertemuan pertama, mengingat hal itu membuat Mei merasa konyol dengan dirinya sendiri.
"Um… bisa aku minta tolong padamu." Mei melihat seorang siswi mendekatinya dan berbicara dengannya, dia berharap itu untuk alasan yang cukup baik…
… Atau tidak.
"Uh…" Mei terdorong ke tembok dengan kasar. Matanya melihat tiga gadis pelaku perundungan yang kedua teman laki-lakinya diberikan pelajaran oleh Elias.
"Kau! Pelacur, bagaimana kau bisa sangat menempel dengan Elias-kun seperti itu?!" Dia berbicara dengan keras, hampir seperti berteriak.
Mei tidak terintimidasi dengan mereka, dia terlalu sering menerimanya dia bisa menekan dengan ketenangannya, tapi dia tidak bisa pergi dari sana tanpa melakukan perlawanan dengan keadaannya yang saat ini dikelilingi oleh tiga siswi.
"Ya! Kamu tidak pantas dengannya, dasar putri kriminal." kata siswi yang lain sambil mendorongnya. Ucapan siswi itu memukul Mei dengan keras seperti petir. Dia sadar, Elias terlalu baik untuk dirinya dan dia tidak pantas mendapatkan kebahagiaan seperti itu.
Ya… dia cuma orang rendahan sekarang. Dia tidak punya harga… bahkan mungkin Elias akan bosan dengannya suatu hari nanti. Pada akhirnya dia akan sendirian di dunia ini…
"..." Mei masih bisa mendengar hinaan demi hinaan yang dilontarkan oleh mereka, tapi dia tidak melawan, pikirannya menggelapkan rasa rasionalitas di dalam kepalanya.
[... Tunjukkan saja siapa Ratu Petir yang sebenarnya. Siapa mereka bisa mengatur-atur hidupmu.]
Suara dari pikiran gelap pertama muncul, tapi Mei masih bisa menahan pikiran rasionalnya di tempat. Dia tidak ingin kehilangan kehidupannya yang damai dengan Elias. Mei takut… mengecewakannya dan ditinggalkan sekali lagi.
[Ya… Elias hanyalah untuk kita, hanya kita yang tahu rahasianya, mereka tidak pantas membicarakannya.]
"Hei! Apa yang kalian lakukan! Kalian mengeroyok seseorang ya!" Suara cerah yang bersemangat dari seorang gadis dengan logat asing berteriak ke arah ketiganya.
Entah kenapa, mereka merasa Dejavu dengan keadaan ini, tapi mereka tidak peduli. "Ini bukan urusanmu," kata si siswi gyaru dengan sinis.
"Pergilah!" Sahut temannya.
Tapi siapa gadis berambut putih dari Eropa yang cantik dan bersemangat ini? Jika Elias berada di lokasi, dia akan sangat bersemangat memikirkan namanya. Benar, itu adalah sang Kiana Kaslana yang legendaris!
Bagi Kiana, mundur bukanlah pilihan. Bagaimanapun, dia adalah Kaslana dan darah Kaslana yang mengalir di dalam dirinya tidak membiarkannya untuk mundur seperti penakut.
Kaslana sejati adalah pejuang yang berdiri di garis depan, melindungi orang-orang yang lemah, bukan pengecut yang berada di garis belakang pertahanan melawan Honkai.
Bersiaplah merasakan kekuatan dari sang jenius Kiana Kaslana!
Bab untuk menemani hari-hari anda. Berikan kritik dan saran. Walaupun tidak bisa menjawab karena layar HP-ku sebagian rusak, aku tetap membacanya.