webnovel

bab 8

"gue ngajak lo kesini karna gue nggak mau ninggalin lo sendirian nangis-nangis di kamar nangisin si bangsat Dipta itu ya... jadi mending lo sekarang nikmatin acaranya. ini acara ulang tahun jadi lo nggak boleh sedih.." Bela menggandeng tangan Nesya ke bar.

mereka ada di rooftop sebuah hotel di Jogja. Elena adalah adik kelas mereka dulu. bela dan Nesya lumayan akrab karena mereka pernah mengulang mata kuliah dan satu kelompok dengan Elena. beberapa minggu yang lalu, Elena mengatakan bahwa pacarnya dipromosikan menjadi manajer di salah satu perusahaan di luar negeri. jadi Elena dengan bangganya mengadakan pesta ulangtahun disini, sekaligus pamer tentu saja.

"gue minum sampe mabok, lo minum es teh aja.." Bela memberikan gelas berisi es teh ke tangan Nesya.

Nesya tersenyum masam. Nesya tidak ingin berada disini, ketika tadi siang Nesya menelpon Bela dan menceritakan segalanya, Bela mengamuk dan datang ke penginapan dengan wajah marah.

ia lalu mengajak Nesya datang ke pesta ulang tahun Elena berharap Nesya berhenti menangis di kamarnya.

"Nesya?? Nesya bukan sih??"

Nesya menoleh. karna ini acara adik kelasnya, jadi Elena mengundang banyak teman kampus termasuk beberapa teman Nesya satu angkatan.

"iya ini Nesya udah pergi gih sono.." usir Bela. Bela menunjukkan wajah tak suka.

gadis cantik berambut pirang didepannya tak terima. "Bela masih aja galak. dapet Bimo yang kalem kirain bakal jadi ikutan kalem.."

"sianjing..." desis Bela.

"udah..." bisik Nesya memegang lengan Bela yang sudah tersulut emosinya.

si gadis berambut pirang ini bernama Saras, dia cantik, pintar dan menjadi mahasiswi populer saat itu. kini menatap Nesya dari atas sampai bawah. matanya menyipit, melihat perut Nesya yang mengembang di balik gaunnya.

"loh? udah hamil aja bukannya nggak jadi nikah sama Billy???"

inilah alasannya Saras membenci Nesya. dia berpikir bahwa Nesya merebut Billy darinya. padahal kan bukan salah Nesya jika Billy justru naksir Nesya bukannya Saras.

"iya gue dah putus sama Billy.." jawab Nesya pelan.

"nggak usah nanggepin nenek lampir Nes.." sela Bela. meneguk minuman di gelas slokinya sekali teguk. sebal melihat Saras yang masih saja jahat seperti dulu.

Saras pura-pura tak mendengar ucapan Bela. saat itu Elena lewat dan datang menyapa.

"eh kak Nesya dateng juga.. loh kak Nesya lagi isi ya?" Elena bertanya dengan ceria. Elena mencium pipi Nesya senang, dulu mereka lumayan akrab karena sering bertemu saat mengerjakan tugas kelompok.

"nikah belom tapi udah hamil.." Saras tertawa mengejek.

bela mengepalkan tangannya dan siap untuk menampar Saras. tapi Nesya menahannya, menggelengkan kepalanya pada Bela.

"kok nggak dijawab? lo hamil siapa bapaknya tuh Nes???" Saras seperti menyiram bensin di tengah api.

Nesya menggigit bibirnya kuat-kuat. mencoba tidak peduli pada apa yang Saras tanyakan.

Nesya mengangguk sopan pada Elena yang terlihat canggung diantara mereka, lebih baik dia pulang. "gue duluan ya. Elena happy birthday ya.." ucap Nesya tulus. Nesya membalikkan tubuhnya pergi dan melihat pria itu ada disana. menatapnya dengan pandangan yang Nesya tak bisa artikan.

######

karena karna Nesya memblokirnya dan Dipta tak punya kontak Bela. Dipta coba mencarinya di instagram. untunglah Bela tak mengunci akunnya, Dipta membuka insta storynya dan melihat Bela update di rooftop hotel untuk acara ulang tahun temannya.

Dipta bergegas ke hotel tersebut dan sempat dicegah masuk karna tak bisa menunjukkan invitation. Dipta meninggalkan dompetnya pada security dan mengatakan mereka boleh mengambil semua uangnya asalkan dia boleh masuk dan mencari kekasihnya.

