Rachel membuat seisi rumah bertanya-tanya. Rachel melontarkan kata-kata yang membuat Delon sebagai pelaku utama memijit pelipisnya.
"Apa maksud-mu, Nak?" tanya seseorang dari arah belakang. Rachel dan Delon langsung memutar kepalanya kearah suara.
"Papa...," panggil Rachel pelan.
Pria berwajah tampan walaupun sudah berumur itu tidak bisa menghilangkan ketampanannya.
Jeno melangkahkan kakinya menuju meja makan. Tidak lupa mencium kepala putrinya terlebih dahulu.
"Boy, bertambah tampan saja kau." Jeno mendudukkan dirinya di bangku miliknya.
"Terima kasih, Pa." Jeno mengangguk. Lalu mengambil roti di depannya. "Kamu belum menjawab pertanyaan papa Rachel. Apa maksud-mu tadi?" tanya Jeno kembali pada putrinya.
Rachel memutar matanya. Lalu Rachel sudah berniat melaporkan perbuatan kakaknya tadi kepada papanya.
"Lihat ini. Semua lihat ini." Rachel menunjukkan sikunya yang sudah terbalut plester coklat kepada semua orang termasuk Delon yang membuat Rachel merintih kesakitan tadi.
Semua orang melihat apa yang ditunjukkan Rachel termasuk Delon. Mata Delon membulat sempurna saat melihat luka di siku tangan Rachel. Dan itu disebabkan oleh dirinya.
Delon menyentuh plester yang menutupi luka Rachel dengan perlahan.
"Apa ini sakit?" tanya Delon perhatian dan dijawab Rachel dengan anggukan.
"Astaga, Rachel. Ceroboh sekali kamu," seloroh Martha pada putrinya.
Martha dengan rasa paniknya langsung menghampiri Rachel dengan membawa kotak p3k.
Meskipun Martha selalu mengeluh mengenai sifat nakal putrinya. Tapi, Martha tidak pernah bisa melihat putri semata wayangnya merintih kesakitan. Walaupun itu hanya digigit semut.
"Augh... kenapa dilepas plesternya, Ma?" protes Rachel saat Martha dengan perlahan melepas plester itu.
Martha tidak memperdulikan protes putrinya. Jemari Martha dengan trampil mengoles obat pembunuh kuman dalam luka Rachel.
"Delon, lain kali jaga adikmu," perintah Martha dengan nada sedikit marah.
"Baik."
Sedangkan Jeno hanya bisa menghela napas panjangnya. Bisnis dan masalah kantor bisa Rachel tangani dengan baik.
Tapi, hanya untuk luka kecil, putrinya itu sangat berlebihan. Hingga membuat satu rumah heboh.
"Rachel... Rachel. Hanya luka kecil saja kamu sampai membangunkan mayat hidup," cibir Jeno.
Rachel yang mendengar cibiran papanya hanya bisa mencebikan bibirnya.
"Kak Delon ada urusan apa kekampus, Pa?" tanya Rachel yang sudah menormalkan rasa sakit dari lukanya.
Jeno mengendikkan bahunya. Lalu mata hitam Rachel memutar kearah Delon untuk meminta jawaban.
"Tugasmu hanya belajar. Aku ada urusan penting di sana."
Jawaban dari Delon sangat di luar dugaan Rachel. Kakak yang selalu bermain dengannya dulu. Kini telah berubah sempurna.
Dengan perasaan kesal, Rachel langsung memasukkan roti tawar yang telah ia lapisi selai kedalam mulutnya tanpa menggit terlebih dahulu.
Meskipun dengan perasaan kesalnya. Ekor mata Rachel tidak bisa menghindari segala ketampanan dari pria di samping Rachel.
Mulai dari cara Delon meneguk susu, hingga menyelesaikan sarapan paginya.
Apalagi kemeja yang Delon pakai pagi ini. Sangat cocok. Potongan kemeja itu sangat pas di lekuk tubuh kekar Delon. Jika bisa, Rachel akan mengeluarkan salivanya karena tidak tahan melihat kesempurnaan Delon.
Bukan hanya Rachel saja. Pasti mahasiswi kampus juga akan berteriak histeris karena kedatangan kakaknya itu.
"Racheeel!" teriak mama Martha dari arah dapur.
Seakan tahu alarhm yang sedang memanggilnya. Rachel dengan cepat mengambil susu yang sudah berdiri di samping piringnya.
