Pertandingan adu ketangkasan memanjat tebing itu akhirnya di menangkan oleh Salam, Piya jelas kalah secara fisik, baik kekuatan ataupun speed atau kecepatan, satu lagi perbedaannya karena Piya perempuan "Aku cuma kurang latihan", Piya tidak nau mengaku kalah. Kakek Subandi tertawa, cucunya itu memang tidak suka di anggap lemah. Apa hubungannya ini dengan jenis kelamin. Kata Piya dalam hati, kesal. Piya tidak suka di bedakan karena gender. Intinya dia kalah karena lama tidak latihan, bukan karena kelas jenis kelamin. Piya tentu saja tidak mau di bilang kalah. "Kita adu ulang, satu minggu lagi", tantang Piya lagi. "Boleh. Tapi di tebing yang alami dan asli!" Salam mengikuti irama pertarungan dengan Piya.
Ibu Piya tidak setuju. "Cari pertandingan yang lain aja!" Jantungnya tidak kuat, berdebar kencang. Ia tadi sangat kalau Piya terjatuh. Meski tadi disekitar Wall Climbing, sudah di pasang matras pengaman.
"Jadi tanding apa dong ?" ayah Piya, Rodin. Ia juga tidak ingin pertandingan ini diteruskan. "Balap karung!" jawab ibunya di disambut gelak tawa Fatma. Piya jago balap karung tiap 17-an waktu SD. Piya menarik rambut Fatma kesal. "Bawa kelereng dalam sendok!" kata Fatma tertawa sambil menghindar dari Piya yang berusaha menarik rambutnya lagi. Dua orang itu walau sudah dewasa tapi tingkahnya seperti anak kecil. Salam penasaran, dia bertanya pada Arman, tentang jenis pertandingan yang di maksud Fatma. Arman menjelaskan dengan pelan. Salam menyimak lalu, dia tertawa setelahnya.
"Tanding Karate!" Jawab Piya tak peduli yang diobrolkan Arman dan Salam. "oke! " jawab Salam mantap. Deal! Mereka berdua bersalaman. Kedua kakek tua di samping mereka tersenyum. Piya tidak tahu, Ryozo alias Salam adalah guru karate mereka, dulu mereka suka latihan perang-perangan, Ryozo melatih mereka bermain pedang, karate, berenang dan gulat. Mereka latihan jauh di tengah hutan, jauh dari barak tentara, di tengah malam menjelang waktu subuh ketika bulan purnama, mereka mencuri waktu ketika para pasukan penjaga malam sedang mabuk.
Pertandingan Karate dilaksanakan di rumah. Dalam sekejap ruangan tamu sudah berubah fungsi menjadi arena olahraga. Ayah Saskia, Jaka bertindak menjadi wasit, dia seorang karateka. Arman membantu pertandingan ini sebagai pencatat di papan nilai/n scoring board. Ibu Piya tidak menyetujui pertandingan ini, menurutnya pertandingan ini tidak ada gunanya. Ia sama sekali tidak memasalahkan kebenaran tentang Salam. Toh Salam pemuda yang baik dan cocok karakterya dengan Piya yang tidak mau mengalah, tomboi tetapi kekanak kanakan. Tapi kedua kakek tua itu menyetujuinya, mereka ingin bernostalgia dengan caranya mereka sendiri. Di samping pertandingan ini penting untuk menundukkan Piya dan mendekatkannya dengan Salam. Perjodohan dengan cara seperti ini sudah kuno, dan membuang-buang waktu. Ibu Piya tidak keberatan menerima Salam sebagai menantunya.
Nampaknya pertandingan kumite¹ ini sangat serius. Jaka mempersiapkan pertandingan ini dengan baik, memasang matras papan khusus pertandingan, Jaka meminjamnya dari KONI³ kota.
Sebenarnya Jaka, paman Fatma adik bungsu ibunya, sangat penasaran dengan cerita Salam, ia dan istrinya Cahya, berdiam diri mendengar cerita aneh tentang Salam ini, tetapi mereka juga tidak ingin menceritakan hal ini kepada siapapun, selain keluarga dekat, tidak ada yang tahu. Jaka, saudara ibu Fatma yang satu-satunya masih hidup, dia dan istrinya dengan setia dan sabar memelihara kakek buyutnya yang panjang usianya melebihi Sobirin, anaknya kakek Fatma juga Hamidah, ibu Fatma.
Salam dan Piya mengenakan Karategi pakaian khusus karate. Khusus Piya memakai Female Chest Protector². Jaka memberikan mereka Alat pelindung tangan, helm dan Face Maker.
Jaka peniup peluit, pertandingan tanpa kelas ini di mulai.
Jaka membacakan Peraturan kumite :
"Pertandingan dilakukan dalam satu babak (2-3 menit bersih) dan 1 babak perpanjangan kalau terjadi seri, jika masih pada babak perpanjangan masih mengalami nilai seri, maka akan diadakan pemilihan karateka yang paling ofensif dan agresif sebagai pemenang!".