Dipta mencari sosok Nesya di segala penjuru dan akhirnya dia melihatnya di dekat bar. sedang mengobrol dengan beberapa temannya.

Dipta berjalan mendekat. nafasnya terpengal-pengal karena berlari. tapi beban di pundaknya langsung hilang saat melihat Nesya yang cantik dengan gaun hitam di tubuhnya. nesya masih terlihat cantik. gadis itu tak berubah sedikitpun.

"kok nggak dijawab? lo hamil siapa bapaknya tuh Nes???"

Dipta menghentikan langkahnya. tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. nesya hamil??

tubuh Dipta terasa kaku. tak bisa melangkahkan kakinya. dilihatnya Nesya berbalik ke arahnya. saat melihat Dipta, Nesya memegang lengan Bela agar tidak jatuh.

Dipta menarik nafas panjang. mencoba tenang. Dipta menyingkirkan beribu pertanyaan di benaknya dan menenangkan dirinya sendiri, dia menghampiri Nesya yang hanya bisa diam disamping Bela.

"aku mau ngomong.." Dipta meraih tangan Nesya dan mengajaknya duduk di kursi tak jauh dari situ.

######

Sudah sekitar 15 menit mereka tak saling bicara. nesya duduk sambil memainkan tas tangannya, tak menatap Dipta sama sekali.

Dipta sudah minum tiga botol bir yang ada di meja dengan cepat.

dia haus sekali... pikir Nesya

"Nes.." akhirnya Dipta membuka suara.

Nesya ingin lari sekarang. dia benci melihat Dipta tiba-tiba muncul tiba-tiba. Nesya mengingat apa yang terjadi di bar di Jakarta dan apa yang orangtua Dipta ucapkan di telepon. Nesya memilih tidak mengatakan apapun.

Dipta meraih tangan Nesya, "nes.. kamu..." Dipta menghela nafas panjang. "kamu hamil?" tanya dipta akhirnya. yang tak dijawab sama sekali oleh Nesya.

"honey, i wanna tell you.. apa yang terjadi di bar itu aku nggak sadar. aku mabuk parah karna capek banget baru sampe dan langsung meeting disana.. kamu bisa tanya mas Arman yang terjadi sebenernya.." Dipta menjelaskan.

"nes.." panggilnya lembut.

"sayang.." Dipta mengeratkan genggaman tangannya.

nesya menyerah, mendongak memandang wajah Dipta yang berkeringat. nesya melepaskan tangan Dipta membuka tas tangannya, mengambil tisu yang dia selipkan disana dan menyeka peluh di pelipis dan leher Dipta.

"kamu keringetan. abis jogging?"

itu tidak terdengar lucu di telinga Dipta, Nesya tidak bisa lari lagi. Dipta perlu tahu apa yang terjadi. Dia meraih tangan Nesya lagi, "Nes.. jangan ngalihin pembicaraan.."

Dipta menatap mata Nesya dalam-dalam. mencari jawaban.

Dipta tak peduli dengan kaos polonya yang basah karna keringat. atau nafasnya yang hampir habis karna Dipta tak memiliki waktu sama sekali untuk sekedar duduk brristirahat setelah turun dari pesawat.

dipta tak peduli orang-orang sedang melirik mereka dengan pandangan penuh tanya. dipta hanya peduli pada gadis yang duduk di depannya sekarang, yang menatapnya sedih dan itu membuat dadanya terasa sakit. dipta tak suka melihat Nesya bersedih..

"look, baby... aku butuh tau.. kamu hamil anak siapa?" tanya Dipta pelan sekali.

Nesya mengernyit tak suka, mulutnya terbuka tapi dia mengatupkannya lagi dan tak mengatakan apapun.

Dipta menunggu. Nesya menghela nafasnya panjang, "anak kamulah anak siapa lagi.." itu lebih seperti gumaman. tapi Dipta bisa mendengarnya jelas sekali.

pandangan Dipta melembut, "kenapa nggak ngasih tau aku?"

Nesya melengos. Dipta menyadari bahwa Nesya berkali-kali mencoba bicara padanya tapi Dipta sibuk dengan pekerjaannya.