"Ya... ya! Aku tau," jawab Rachel acuh sembari meneguk sus* putih yang sudah tersedia di depan matanya.
Jika Martha tidak berteriak. Maka Rachel tidak akan pernah menyentuh sus* yang sudah Martha buatkan.
Rachel memang tidak terlalu suka minuman itu. Tapi, karena mama Martha... Rachel dengan terpaksa harus meneguk minuman yang kaya nutrisi itu.
"Mama, habis!" teriak Rachel sembari menunjukkan gelas kaca itu keudara.
"Bagus!"
Setelah ritual pagi telah selesai. Rachel kembali memeriksa bawaan dari tasnya agar tidak ada yang ketinggalan.
Namun tanpa Rachel sadari sisa minuman tadi masih tertinggal di sudut bibir Rachel dan sukses membuat Delon memperhatikan Rachel.
"Rachel. Kamu kalau minum itu yang benar ...," ucap Delon seraya menarik tisu dengan cepat lalu mengusap perlahan sisa peninggalan minuman itu.
Mata hitam Rachel tidak sadar jika dirinya selalu menatap kakaknya dengan tatapan instens. Hingga membuat pria itu salah tingkah. Namun saat Delon hendak menyudahi usapan itu ...,
Tiba-tiba tangan Rachel mencekal tangan Delon. Hingga Delon mengernyit ikut menatap mata indah Rachel.
"Yang di sini belum Kak," ujarnya manja seraya menunjuk arah bibirnya yang memang terlihat ada bekas minuman putih itu.
Delon menghela napas beratnya. Lalu memaksa dirinya melakukan itu pada bibir lembut Rachel yang terlihat menggoda bagi Delon.
Delon mulai mengusap dengan perlahan, dan tanpa Rachel sadari. Bulu halusnya seketika berreaksi tanpa ia sadari.
Perempuan centil itu merasakan sentuhan halus dari jemari Kakaknya.
"Hm. Sudah. Cepat selesaikan sarapanmu"
"Sesuai perkataanku tadi. Kamu pergi ke kampus dengan kakak," lanjut Delon lagi dengan merapikan kembali kemejanya.
Sebenarnya. Delon bukan sedang merapikan posisi kemejanya. Tapi, sedang merapikan kondisi tubuhnya yang mulai memanas karena merasakan lembutnya bibir Rachel.
Delon memang pandai berkelit untuk urusan hati. Tapi, sampai kapan ia akan menyembunyikan kejanggalan hatinya. Entahlah.
Hanya Delon yang bisa mengatakan itu.
Karena status mereka saat ini. Dan tidak mungkin pria itu berani mengatakan kejujuran hatinya.
Hutang balas budi Delon terhadap keluarga Jeno sangatlah besar.
Jika keluarga itu tidak mengangkat dirinya dulu. Mungkin saja Delon tidak akan merasakan kasih sayang dari orang tuanya saat ini.
"Hem. Ya,ya! bawel kayak Mamaa"
"Tapi, aku bisa berangkat dengan Pak Raden. Tidak perlu diantar-antar seperti itu," cicit Rachel yang mencoba membujuk Kakaknya untuk membatalkan niatnya.
Jeno yang mendengar keluh-kesah putrinya pun ikut-ikutan berbicara untuk membuat Rachel tetap ikut dengan Delon.
"Turuti saja perkataan kakakmu," tungkas Jeno.
Rachel masih terdiam menimbang-nimbang manfaat dan unfaedah ikut kedalam mobil Delon.
Jika Rachel bersama dengan Delon. Bisa-bisa ia akan menjadi pusat perhatian seluruh isi kampus. Karena ada pria tampan di sampingnya.
Tapi, Rachel juga tidak bisa menolak permintaan dari papanya.
"Kak, tapi ... nanti turunnya sebelum kampus ya," bisik Rachel pada Delon agar papanya tidak mendengar tawaran Rachel.
Delon menggeleng tegas. Pendiriannya tetap.
Delon itu tidak memberitahu adiknya. Jika ia akan menjadi dosen sementara di mata kuliah Ekonomi Bisnis. Di jurusan yang dipilih oleh Rachel.
Mungkin Rachel juga akan terkejut dengan posisi Delon nantinya.
"Maamaa!" rengek Rachel manja. Rachel berharap jika malaikatnya itu mampu menolong dirinya dari pesona kakaknya di kampus nanti.
