webnovel

Hasrat Cinta: Menemukan Suami Pendamping

Ketika Dua insan sedang berpegangan tangan dan hampir mengucap janji pernikahan, Sebuah panah perak menebus jantung sang Pria. Pria itu adalah Pangeran Pavo Cristatus, Pendamping hidup bagi Puteri Arabella Muticus. Darah mengalir deras, karena panah perak menebus jantung dan membuat Pernafasan terhenti seketika. Keterkejutan dan teriakan dari banyaknya orang yang hadir, membuat Arabella seketika melemas tak berdaya. Di depannya, Pendamping hidupnya harus mati mengenaskan.. Di tengah kesedihannya karena di tinggalkan Pria yang sangat dicintai. Arabella mengambil tusuk konde yang ada di rambutnya, Lalu Menusuk tepat di jantung dan seketika darah keluar dari mulutnya. Di sisa-sisa nafas terakhir, Arabella menatap langit malam "Demi Dewa-dewi Langit, Aku Arabella Muticus. Akan terlahir kembali dan menuntaskan janji pernikahan dengan Pendamping hidupku, Pavo Cristatus!! Kuberikan darah dan jantungku sebagai persembahan!." Ketika sumpah itu terselesaikan, Nafas Arabella ikut berhenti.. Bumi bergetar hebat dan angin kencang memporak-poranda bangunan di sekitar. Semesta ikut bersedih, pada pasangan yang mati di altar pernikahan.. Dewa-Dewi mengabulkan Permintaan Arabella, Kedua Jiwa pasangan itu di tarik dengan cepat dan di simpan di dalam guci pusaka. Hingga ribuan tahun setelahnya, Ketika dunia sudah jauh lebih Modern. Dewa-Dewi melepaskan dua jiwa itu di tempat berbeda.. Seberapa jauh cinta di pisahkan, pada akhirnya mereka akan bertemu kembali.. Karena takdir dan pengorbanan, sudah menjadi tumbal bagi keberlangsungan hidup mereka.. ******** -Urban legend- -Konten Dewasa- -Romance- [Pavu Muticus] Keturunan asli dari Merak hijau. [Pavo Cristatus] Keturunan asli dari Merak putih ****

Diana_Yellow · Fantaisie
Pas assez d’évaluations
225 Chs

mood yang berubah-ubah.

Aku duduk di depan meja makan dengan sangat kesal, mood baik di pagi hari sudah hancur Karena sikap Steve yang sangat menyebalkan. aku memesan banyak makanan, lebih tepatnya semua jenis menu makanan di tempat ini aku pesan dan sekarang sudah di sajikan tepat di depan wajahku.

aku mengambil sendok dan mencoba untuk memakan semua menu secara satu-satu. Masa bodo dengan tatapan mata Steve yang sejak tadi terus memandangi wajahku. Melihat wajahnya yang datar dan sialnya sangat tampan, membuatku jadi ingin makan lebih banyak lagi. Rasa lapar di perutku semakin menggila.

"Nona, kau yakin akan menghabiskan semua ini?". Tanya Steve dengan suara pelan.

"Ya!! Jika kau di panggang sekarang juga akan aku makan hingga habis. aku sangat lapar ketika berada di dekatmu. Jadi jangan katakan apapun! sebelum aku potong lehermu itu." Ujarku lantang, dia sudah berdehem dan memegang lehernya sendiri. aku tau dia pasti tidak menyangka bahwa Bosnya bisa sejahat dan Seburuk ini sikapnya.

Ketika Diriku sedang asik memakan semua menu yang tersedia, suara Dering ponsel membuatku langsung menengok ke arah ponsel tersebut. Melihat nama yang tertera tentu saja aku langsung mengambil ponsel dengan cepat dan mengangkat panggilan tersebut.

"Ya!! Tuan Muda Caldwell yang terhormat! tidak bisakah kau katakan pada Tuan Steve yang ada di depanku ini untuk bersikap biasa saja!? bagaimana bisa kau katakan padanya bahwa dia dan aku tidak boleh berkencan!!! Kau gila Ya!!." Aku langsung berteriak kencang ke arah ponsel, memaki kakak sialan yang pasti saat ini sedang tertawa dengan begitu sialan.

"Nona, malu dilihat banyak orang." Steve berbisik pelan padaku, tapi aku mengacuhkan ucapannya. Masa bodo dengan orang-orang yang ada disini. aku tidak perduli, aku hanya mau memakai kakakku ini sampai dia tuli.

[Adikku tersayang suka sekali marah-marah. Bagaimana urusan di Sana? apakah baik-baik saja? aku berniat untuk membuatmu menetap beberapa bulan, Karena memang perusahaan Kita itu jarang ada yang mengontrol. aku harap kau mau menyetujuinya, lebih tepatnya kau memang harus setuju.]

"Aku akan langsung menghantam wajahmu Dengan bangku yang keras, agar kau tau bagaimana rasa sakitnya! Ckckckck.. sekarang kakakku yang tampan ini sudah berani menyuruh-nyuruh diriku ya? Ya!! Jika sampai wajahmu terlihat olehku sekarang, aku yakin akan babak belur." Aku memakinya sekali lagi, namun kali ini dengan suara yang lebih pelan. Karena Steve sudah memohon agar aku memelankan suara yang sejak tadi mengganggu tamu yang lain.

