"Ini sudah tiga bulan, kapan kita akan membalasnya, jangan sampai uang yang diberikan Abaddon habis!" teriak Malphas marah ke Apollyon.
"Jangan khawatir tentang uang, ini kita masih mengunakan uang dari Palermo, belum membuka simpan kita di Inggris dan negara lain," balas Apollyon.
"Jadi dirimu tidak ada niat membalas kematian kakakmu, bedebah sialan!" Malphas tetap berteriak.
"Benar! Aku sudah tidak sabar," Gremory mendukung Malphas, demikian juga Nelchael.
"Apa maksudmu berkata seperti itu kepadaku?" Apollyon bertanya.
"Hal ini yang terjadi ...! Kau lupa dendam kita!" Malphas menyahut.
"Siapa yang lupa, bukan hanya kau saja yang kehilangan orang yang tersayang. Tetapi aku kehilangan semua kakakku, adik, keponakan bahkan semua keluarga Demon, juga Abaddonku!" teriak Apollyon dengan mata melotot merah.
"Lalu, kapan kita bergerak kalau kau tidak lupa?" suara Malphas tidak mau kalah.
"To–lol ... gunakan otakmu!" Apollyon menghina. "Apa karena ditinggal Hanbi membuatmu jadi lupa segalanya?"
"Apa maksudmu, Penakut!" Malphas membalas. Hatinya sudah dipenuhi amarah melihat Apollyon seolah mengulur waktu.
"Apakah kau ingat pesan Abaddon, apakah kau ingat daftar yang diberikannya, mungkin membukanya pun kau belum, DASAR TO–LOL TERIAK PENAKUT!" teriak Apollyon.
Muka Malphas merah, ia merasa malu, ia memang belum menyentuh daftar yang diberikan Abaddon. "Ma—Maaf," lirihnya pelan. "Aku terlalu sedih sehingga lupa membukanya."
Apollyon menutup mata, menarik nafas dalam. "Tidak apa, aku mengerti," jawab Apollyon. "Sekarang kau harus membukanya agar kau tahu." ... "Kita akan menunggu petarung yang sudah disiapkan Abaddon," kata Apollyon.
"Pe ... ta ... rung? Petarung apa?" Malpha bingung.
"Buka dulu daftarnya, kau akan tahu. Sebelumnya, Abaddon sudah menyiapkan banyak petarung, mereka berada di tempat pelatihan sebelum kita diserang dulu. Jika, Damiano menyewa banyak petarung bayaran, tetapi kakakku mendidiknya dari awal untuk setia terhadap Demon."
Sekarang Malphas mengerti kenapa butuh waktu satu tahun.
"Donatella salah satunya yang dilatih di tempat Adriano," tambah Apollyon.
Seorang gadis remaja mengangguk. Malphas sering melihat gadis kurus, pucat berambut hitam pekat. Tetapi ia tidak menyangka gadis remaja salah satu petarung Abaddon.
Terlihat mata Donatella memancarkan dendam.
"Aku juga ingin, segera membalas kematian Abaddon. Tetapi kita harus bersabar menunggu saat yang pas, atau kita akan hancur," ujar Donatella dingin.
"Apa kelebihanmu?"
"Dia salah satu sniper andalan Demon di waktu akan datang, saat ini dia sudah sering diberi tugas memburu orang-orang yang mengacau secara diam-diam oleh Abaddon," Adriano yang baru datang menjawabnya.
"Maaf, kupikir Abaddon selalu memberiku tugas pekerjaan yang berat, ternyata di belakangku, dia lebih berat melakukan pekerjaaannya."
"Bahkan Maira pun masih belum datang, dia sudah berbeda sekarang. Jika kau bertemu dengannya, dia petarung handal sekarang dan sering ikut kompetisi antar petarung," tambah Apollyon. "Ada tiga puluh dua petarung yang ada di daftar itu termasuk dirimu—Malphas—, Gremory dan Nelchael."
"Sayang, sebagian sudah tewas terbunuh, termasuk delapan kakakku dan Hanbi," kata Apollyon
"Sekarang tinggal delapan belas orang dan yang sudah berkumpul ada empat belas, kita tunggu empat lagi."
"Siapa yang sudah ada di sini boleh aku tahu"
"LIHAT DAFTARMU, PEMALAS!" Apollyon kembali berteriak.
"Maaf! Tolong, sebutkan saja sekarang, aku sudah tidak sabar, daftar itu kusimpan di ruang rahasia."
Apollyon memejamkan mata, sedikit menggeleng melihat tingkah Malphas yang sebenarnya suka membaca, tapi kesukaanya itu hilang saat kehilangan orang tersayangnya.
"Aku, Kau, Gremory, Nelchael, Donatella, dua saudara Vigelito dan Carlito deRozza keduanya sepupu Abaddon dari ibunya, sepupumu Marax bersaudara."
