webnovel

Haruskah Kembali?

Kau bilang ingin kembali? Apakah kau lupa tentang pengkhianatan yang kau beri? Kau bilang maaf? Aku sudah memaafkanmu, namun luka ini terlanjur menancap di hati. Kau bilang beri kesempatan sekali lagi? Aku sendiri tidak tahu, apakah hati ini masih untukmu. Aku begitu mencintaimu, hingga aku letakan sumber kebahagiaanku padamu. Aku yakin kamupun begitu mencintaiku. Bagiku, kamu sungguh suami luar biasa. Namun, kejadian dua tahun silam, membuatku tidak lagi percaya denganmu. Cinta dan kesetiaanmu telah kau bagi dengan yang lain. Meski kamu mengatakan maaf dan itu sebuah kesalahan, namun kepercayaan tak bisa lagi aku pertahankan. Aku putuskan pergi dari hidupmu dengan membawa hati yang pilu.

DYAR · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
12 Chs

Siapa Tau Ketemu Jodoh

Suara iqomah subuh masih terdengar sayup-sayup. Kedua bola mata Fitri mulai bergerak meskipun belum terbuka sempurna. Lama-kelamaan suara iqomah tersebut semakin terdengar nyata. Fitri berhasil membukakan matanya dengan sempurna. Dia segera duduk dari tidurnya dan mengedarkan pandangan ke sekitar. Matanya berhenti sejenak tepat pada jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 04.40. Setengah terkaget, Fitri langsung berdiri. Namun tiba-tiba terjatuh karena mukena yang masih menempel di tubuhnya, membuat dia tidak mampu berdiri sempurna. Akhirnya dia ingat, semalam dia sulit tidur, karena begitu banyak yang ada di fikirannya, dan baru bisa terlelap setelah membaca Al Qur'an.

Fitri segera membuka mukena, lalu berjalan menuju keran air untuk mengambil wudhu. Selesai Wudhu, Fitri memakai mukenanya kembali, mendirikan shalat sunat qabliyah subuh, dilanjutkan dengan shalat subuh, dzikir pagi, yang ditutup dengan doa, lalu membaca Al Qur'an beberapa ayat.

Setelah selesai dengan rangkaian ibadah subuhnya, Fitri kembali merenung. Dia ingat akan curhatannya semalam pada Nara. Makin lama makin larut dengan lamunannya. Hingga akhirnya ketukan pintu dari luar kamar membuyarkan lamunannya.

"Fit masih tidur?" Suara Nara terdengar nyaring sambil ngetuk-ngetuk pintu.

"Aku udah bangun Ra. Tunggu bentar." Sahut Fitri dari dalam kamar. Kemudian dalam hitungan detik pintu kamar pun terbuka.

"Kirain masih tidur. Aku tadi ketuk pintu kamar kamu berkali-kali, mau ngajak shalat subuh berjamaah di masjid pesantren, tapi ga ada sahutan sama sekali. Akhirnya aku pergi, karna aku fikir kamu udah duluan ke masjid. Eh aku cari di masjid ga ada juga."

"Iya semalam aku susah tidur, jadi bangun kesiangan. Aku bangun ketika iqomah mau selesai. Ya udah aku sholat sendiri aja di kamar."

"Kenapa ga bisa tidur? Masih mikirin curhatan kamu yang semalam?"

"Iya Ra masih kepikiran, bahkan sampai saat ini. Mana siang nanti aku harus ke rumah kak Tari, untuk mempertanggungjawabkan alasan penolakan aku terhadap laki-laki yang dikenalkannya tempo itu. Pusing aku mikirinnya, pasti dapat cecaran lagi deh." Fitri menghembuskan nafas kasar sambil memperlihatkan gurat putus asa di wajahnya.

"Ya udah kamu hadapi aja, ngomong baik-baik. Nggak ada yang ga bisa dikomunikasikan, dan setiap masalah itu pasti ada solusinya kok. Percaya deh sama aku".

"General banget sih kata-kata kamu. Ga kreatif". Sahut Fitri sambil memanyunkan bibir.

"Tapi bener kan?" Nara menimpali sambil menggerak-gerakkan kedua alisnya.

"Harusnya sih iya". Jawab Fitri dengan wajah pasrahnya.

"Ya udah aku balik ke kamar aku ya, ini udah hampir mau jam enam, kita harus siap-siap ke sekolah. Hari ini bagian piket aku."

"Siiip". Balas Fitri dengan senyum yang terkesan dipaksakan.

Sepeninggalan Nara, Fitri segera merapikan alat solat dan menyimpannya ke tempat biasa dia menaruh alat solat. Setelah itu, mengambil handuk menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.

