webnovel

Haruskah Kembali?

Kau bilang ingin kembali? Apakah kau lupa tentang pengkhianatan yang kau beri? Kau bilang maaf? Aku sudah memaafkanmu, namun luka ini terlanjur menancap di hati. Kau bilang beri kesempatan sekali lagi? Aku sendiri tidak tahu, apakah hati ini masih untukmu. Aku begitu mencintaimu, hingga aku letakan sumber kebahagiaanku padamu. Aku yakin kamupun begitu mencintaiku. Bagiku, kamu sungguh suami luar biasa. Namun, kejadian dua tahun silam, membuatku tidak lagi percaya denganmu. Cinta dan kesetiaanmu telah kau bagi dengan yang lain. Meski kamu mengatakan maaf dan itu sebuah kesalahan, namun kepercayaan tak bisa lagi aku pertahankan. Aku putuskan pergi dari hidupmu dengan membawa hati yang pilu.

DYAR · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
12 Chs

Tidak Berhasil Membujuk

Suasana tegang masih begitu terasa di rumah megah tersebut. Fitri yang tetap teguh pada penolakannya, membuat Tari dan Tiara kecewa. Kecanggungan kini dirasakan Fitri. Tidak mau terlalu lama dengan ketidaknyamanan, Fitri segera pamit.

***

Sepeninggalan Fitri, Tari dan Tiara kembali bersungut. Mereka sangat kesal dengan pendirian Fitri, namun memaksakanpun tidak terlalu tega.

"Kak Tari apa benar laki-laki itu punya tabiat tidak baik?"

"Maksud kamu Dek?"

"Ya seperti yang Fitri bilang tadi. Laki-laki itu berani pegang tangan dan dagunya Fitri."

"Aku tidak tau Dek karna aku tidak melihatnya. Kamu denger sendiri tadi, laki-laki itu bersikap begitu, ketika aku sama Mas Radit meninggalkan mereka sebentar."

"Tapi ga mungkin juga kan kak Fitri bohong? Ah terlalu ceroboh tuh orang. Haduh... apa dia ga bisa ngebedain mana wanita yang lugu dan mana wanita nakal. Ya pantes aja Fitri nolak kalau emang kelakuannya kaya gitu".

"Iya juga sih dek, kakak juga ga mau punya ade ipar kurang ajar. Cuman masalahnya, yang diucapin Fitri itu belum pasti kebenarannya. Lagi pula kalaupun yang diomongin Fitri itu bener, mungkin dia bersikap begitu sama ade kita hanya karena ingin bersikap manis dan menunjukkan kesungguhannya aja, tanpa memiliki niat buruk. Kita ga boleh terlalu suudhon sama orang".

"Iya juga sih kak. Cara orang mengungkapkan cinta kan beda-beda ya? Mana mungkin juga Kak Radit ngenalin cowok sembarangan sama ade kita."

"Udah ah kakak bener-bener pusing mikirin ade kamu yang satu itu. Ini terakhir kalinya kakak peduli dengan calon pendamping hidupnya. Sekarang terserah dia mau milih laki-laki kaya gimanapun juga. Toh nanti dia sendiri yang akan merasakan pahit manisnya".

"Iya kak aku setuju. Aku juga cape ngenalin ini itu tapi tetep aja dia tolak. Ga ngerti sama maunya dia. Moga aja dia bisa mendapatkan pendamping hidup yang lebih segala-galanya dari semua cowok yang kita kenalkan sebelumnya."

"Aamiin...". Balas Tari.

Percakapan antara kedua kakak adik pun berakhir. Meskipun kecewa, namun mereka mencoba menerima keputusan Fitri. Dengan harapan, Fitri bisa membuktikan untuk mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari semua laki-laki yang sudah mereka kenalkan. Mereka kembali ngobrol banyak hal. Tidak terasa waktu sudah semakin sore. Tiara pun bersiap-siap pamit karena suami dan anak-anaknya akan segera menjemputnya untuk berangkat ke rumah mertuanya.

***

Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Tari beserta kedua anaknya sedang makan malam bersama.

"Ma, ayah pulang jam berapa?" Tanya Nagita.

"Tadi sih bilangnya mau lembur karna sedang banyak pekerjaan, minggu depan mau ada audit katanya".

"Hmmm... Ayah sibuk banget ya Ma? akhir-akhir ini sering pulang larut malem, udah ga suka makan malam bareng kita lagi". Gerutu Nagita sambil memainkan sendok garfunya.