"Bahkan sepupu sendiri, Aku tidak tahu kalau mereka di rekrut oleh Abaddon," sela Malphas menggelengkan kepalanya tentang rencana Abaddon yang Apollyon sebutkan itu.
"Tetapi kuharap kau tidak lupa kepada anak bibimu sendiri yang berada di Jerman, kan, mereka termasuk yang masih belum datang, Maira dan Orobas juga belum datang"
"Kurang tujuh orang yang kau sebutkan?"
"Jose Zepar dari Portugis, wanita dari Persia Aster Sayyed, dan dua wanita rusia Olga dan Elena Dimitrov ... mereka sudah di sini berlatih, sebagai tambahan aku yang membawanya dari Norwegia saat mengunjungi Maira, mereka teman baik Maira di pelatihan."
"Sisa tiga lagi," Malphas penasaran.
"Mephisto, Beelzeb, Diego, ketiganya memang sudah bekerja di Demon sejak ayahku, mereka semua murid Adriano."
"Kupikir orang asing yang di sini adalah murid Adriano, ternyata banyak yang dari tempat latihan lain."
"Sebagian hanya membantu jika kita memanggil, sebagian akan terus bekerja untuk Demon." ... "Jose Zepar penembak handal, setelah misi ini akan kembali ke Portugis dia akan memegang cabang Demon disana." ... "Aster Sayyed, seorang wanita yang akan kembali ke profesinya sebagai pembunuh bayaran, tetapi jika kita memerlukan dia bersedia dipanggil, dia ingin bebas, jika suatu saat dia sudah bosan dengan kehidupannya, tawaran bekerja di sini masih berlaku."
"Bagaimana dengan dua wanita Rusia itu?"
"Mereka akan kembali ke Rusia, membuka usaha seperti Demon memakai nama mereka sendiri, 'Dimitrov', tetapi kita akan tetap bekerja sama bertukar barang jika mereka butuh kita support. Demikian sebaliknya."
"Apakah mereka akan setia?" tanya Malphas sedikit ragu.
"Aku tidak tahu, tetapi mereka semua berhutang budi terhadap Abaddon."
Tidak lama sepupu Malphas dari Jerman, Marax bersaudara datang. Mereka berkangen-kangenan.
Akhirnya Maira dan Orobas datang.
Seperti yang diucapkan Apollyon, Malphas terkejut dengan penampilan baru gadis itu, ia sudah berubah sangat cantik sebagai seorang putri Azazel. Wajahnya, gabungan ayahnya dan ibunya; Dyana.
Seorang bocah kecil yang bergerak meloncat-loncat dan menyebar senyuman licik. Malphas merasa ngeri dengan bocah ini.
Akhirnya pada bulan ke enam setelah kematian semua saudara mereka, mereka berkumpul. Yang ada di daftar Abaddon terkumpul, kecuali yang sudah meninggal.
"Jika kita tidak segera menyerang sekarang, kalau terbongkar tempat kita, mereka akan mendahului, kita bakal diserang!" ujar Adriano.
"Kita kumpulkan semuanya sekarang, ditambah Adriano dan orang tuamu—bibi Donatella—dan paman Luciano!" perintah Apollyon. "Satu jam lagi, kita kumpul di aula belakang."
Mereka memajukan hari pembalasan sebelum satu tahun.
Ketika berkumpul, Malphas melihat seorang berdarah timur tengah, sangat jelita, yang sedang berkumpul dengan dua wanita Rusia. Malphas tertarik ingin berkenalan, tetapi saat ini dendamnya lebih ia utamakan.
"Hai!" sapa Malphas pada akhirnya. Ternyata hati dan mulutnya tidak sejalan. "Aku, Malphas."
Wanita itu berbalik dengan anggun, sambil tersenyum kepada sosok yang menyapanya. "Aster, Aster Sayyed," ucapnya. Bibir merahnya tampak terasa manis di wajah jelitanya.
"Elena!"
"Olga!" Kedua wanita muda yang seksi memperkenalkan diri.
Mereka ada dua puluh satu orang membentuk lingkaran besar.
Maira tampak akrab dengan mereka yang baru Malphas kenal.
"Aku sudah tidak sabar bermain, Boss!" seru Orobas kepada Apollyon.
Donatella tampak diam sedingin es, mungkin nama putri salju cocok untuknya.
Malphas memikirkan nama untuk Orobas, tetapi tidak ia temukan.
Kalau Aster pasti diberi nama Si Putri Persia yang Jelita.
Jose Zepar cocok diberi nama Si Hidung Bengkok atau Si Rambut Keriting.
Mereka ribut sendiri sebelum rapat dimulai. Sampai Apollyon beruah dengan keras.
"AYO MULAI RAPAT KITA!"