"Apa Sayangnya Mamaa?"
"Mama masih sibuk masak untuk bekal Papamu. Kamu minta saja pada Kakakmu. Mama sedang sibuk, Sayang," sahut Martha dengan tangan cekatan menambah, meracik, dan menyecap masakannya agar terasa pas di lidah wanita paruh baya itu.
Jika sudah pas di lidahnya. Maka juga akan terasa pas di lidah suaminya.
"Nah iya, dimasukan seperti itu, Bi"
"Ohya, jangan lupa wortelnya. Aku hampir lupa haha," ujar Mama Martha dengan bibi Rina di dapur.
Sedangkan di meja makan. Rachel masih sibuk membujuk pria dingin di sampingnya.
"Kakak ...," rengek Rachel sekali lagi hingga ia mengalungkan tangannya pada lengan kekar Delon. Berharap pria itu membatalkan niatnya.
Dulu. Dengan rayuan manja dari Rachel seperti ini. Dapat meluluhkan hati pria tampan itu. Sebelum pria itu melanjutkan sekolahnya di luar Negeri. Tapi, sekarang semuanya berubah total.
Sekarang Delon menjadi nampak dingin dengannya. Entah apa yang membuat pria itu tidak sehangat minuman yang ada di depan Rachel.
Apa mungkin kak Delon sudah mempunyai kekasih, di Amerika?
Tapi, kenapa kak Delon belum membawa kekasihnya ke rumah?
Aarrgh. Memikirkan Delon sudah mempunyai kekasih saja hampir membuat Rachel gila. Apalagi sampai menikah.
Rachel memicingkan matanya. Lalu menatap mata Delon dengan lekat. Membulatkan tekatnya.
Delon hanya miliknya. Tidak ada yang boleh mendekati kakaknya. Tidak satu pun!
"Rachel jangan seperti ini. Usiamu sudah 20 tahun. Dewasalah sedikit"
"Sekali Kakak mengatakan tidak. Tetap tidak. Keputusan masih seperti tadi," tambah Delon dengan nada ketusnya.
Rachel yang akhirnya mendapatkan keputusan final dari Delon langsung mendengus kesal.
Rachel melepas kasar kalungan tangannya pada bahu Delon, "Oke! Tapi, aku tetap mau turun di luar kampus. Aku tidak mau turun denganmu," kata Rachel dengan nada kesalnya.
Rachel memundurkan kursinya dengan kasar, tangannya meraih tas punggung kecilnya di atas meja. Lalu berjalan keluar tanpa pamit kepada mama-papanya.
Delon juga dilaluinya seperti angin saja.
Dan seketika membuat hati Delon tiba-tiba tercekat sedih.
Jika bukan seperti ini. Ia akan sulit melupakan perasaannya terhadap adik tidak sekandungnya itu.
Delon pun akhirnya ikut berdiri. Dan berjalan mendekati dapur, menghadiahi kecupan selamat pagi dan ijin untuk segera berangkat.
Cup
"Mamaa, Delon pamit ya. Rachel juga sudah di mobil duluan. Dia sedang marah sepertinya," tutur Delon sembari memutar tubuhnya ingin segera menyusul adiknya.
"Ya, berhati-hatilah. Rachel memang belum bisa dewasa, Sayang. Kamu harus banyak-banyak bersabar," Jawab Martha lembut.
"Pa, Delon pergi dulu, ya!" seru Delon dari arah dapur dan langsung diangguki Jeno.
Delon pun hanya mengangguk lalu dengan langkah cepatnya menyusul Rachel.
Sekarang Delon sudah berada dalam posisi kendali stir. Sedangkan Rachel memasang raut wajah kesalnya. Duduk di samping pria tampan itu.
Tidak ada percakapan yang berarti di antara mereka. Suasana mobil nampak sunyi.
Rachel juga tidak suka menatap ke arah depan. Rachel selalu memutar kepalanya ke samping agar tidak bisa melihat wajah kakaknya itu.
"Rachel ...," panggil pelan Delon sehingga memecahkan keheningan saat ini.
Rachel masih diam. Ia tak mau menjawab panggilan dari Delon.
"Kakak akan menjadi dosen di kampusmu," ucapnya dengan pandangan masih terfokus pada laju mobilnya.
"Kenapa mendadak seperti itu!" teriak Rachel tidak suka.