"Ya mau gimana lagi sayang, semua kan demi kemajuan perusahaan kita. Nanti juga ada masanya ayah kembali punya waktu banyak untuk kita". Jawab Tari menghibur kesedihan anak keduanya.

Sementara Akmal, anak sulung Tari, makan sambil asyik memainkan hp tanpa mau peduli dengan obrolan ibu dan adik tunggalnya. Dia seolah-olah punya dunia sendiri.

Selesai makan malam, mereka semua kembali melanjutkan aktivitas masing-masing. Akmal masih sibuk dengan game onlinenya. Nagita mulai telponan dengan pacarnya. Sedangkan Tari nonton sinetron favoritnya sambil menunggu kedatangan suaminya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 22.30. Semua penghuni rumah sudah tidur lelap. Tiba-tiba pintu kamar Tari terbuka. Selang beberapa detik, Radit masuk. Radit menaruh jasnya secara sembarang, lalu segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selesai ganti baju, Radit melihat ke arah Tari yang tidur dengan sangat lelap. Dia menarik nafas begitu dalam. Kemudian membaringkan badannya di samping Tari tanpa mau mengganggunya.

Berulang kali Radit mencoba memejamkan mata, namun selalu gagal. Fikirannya saat ini benar-benar sedang kacau. Dia terus membolak-balikan badannya mencari posisi nyaman untuk tidur. Tetap saja hasilnya nihil. Sampai akhirnya Tari terbangun karena merasa tidurnya mulai terganggu.

"Sayang kamu sudah pulang?" Sambil mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba untuk menguasai kesadarannya kembali.

"Iya Ma, ini ayah baru mau tidur".

"Hmmm sepertinya ayah lagi banyak fikiran ya?"

"Ayah hanya sedikit cape aja Ma, banyak pekerjaan yang harus dibenahi karena mau ada audit, ayah ga mau kena masalah".

"Ayah mau Mama bikinin kopi atau teh manis biar sedikit relax?"

"Ga usah Ma, lanjutin aja tidurnya, Ayah juga mau tidur". Sambil mencoba memejamkan matanya. Lalu kemudian kembali membuka kedua matanya yang memang masih sulit untuk terpejam.

"Oh ya tadi Fitri jadi ke rumah kita Ma?"

"Jadi Yah. Cuma, dia masih tetap pada pendiriannya". Sambil menunjukkan raut muka kecewa.

"Emang Mama ga bisa paksa dia untuk nerima kolega Ayah itu? Dia kaya lho Ma. Kalau punya adik ipar kaya raya, kita juga bisa mudah mengembangkan perusahaan. Dia itu salah satu pengusaha muda sukses di kota ini, anak perusahaannya juga pada maju."

"Sudah dicoba Yah, tapi hasilnya tetap nihil".

"Emang apa alasan penolakannya?"

"Seperti biasa Yah, hasil istikharahnya ga bagus. Terus dia bilang temen ayah itu moralnya jelek. Bener ga sih Yah?"

"Moralnya jelek gimana Ma? coba jelasin!"

"Waktu kita ninggalin mereka ngasih kesempatan buat ngobrol, Ayah masih inget ga?"

"Hmmm iya ayah masih inget. Terus?"

"Fitri bilang temen Ayah itu udah bersikap kurang ajar, berani pegang tangan dan dagu Fitri".

"Ah yang bener Ma?".

"Iya Yah, Fitri bilang begitu".

"Haduh tuh orang ga bisa apa jaga sikap. Padahal udah Ayah jelasin lho Ma kalau Fitri itu wanita baik-baik yang masih lugu". Radit keceplosan.

"Hah berarti bener dong kelakuan temen Ayah itu ga baik? Ayah juga udah tau?" Tanya Tari dengan tatapan tajam.

"Aish Mama ini. Sebenernya buruk sih nggak Ma, cuma ya namanya seorang bos, gaya hidupnya agak beda dari kita".

"Agak beda dari kita gimana Yah?"

"Ya dia sedikit banyak mengenal dunia malam Ma. Tapi itu karena dia masih lajang, jadi masih suka sedikit hura-hura. Mungkin saking penatnya fikiran dia, jadi dia kadang pergi ke club malam buat ngilangin stres. Beban kerja seorang Big bos sangat berat. Dia kadang butuh hiburan. Pasti Mama ngerti lah."

