webnovel

MESIN PENGHUKUM

Saat akan melanjutan pelarian mereka, Malphas melihat Gremory dan Nelchael dengan tergesa mau memasuki rumah markas sambil membawa dua senjata mereka.

Malphas menghadangnya dan menarik mereka bergabung dengan Apollyon.

"Semuanya sudah hancur, Abaddon ... tubuhnya sudah hancur untuk menyelamatkan kami, Hanbi juga sudah mati tertembak demi melindungiku." ... "Dalam satu hari, dua orang yang kucintai mati demi menyelamatkanku."

"Biarkan kami masuk membalasnya," teriak manusia patung Nelchael.

"Ya, aku tidak akan diam sahabatku terbunuh." Gremory si masokis terlihat marah.

Apollyon berdiri. "Akulah, Tuan kalian sekarang, kalian harus menurutiku."

"Kita tinggalkan tempat ini secepatnya. Malphas, hubungi ibumu atau saudara yang masih selamat, mereka merencanakan semuanya, semua saudaraku di tempat lain sudah terbunuh juga, bahkan Ibu Dyana dan Ibu Sierene tidak diampuni oleh bedebah Lauviah."

"Kita berkumpul di villa pinggiran Napoli tempat Adriano. Aku dan Nelchael, Gremory dan Malphas, ingat pesan kakakku tidak boleh ada yang bergerak menyerang sebelum tahun depan," ucap Apollyon tegas. "Secepatnya, tinggalkan Roma dan cegah siapapun orang kita yang mau masuk ke Roma, terutama ibumu jaga jangan sampai dia terbawa emosi utuk membalas," Apollyon berkata sambil memandang mereka semua.

Apollyon berubah cepat hanya dalam hitungan menit setelah ditinggal kakak tersayangnya terpancar aura kepemimpinannya.

Malphas, Gremory dan Nelchael melakukan semua perintah Apollyon dengan patuh.

Berhari-hari, Malphas berusaha mencari tahu keberadaan ibu dan ayahnya. Semua kesibukan membuatnya melupakan kesedihan.

Sampai akhirnya, mereka berhasil menemukan dan berkumpul di Napoli.

Harus Malphas akui otak Apollyon sangat pintar, dia memilih Napoli karena Lauviah tidak mungkin menyerang kesini, Napoli lebih dikuasai oleh gangster mafia golongan Carreau. Antara Lauviah dan Carreau tidak ada keharmonisan, berbeda dengan Demon. Selama ini Demon dan Carreau tidak pernah berkawan tetapi selalu menghormati urusan masing-masing dan tidak saling ikut campur. Carreau sebuah perkumpulan gangster yang keras dan tegas memiliki kekuatan yang tidak diragukan, tetapi mereka tidak selicik Lauviah.

Carreau pernah melakukan pembunuhan besar-besaran terhadap sejumlah pimpinan gangster lain yang berani mengusiknya secara langsung. Dan dalam waktu yang sama, kejadian mengejutkan itu pernah menjadi berita menghebohkan di seluruh para mafia Italia.

Carreau merupakan gangster yang ditakuti dan pengikutnya termasuk banyak, meskipun kekayaan mereka jauh di bawah Demon dan Lauviah. Para pemimpin Carreau hanya piawai mengatur anak buah dan pertarungan tetapi tidak handal dalam berbisnis.

Setelah Malphas berkumpul di Napoli, ia baru tahu yang dilakukan Apollyon selama Malphas ditugaskan menjaga Roma untuk mencegah anak buah yang berada di perjalanan memasuki kota Roma. Ternyata Apollyon sebelum ke Napoli memutar ke Palermo mengumpulkan semua anak buahnya yang ada di Palermo, jumlah anak buah yang tersisa masih sangat banyak dari Palermo. Bahkan beberapa orang di usia tua pensiunan yang dulu bekerja di bawah Azazel dulu ikut bergabung, mereka membawa beberapa anak buahnya dan keluarganya untuk kembali ke Demon. Saat mereka pensiun memang diberi modal oleh Abaddon untuk memulai usaha baru sendiri secara legal, Abaddon ingin para orang tua hidup tenang di sisa masa tuanya.

Beberapa ada dari keluarga ibu Sierene dari keluarga de Rozza juga ikut bergabung. Dari keluarga Leono dari ibu Dyana yang bukan golongan mafia pun ikut bergabung, mereka mengkhawatirkan cucu mereka—Maira—.