***

Pukul 06.45 Nara sudah berdiri di depan kamar Fitri. Mendengar panggilan dari Nara, Fitri segera keluar dan mengunci pintu kamarnya. Mereka berjalan bersamaan menuju sekolah sambil bergurau. Meskipun suasana hati Fitri agak kurang baik, namun candaan Nara selalu mampu membuat Fitri terhibur dan melupakan kemelut hatinya untuk sementara waktu.

Tepat pukul 07.00, Fitri bersama Nara tiba di sekolah tempat mereka mengabdikan diri. Keduanya mengajar siswa SMA di Islamic Boarding School tersebut. Semua guru yang mengajar disitu diberikan fasilitas rumah dinas untuk ditempati. Fitri benar-benar menikmati rutinitasnya.

Kehidupan di pesantren, benar-benar membuat hatinya tenang. Dia sangat bahagia berada di lingkungan baik, yang bisa membuatnya merasa lebih dekat dengan Sang Maha Pencipta. Di pesantren ini pula, dia banyak belajar ilmu agama yang sebelumnya tidak dia dapatkan di sekolah ataupun di kampus. Sungguh, ini merupakan bentuk kasih sayang Allah yang ditunjukkan untuknya.

Setiba di sekolah, Nara langsung sibuk memeriksa segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya sebagai guru piket hari ini. Sedangkan Fitri langsung menuju meja kerja.

Fitri mulai memeriksa tumpukan buku tugas siswa, khawatirnya ada buku yang kelewat dia nilai. Selesai memastikan semua tugas siswa selesai dinilai, Fitri membuka RPP untuk melihat materi yang akan dia sampaikan pada pertemuan hari ini. Fitri menyadari, semalam kurang mempersiapkannya dengan matang. Beruntungnya materi yang akan dia sampaikan sangat dia kuasai, karena memang dia mengajar mata pelajaran yang linier, sehingga semua materi pelajaran pada dasarnya mampu dikuasai dengan baik. Dia membolak-balikan RPP-nya. Kali ini dia akan menggunakan metode Discovery Learning di kelas X, dan Problem Based Learning di kelas XI dan XII, sesuai dengan yang tertulis dalam RPP.

Tepat pukul 07.30 bel masuk berbunyi. Fitri segera masuk ke kelas XI untuk menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran PBL. Semua siswa begitu antusias, sehingga tercipta suasana kelas yang begitu hidup. Selesai mengajar di kelas XI lalu pindah ke kelas X, dan berakhir di kelas XII.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 14.30. Bel pulang pun berbunyi, memberi tanda bahwa kegiatan belajar harus segera diakhiri. Fitri bersama para peserta didik segera mengambil kesimpulan sesuai dengan tujuan pembelajaran hari ini. Tidak lupa dia menekankan beberapa poin penting yang harus diingat dari materi pelajaran tersebut, dan menjelaskan sedikit mengenai materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya. Setelah itu, Fitri mengakhiri kegiatan belajar yang ditutup dengan doa bersama.

Tiba di ruang guru, Fitri mulai berkemas. Dia ingat betul hari ini ada janji menemui kakak sulungnya. Dengan langkah gontai Fitri menghampiri Nara yang masih khusyuk dengan segala aktivitasnya.

"Nara, aku pulang duluan ya, jam ngajar aku udah selese".

"Buru-buru amat, emang mau kemana? Ga nemenin aku beres-beres dulu?"

"Maaf kali ini aku nggak bisa. Aku kan ada janji sama kak Tari jam 3 sore ini dirumahnya." Jawab Fitri dengan wajah yang sedikit ditekuk .

"Oh iya aku lupa. Ya udah pulang sana, tetep semangat, dan hati-hati di jalan ya. Apapun itu reaksi kakak kamu, hadapi dengan tenang, bicaralah baik-baik, dan tetap senyum, seperti ini nih (sambil memperlihatkan senyuman termanis yang Nara punya sebagai contoh)".

"Hmmm kamu bisa aja. Doain aku segera ketemu jodoh yang sesuai kriteria aku dan dapat restu dari kedua kakak aku ya, biar aku ga pusing, dan kedua kakak aku ga ngomel mulu sama aku".

"Iya aku doain. Siapa tau diperjalanan menuju rumah kak Tari kamu ketemu jodohmu hehehe... ".

"Ya aku aminin aja deh, omongan kan doa. Aamiin...". Balas Fitri sambil mengusapkan kedua tangannya ke wajah. Meskipun menurutnya omongan Nara hanya ngasal, tapi siapa tau ada malaikat yang turut mendoakannya, hingga dia bertemu dengan jodohnya diperjalanan menuju rumah kakak sulungnya nanti.