"Iya juga sih Yah. Tapi kalau udah nikah ternyata dia masih suka hura-hura gimana? Mama ga mau ah Fitri menjadi istri yang terabaikan nantinya."

"Ya kalau Fitri berhasil menjadi istri yang mampu menyenangkan suami dalam segala hal, ga mungkin dong dia masih mau keluyuran mencari kesenangan di luar". Jawab Radit ga mau kalah.

"Mama ga yakin Yah."

"Ah ngapain juga masih didebatin toh Fitri udah nolak dia kan?"

"Iya juga sih Yah. Oh ya tadi kata Ayah seorang bos kadang menghilangkan kepenatannya main ke club malam ya? Terus ayah bilang suka hura-hura. Jangan-jangan Ayah suka pulang larut malam karna ke club malam juga ya main sama cewek-cewek genit? Kan Ayah juga seorang bos. Secara Ayah juga punya teman yang kelakuannya kaya gitu." Seru Tari penuh selidik.

"Kalau ayah beda Ma." Jawab Radit sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Mana jaminannya? Apa buktinya kalau Ayah ga gitu?" Tuntut Tari.

"Ya ampuuun... Masa mama ga percaya? Pernah ga Ayah pulang jam dua atau jam tiga subuh? Pernah ga Ayah pulang dalam keadaan mabuk? Ga pernah kan?"

"Kalau mabuk sih ga pernah. Tapi Ayah pernah beberapa kali pulang dini hari". Tari makin menuntut penjelasan lebih.

"Mama sayang... Ayah pernah pulang dini hari karena Ayah lagi banyak kerjaan, itu pun cuma beberapa kali, bukan untuk main-main kaya yang Mama tuduhkan. Tiap ayah pulang larut malam kan selalu bilang sama Mama. Selalu jelasin sama Mama. Masa Mama ga percaya?".

"Awas aja kalau Ayah bohong, nanti Mama laporin ke Mama sama Papa mertua". Sengit Tari.

"Kamu itu Ma... Mentang-mentang menantu kesayangan dikit-dikit lapor". Balas Radit sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Oh ya kita balik lagi deh ke topik pembicaraan tadi. Brarti pendirian Fitri ga bisa Mama rubah ya?"

"Nggak bisa Yah. Apa lagi kalau bener kelakuan temen Ayah itu kurang bermartabat, mana tega Mama jodohin Fitri ke orang kaya gitu."

"Ya siapa tau aja kalau udah nikah dia bisa setia sama satu pasangan Ma. Kalau udah cinta pastinya dia akan setia dan tunduk sama Fitri".

"Lha kalau ternyata malah sebaliknya gimana? Siapa tau dia hanya tertarik sesaat sama Fitri. Mau ayah punya ade ipar dijadikan korban temen Ayah sendiri?"

"Ya nggak lah Ma. Lagi pula Mama juga ga berhasil kan bujuk dia? Fitri itu terlalu pilih-pilih Ma, cuma karna punya wajah lumayan cantik sampai seselektif itu. Kalau nanti jadi perawan tua gimana coba? Sekali-kali Mama tegas lah sama dia. Toh jika dia nikah sama orang kaya, nanti yang diuntungin dia juga". Sungut Radit panjang lebar.

"Malah Mama sama Tiara udah sepakat ga mau lagi ngejodoh-jodohin dia. Terserah dia mau milih cowok kaya gimana, toh dia juga nanti yang akan jalani rumah tangga. Mama udah cape jodohin dia terus tapi selalu gagal."

"Tapi, kalau Mama berhasil jodohin dia ma orang kaya, terutama rekomendasi dari Ayah, kita juga nanti bisa diuntungkan".

"Ya tapi Ayah jangan asal jodohin juga dong. Udah tau temen ayah yang kemarin itu perangainya ga baik, malah tetep dikenali ke Fitri".

"Dasar ade kamu aja yang terlalu pemilih, buktinya temen-temen ayah yang sebelumnya juga tetep dia tolak. Kamunya aja yang ga bisa bikin ade kamu nurut".

"Lho kok Ayah malah jadi sewot sama Mama sih? Kalau gitu, Ayah aja yang langsung ngomong sama Fitri kalau emang Ayah bisa bujuk Fitri".

"Males ah". Jawab Radit sambil pura-pura memejamkan mata, tidak mau memperpanjang obrolan yang dapat menambahkan beban fikirannya saat ini.

Melihat Radit memejamkan matanya, Tari menarik nafas menahan rasa kesal. Akhirnya Tari pun menyusul tidur.