[Itu kenapa kakak menelpon dirimu, Karena aku tidak berani bertemu dengan dirimu. Oh ya, jangan kasar-kasar pada Steve. Dia itu teman baikku, kau akan sangat kaget saat tau siapa dia. Dia bekerja di perusahaan kita hanya untuk setahun ini saja. Karena Ayahnya memang mau dia bekerja dan memahami proyek-proyek penting di perusahaan kita. Baru setelah itu Steve akan mengurus perusahannya sendiri.] Mendengar hal tersebut, aku langsung Menengok ke arah Steve. Benar saja kan? Steve memang bukan dari Keluarga biasa. Karena aku sudah merasa aura yang dia pancarkan begitu mewah dan berkelas.

Steve benar-benar bukan orang biasa, aku jadi merasa bersalah sudah Memakinya setiap saat.

"Baiklah, jangan pernah tunjukkan Wajahmu itu di depanku. atau kau akan aku bunuh dengan cepat dan tanpa ampun. Aku akan bertindak baik, jika dia juga tidak berpura-pura suci." ucapku pelan, masih sambil memandang ke arah Steve yang hanya diam saja di depanku.

[Kau akan lihat siapa dia sebenarnya, Mungkin dia memang aneh dan begitu datar. tapi jika kau berhasil menaklukkan dingin Sikapnya itu, aku yakin kalian adalah pasangan yang cocok. Hihihihi...].

Aku Langsung mematikan sambungan telepon, karena merasa kesal dengan apa yang kakakku katakan. Aku menaruh ponsel kembali ke atas meja, lalu mulai melanjutkan kesibukanku untuk makan siang. Walaupun aku tau ini belum waktunya makan siang, Seperti apa yang Steve Katakan.

Ting!

Suara pesan masuk terdengar di telingaku, aku kira itu pesan dari ponsel milikku. Tapi Ternyata Steve yang sudah mengeluarkan ponselnya dan melihat sebentar ke arah Layar, tak lama Steve Menghela nafas dan kembali memasukkan ponsel tersebut.

"Apakah kau bisa makan dengan cepat? Ada rapat penting yang harus kau hadiri. Ini berhubungan Dengan saham yang anjlok tiba-tiba karena Berita Pengeboman yang terjadi." Steve berkata Dengan serius, aku yang mendengar hal itu tentu saja langsung sebal.

"Bantu aku makan, aku tidak pernah melihatmu makan dengan lahap dan banyak. Kau diet?." Tanyaku basa-basi, hanya ingin di bantu saja. karena saat aku melihat kembali makanan yang ada di atas meja, entah kenapa aku merasa ngeri. Karena ternyata banyak sekali makanan-makanan itu.

"Aku tidak terbiasa makan banyak, memilih untuk makan sedikit tapi cukup. Membuang-buang makanan bukanlah hal yang biasa aku lakukan." ada kalimat menyindir dari kata-katanya saat ini. aku tau Bahwa pastilah dia memang sengaja mengatakan hal itu padaku. Agar aku bisa melihat makanan di depanku akan terbuang sia-sia.

"Ck! Kau menyindir diriku." Kataku sebal.

"Mau kau habiskan atau tidak makanannya? masih tersisa sangat banyak dan terlihat layak. Jika kau tidak mau Habiskan, kita bisa membungkusnya lalu membagikan ke orang-orang yang membutuhkan." Kata Steve memberitahu.

"Bagaimana bisa kau berikan makanan begini ke orang lain? ini sudah aku makan." Ucapku.

"Lihatlah, dari 30 menu makanan disini. Kau hanya makan 3 menu saja, itu juga hanya sedikit saja. Sisanya untuk apa? Lebih baik kau bungkus dan berikan pada Office Boy/girls di kantor. lebih baik daripada kau buang percuma." kata-kata Steve benar-benar menohok hatiku sangat dalam. di balik sikapnya yang dingin dan jahat, ternyata dia masih memikirkan hal baik lainnya. Makanan memang tidak boleh di buang, karena masih banyak orang di luar sana yang kekurangan makanan.

"Baiklah, Baiklah.. Kita akan Bungkus makanan yang belum aku sentuh." Aku menyerah dengan apa yang Steve Katakan.

"Bagus, kau pintar." Steve bangun dari tempat duduknya lalu tanpa sadar dia mengacak rambutku dengan gemas. Dia langsung memanggil pelayan untuk membungkus semua makanan yang belum aku sentuh. Aku melihat tatapan matanya yang berbinar senang, sepertinya Steve memang punya hati yang sangat baik.

"Ayo kita langsung ke mobil saja, makanan itu akan di antar ke kantor. Karena sekarang kita harus buru-buru mengurus meeting penting." Aku mengangguk paham, kami kembali berjalan bersama untuk pergi menghadiri Meeting penting. melihat Steve yang berbeda seperti ini, membuatku jadi lebih nyaman bekerja dengannya. Hanya beberapa detik saja aku sudah bisa membuat mood yang buruk menjadi lebih baik.