Pertandingan ini memerlukan waktu yang lama dan persiapannya dan peralatannya cukup banyak, tetapi pertandingan ini cuma memakan waktu yang tidak lama hanya lebih kurang satu jam, Piya sudah dinyatakan kalah oleh wasit. Piya menyerah, Salam memang jagoan.
Ibu Piya keluar dari dapur, dari tadi dia berhenti mengomel, tetapi tidak seorang pun yang peduli omelan nya. Fatma kemudian membantunya menyiapkan makan malam. Malam ini mereka makan besar. Piya menyediakan mereka masakan Padang yang di pesannya sedari sore.
Di meja makan, kakek Basuki menceritakan kejadian ketika mereka dulu latihan karate di dalam hutan, Salam sebagai pelatihnya. "Pantas kakek jago karate!" Puji Saskia tulus, anak kecil ini pandai menyimpan rahasia. "Kia janji menjaga rahasia kakek semua, kakek Basuki, kakek Bandi dan kakek Salam!" Salam terkejut di panggil kakek oleh Saskia, yang di sambut semua orang dengan gelak tawa. Saskia sangat cerdas dan lucu. Salam mengusap rambut keriting bocah itu. Salam sudah menjadi guru renang Saskia selama ini.
Makan malam ini berlangsung akrab, tidak ada lagi ketegangan usai permainan pertandingan tadi. Diam-diam Fatma membaca gelagat Salam yang selalu mencuri pandang ke Piya. Salam sudah jatuh cinta ke Piya. Sementara si gadis tomboi itu tidak sensitif sama sekali. Fatma harus mencari lawan tanding Piya untuk memperebutkan Salam. Orang itu adalah Delima, saudara sepupu Piya dari pihak ibunya.
Ponsel ibu Piya berdering. Sesuai prediksi Fatma, telpon itu dari Delima. Gadis itu akan datang berkunjung ke rumah itu. Delima penasaran ingin melihat rumah bibinya yang sekarang sudah kaya raya.
Delima Larasati, saudara sepupu Piya, gadis cantik mahasiswa kedokteran. Piya heran dengan Delima, sudah enam tahun kuliah, belum lulus-lulus juga. Fatma tersenyum mendengar ocehan Piya tentang Delima.
Kehidupannya sungguh berbeda dengan Piya. Usia mereka bertaut 3 tahun di bawah Piya. Meski ibu mereka bersaudara, tetapi ayah Delima seorang Perwira polisi, dari keluarga kaya pula. Piya dan Delima tidak pernah akur. Mungkin karena berasal dari keluarga berada, maka Delima hidupnya terlihat glamor dan modis. Kulit dan rambutnya terawat dengan baik. Piya tidak suka dengan Delima yang suka pamer. Biasanya kalau dia datang berkunjung ke rumah Piya dalam rangka memamerkan barang baru yang dimilikinya. Sama dengan ibu Delima, Rasti, suka memamerkan perhiasan yang baru di belinya. Sifat ini menurun ke Delima.
Mungkin karena mereka berasal dari keluarga miskin, sehingga ketika mempunyai suami seorang perwira polisi dan dari keluarga kaya, Rasti bibinya itu seperti ungkapan Piya, 'Tidak Siap Jadi Orang Kaya! Jadi kaget jadi Orang Kaya Baru. Toh sebelum jadi perwira, keluarga bibinya itu tinggal di komplek perumahan polisi yang sederhana. Kehidupan bibinya berubah setelah pamannya ayah Delima di angkat menjadi Kapolsek.
Meski memiliki paman pejabat di kepolisian, Piya menjadi polwan bukan karena jasa pamannya itu. Piya lulus terbaik dari tes masuk kepolisian di samping prestasinya sebagai karateka dan atlit panjat tebing.
Delima tiba di alamat yang diberikan Fatma. Alamat rumah bibinya yang baru. Belum genap 2 bulan bibinya tinggal di rumah yang lumayan bagus. Eh sudah pindah lagi.
Keluarga Piya memang no maden. Tidak pernah tinggal menetap. Terhitung 15 kali keluarganya itu pindah rumah. Delima agak heran alamat rumah yang diberikan Fatma berada di komplek perumahan mewah. Delima minta ke Fatma agar dia shareloc alamat bibinya yang baru. Tetapi memang benar. Alamatnya tidak salah. Rumah besar dan mewah. Di halamannya ada 2 buah mobil mewah keluaran terbaru parkir di halamannya. Rumah siapa ini?apa bibinya tinggal di sini jadi pembantu? Pikir Delima. Ia memang mendengar dari Fatma bahwa bibinya punya rumah baru dan bagus. Tapi rumah ini jauh dari bagus. Ini sangat mewah.
Pintu terbuka, seorang asisten rumah tangga membawanya masuk ruang tamu. Kursinya ga ada. Di tengah ruangan terpasang matras tempat pertandingan karate tadi malam.
Linda, asisten Piya membawanya ke dapur. Bibinya sedang memasak. Benar ternyata bibinya pembantu disini.