"ya Tuhan... jadi hal penting yang pengen kamu sampein tuh ini? Nesya kamu kenapa nahan diri sih.. kan aku bisa langsung ngelamar kamu kalo tau kamu hamil gini.." Dipta mencium pipi Nesya gemas.

bagaimana bisa dia bersikap seperti ini ketika dia akan menikahi wanita lain? Nesya berteriak dalam hatinya.

ucapan orangtua Dipta terputar kembali di otaknya, ditatapnya Dipta dengan pandangan tak suka, "ngelamar aku? ngelamar cewek lain kali?" Nesya melemparkan kalimat itu dengan nada marah. lalu mengatakan apa yang orangtua Dipta katakan di telepon.

dipta diam di kursinya, mencoba mencerna apa yang baru saja Nesya jelaskan padanya. sedetik kemudian tawanya pecah, dia tertawa terpingkal-pingkal. membuat makin banyak orang yang menatap mereka berdua dengan mata penasaran.

"oh my god honey... calon yang mau aku bawa kerumah itu kamu..." kata Dipta sambil menyeka air mata yang menetes di pipinya.

######

"iya mah.. iya.. mamah nggak usah kuatir. iya dipta nanti ke Jakarta sama dia.. hah? nggak usah buru-buru mah orangnya belum aku lamar... apa? iya... orangnya belum bilang juga mau nikah sama aku apa nggak... astaga mah ya iya iya.. mah.. disini brisik aku lagi nyamperin dia di partynya temennya... iya iya nanti Dipta kabarin lagi... iya kasih tau papah nggak papa.. Dipta tutup dulu..." Dipta tersenyum senang lalu mematikan ponselnya.

"mamah nyuruh aku bawa kamu kerumah naik pesawat pagi.." Dipta meraih tangan Nesya, menggenggamnya dengan kedua tangannya. kebahagiaan terpancar di wajahnya.

nesya diam saja, setelah penjelasan Dipta tentang kesalahpahaman yang terjadi Nesya merasa bodoh. ini bukan pertama kalinya dia salah sangka. dan sekarang kejadiannya justru lebih parah. bagaimana bisa Dipta jatuh cinta pada gadis bodoh sepertinya?

"kalian udah kelar masalahnya? udah setengah dua belas bentar lagi tiup lilin..." Bela yang sudah mabuk datang menghampiri. Nesya sedikit khawatir, takut Bela tiba-tiba menampar atau mengatakan hal-hal buruk pada Dipta karna kesalahpahaman yang terjadi.

"maaf ya gue tiba-tiba nongol disini.. gue bener-bener nggak enak sama yang punya acara." Dipta merasa menyesal.

bela mengangguk, "nggak papa nggak papa.. Elena.. Elena.. sini..." panggil Bela kepada gadis yang memakai gaun putih ala princess disney malam itu. dia menggandeng pacarnya ke meja mereka.

"nah ini yang punya acara, minta maaf sendiri..." Bela yang ceplas ceplos menyuruh Dipta meminta maaf.

ketika pasangan Elena datang dan menyapa Dipta yang duduk disamping Nesya, Dipta segera bangkit dari duduknya dan mengulurkan tangannya.

"selamat ulang tahun, maaf banget aku ganggu acara kamu soalnya tadi ada sedikit masalah sama nyonya..." Dipta melirik Nesya yang memainkan ponselnya. masih diam saja. antara marah dan malu.

elena tersenyum ramah, "nggak papa, oh iya aku Elena adik kelasnya kak Nesya pas kuliah.. ini pacar aku Roy.." Elena memperkenalkan diri.

sejak tadi Roy terus-terusan menatap Dipta penasaran. dia merasa mengenal wajah pria yang bersama Nesya malam ini.

matanya kemudian membulat dan Roy sempat tertegun beberapa saat, "astaga Pak Dipta??? Pak Pradipta???" wajahnya nampak sangat kaget.

"kamu kenal beb?" tanya Elena bingung.

"i-ini... atasan aku, direktur perusahaanku..." setengah berbisik, tapi Bela, Elena dan Nesya bisa mendengar ucapan Roy.

"si brengsek ini bos?" Bela mengerjapkan matanya lalu menunjuk Dipta tepat di wajahnya.

dipta batuk-batuk kecil dan tertawa pelan. tapi Roy justru terlihat pucat melihat Bela dengan entengnya menunjuk-nunjuk wajah bosnya dengan telunjuknya.

"maaf pak, apa ada yang bisa saya bantu sekarang?" Roy sedikit membungkukkan tubuhnya dan bersikap sopan.

"nggak nggak. kita lagi diluar kantor jadi kamu nggak perlu sopan gini sama saya.. selamat ulangtahun sekali lagi buat pacar kamu. aku minta ijin buat culik nyonya ini ya..." Dipta menoleh kearah Bela, yang sudah benar-benar mabuk.

Dipta harus bicara dengan Bela dalam keadaan sadar. Bela terlihat menakutkan, seolah-olah ingin membunuh Dipta hanya dengan tatapan matanya.

Elena mengangguk dan menarik Bela untuk bersandar di tubuhnya. Bela sempoyongan, tapi lengannya menggaet lengan Elena seolah itu adalah suaminya. "dia biar saya yang urus. bapak...mas... bapak maksud saya boleh ajak kak Nesya pulang duluan.. terimakasih sudah datang.." ucap Elena terbata-bata.

bibir Dipta naik mengulas senyum di wajahnya, "sampai ketemu di kantor." dia menepuk pundak Roy berpamitan.

#######

Nesya mengganti gaunnya dengan kaus kedodoran dan celana pendek. membersihkan wajahnya di meja rias dan naik ke tempat tidur.

"mau sampe kapan kamu pura-pura aku nggak ada disini?" tanya Dipta.

nesya mendengus "kamu ngapain disini, nginep hotel bintang lima aja sana.."

Dipta terkekeh. teringat saat Nesya marah-marah menyaksikan security di hotel tadi mendapatkan masing-masing 500ribu karena mengijinkan Dipta masuk. itu gajinya satu minggu dan Dipta membuang-buang uangnya begitu saja, katanya sambil melangkah kesal.

"nggak mau we..." kata Dipta dengan nada mengejek, membuat nesya sebal setengah mati. "orang pacarku ada disini.. ya aku mau disini dong.."

Dipta memeluk Nesya dari belakang. mencium ubun-ubun Nesya mesra. dipeluknya gadis itu erat, tak ingin melepaskannya lagi.

"sejak kapan kita pacaran?"

"loh? emang kita nggak pacaran??" tanya Dipta kaget.

"kamu nggak pernah nembak aku.."

Dipta menatap Nesya tak percaya, membelai rambutnya lalu tertawa pelan.

"aku pikir sikap aku selama ini udah nunjukin kalau aku sama kamu punya hubungan. buat apa aku repot-repot video call kamu bahkan pas aku lagi kerja. ngucapin selamat pagi ke kamu sesering mungkin.. perhatian aku ke kamu, usaha aku buat ngeyakinin kamu.. kamu pikir itu apa?"

Nesya mengangkat bahu, "kamu nggak pernah bilang cinta sama aku.."

Dipta kali ini benar-benar tertawa melihat sikap Nesya yang kekanakkan. "aku nggak tau kalo kamu penganut hal-hal kayak gini.. kamu butuh validasi banget ya?"

bola mata Nesya berputar. bisa-bisanya Dipta mengatakan bahwa Nesya butuh validasi karna Dipta tak pernah menembaknya atau mengatakan cinta dengan serius.

bukankah wanita memang membutuhkan hal-hal klise seperti ini? agar bisa tahu kemana arah hubungan yang mereka jalin? daripada sudah capek-capek chattingan tiap hari dah saling terbuka ternyata ujung-ujungnya cuma dianggap teman?? kalau nggak pernah ngomong soal perasaan atau minta jadi pacar, lalu nanti terjadi sesuatu bukannya malah jadi tidak bisa menuntut apa-apa?

validasi katanya??? pfftt... bukankah seharusnya dia mengajak Nesya berkencan dari awal? tentu saja semua salah paham ini timbul karna sikap Dipta yang tak jelas... nesya marah-marah dalam hati. tak mau disalahkan. pokoknya cowok selalu salah. dan Nesya tak boleh disalahkan.

"nes.." Dipta memeluk Nesya lebih erat. menyandarkan kepalanya di bahu Nesya..

"anak papa.." Dipta mengelus perut Nesya penuh sayang. Nesya meneteskan airmatanya ketika mendengar itu.

"kok kamu nangis.. udah jangan nangis lagi, aku disini.. cup cup.." Dipta menyeka air mata Nesya dengan ibu jarinya. kemudian berbisik tepat di telinga Nesya

"hey, I think I love you.."