"Delima! Apa kabar tambah cantik dan ayu!' bibi selalu memujinya. "Baik, bi!" Delima memeluk bibinya dengan sayang. "Rambutmu bagus, panjang dan hitam!' bibinya bingung, bulan lalu rambut Delima pendek sebahu. Kok tiba-tiba bisa panjang begini?. "Ini rambut palsu,bi", Delima tertawa. " Piya dimana sekarang, bi?"
"Ada tuh lagi tidur, hari ini dia libur kerja, badannya panas", jawab bibinya tersenyum lembut. Piya tinggal disini? Delima bertanya dalam hati. "Ayo bibi antar ke kamarnya, bibi buatkan dia bubur", kata ibu Piya polos. Dia tidak tahu kalau keponakannya itu menyimpan rasa kaget luar biasa di dalam hatinya. Delima tidak habis pikir Piya sepupunya lebih kaya dari ayahnya yang pejabat polisi. Dia harus menyelidiki hal ini. Ketika naik ke lantai dua, mereka berpapasan dengan Salam yang ingin berenang. "Salam kenalkan ini Delima, sepupu Piya". Salam tersenyum manis menyalami Delima. Gadis itu seketika jatuh hati padanya."Halo!" sapa Salam ramah. Delima kesemsen, Salam layak jadi idola wanita. Cowok terkeren yang pernah di lihat Delima. "Siapa dia,bi? Delima penasaran. "Adik Fatma baru datang dari Bandung" sahut bibinya pelan, dia terpaksa berbohong. "Adik Fatma?!" Delima heran. Fatma punya adik sekeren ini? Kok dia ga tahu?Aahh. Andai dia dari tahu Fatma punya adik ganteng gini, sudah dari dia pacari. Delima menyesal dalam hati, kenapa baru tahu hal ini sekarang.
Di kamarnya, Piya lagi di pijit seorang ibu tua. Piya hampir telanjang. Tubuhnya terlihat terbentuk dengan indah. Kulitnya berwarna kecoklatan. Sangat eksotis. Beda dengan Delima kulitnya putih. Walaupun dia aslinya kulitnya lebih terang dari kulit Piya, tapi karena dia minum suplement yang aman dan bisa membuat kulit cerah dan putih. Tapi Piya sekarang jadi lebih cantik. Dengan tubuh tinggi 170 cm, Piya menjadi polwan dan kulit terawat, Piya akan menjadi Polwan yang cantik tentunya.
"Delima, apa kabar?" Sapa Piya ramah dengan suara parau. "Baik!" Delima membalas sapaan Piya dengan ramah pula. 'Maaf saya begini!" Piya menutupi tubuhnya dengan kain Bali. ""Ga apa!" jawab Delima. Piya jadi sakit karena pertandingan ketangkasan kemaren. Piya sadar, Salam bukan tandingannya. Salam jauh lebih terlatih dari pada dirinya. Salam memiliki banyak kecakapan sebagai prajurit pilihan yang di kirim negaranya menjadi pahlawan bangsanya.
Ibu Piya mengajak Delima ke kolam renang di belakang rumah. Delima jadi sangat penasaran. Piya bisa punya rumah begini, bagamana caranya? lbu Piya tersenyum ia bisa membaca fikiran Delima. "Ini rumah Salam, kami disini hanya menempatinya saja!" Jelas ibu Piya. Delima kaget, tidak menyangka Salam sekaya ini. Dia benar-benar pria idaman. Dia wajib di kejar dan direbutkan.
Di kolam renang, Salam memberi terapi perawatan khusus untuk kakek Subandi. Jadi mereka satu keluarga tinggal disini. Ckckck. Keluarga bibinya tidak tahu malu. Menempel dengan orang kaya. Delima berfikir negatif. Andai dia tahu kalau kekayaan ini milik Piya. Dia jauh lebih tidak terima.
Delima berfikir, dia harus berbuat sesuatu untuk memikat Salam. Dia berencana akan lebih sering datang kesini.
Rencana Fatma berhasil membawa saingan untuk Piya, supaya dia cemburu. Tapi dia tidak tahu kalau Delima akan nekat menggoda Salam.
Delima tersenyum, dia harus segera putus dengan Hendra. Salam lebih lebih berharga dari pria manapun yang pernah menjadi pacarnya. Para pria itu tidak ada apa-apanya di banding Salam.
Fatma akan mendapat saingan berat. Saingannya adik sepupunya sendiri. Tapi Delima nantinya bukan satu--satunya yang naksir Salam. Banyak wanita cantik yang berebut ingin dekat dengannya. Karena pertandingan panjat tebing kemaren, Salam sudah terkenal. Adegan panjat tebing dirinya tanpa pengaman terekam banyak kamera HP lalu memviralkannya di sosmed mereka masing-masing.
_______
[¹] kumite : pertandingan
[²]Berguna untuk melindungi payudara yang dampak yang tidak diinginkan saat pertandingan.
[³] Komite Olahraga Nasional Indonesia