Adriano menampung mereka semua. Apollyon menanggung untuk biaya mereka selama di penampungan itu.

Selama di tempat tersembunyi ..., Apollyon meminta Adriano dan anak buahnya melatih kemampuan anak buah Apollyon, sambil menunggu waktu. Malphas sendiri lebih giat berlatih fisik sesuai arahan Adriano. Gremory dan Nelchael pun sibuk membantu melatih sambil meningkatkan kemampuan mereka.

Di saat sibuk, Malphas melupakan kesedihannya. Namun setelah letih di saat istirahat, pikirannya melayang kemana-mana. Bayangan paman Azazel sering menghantuinya, di tiap malam ia merindukan rengkuhan hangat Hanbi, wajah jelita tanpa dosa sering membuat Malphas menyesal. Ia merindukan hembusan nafas Hanbi di lehernya saat dia memeluk Malphas.

Malphas merasakan di luar hasrat, ia membutuhkan hal lain, sebuah kehangatan rengkuhanlah yang ia butuhkan, hembusan nafas milik Hanbi yang mengenai leher saat mereka tidur sambil berengkuhan yang dibutuhkannya. Ia merindukan aroma nafas Hanbi yang walau seorang wanita bercampur bau zat rokok murahan yang terasa memabukan Malphas. Ia sudah kehilangan hasrat untuk memuaskan, sifat sundalnya hilang.

Tiap tengah malam Malphas terbangun, tidurnya tidak pernah terasa nyaman dan nyenyak. Tengah malam, ia duduk di teras setelah terbangun. Walau Malphas pria, tapi ia bukan perokok, tetapi ia coba menyalakan api di batang rokok yang sekarang ia hisap, ia memilih merek rokok murah yang biasa dihisap oleh Hanbi, Hanbi selalu berhemat untuk diri sendiri.

Malphas terbatuk karena rokok murah yang terasa kasar merusak tenggorokannya, tetapi tetap ia lanjutkan. Malphas berharap aroma dari racun zat yang ia hisap bisa mengantikan Hanbi. Tapi, malah air mata yang menetes tanpa terasa, Malphas merasa kesepian, banyak orang di sekitarnya tetapi tidak ada satu pun yang bisa menggantikan Hanbi. Ia merasa kehilangan, ia menyesal menolak cinta yang di tawarkan kepadanya, bahkan kematiannya demi melindungi Malphas.

Tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahunya. "Sabar dan kuatkan hatimu, semua pasti akan meninggalkan kita. Tinggal menunggu waktu saja."

Ditatapnya pria yang terlihat tua dibanding saat melatih Malphas di masa ia remaja. Mata Adriano terlihat kosong tidak seperti dulu, seolah nyawa hidupnya sudah tidak berada di tubuhnya.

Malphas memeluknya dan menangis, "Kau merindukannya?" tanya Malphas.

"Benar, aku merindukannya, saat-saat terakhirnya dia tidak menemuiku," ujar Adriano.

"Pamanku—Azazel—menyebutmu di akhir nafasnya, dia sangat menyayangi seperti saudara dan merasa bersalah kepadamu."

"Benarkah? Andai dia tahu aku setia menunggunya membawaku ke Palermo untuk menemaninya."

"Azazel tahu, dia juga merindukanmu, sebelum meninggal kami para Demon diberi tanggung jawab merawatmu di usia tuamu, tetapi sekarang justru kami yang berhutang lebih lagi kepadamu."

"Sudah menjadi tugasku menjaga miliknya, aku berdosa tidak bisa menyelamatkan yang lain."

"Kamu tidak bersalah, kami keluarga Demon yang sudah banyak berhutang kepadamu."

Lama berselang, Adriano menepuk kepala Malphas pelan sambil berujar, "Kamu masih muda, pasti bisa menemukan pengganti Hanbi."

"Kau tahu perasaanku padanya?"

Adriano menganguk. "Aku tahu, sejak kalian bersama berlatih, mata hatimu tertutupi dengan nafsu cinta terhadap Febby." ... "Aku dapat merasakan Hanbi lah yang kau cintai."

"Kau salah ... Hanbi kucintai karena kebaikannya, aku membutuhkan Hanbi, aku egois. Azazel sudah tahu hatiku, dia sengaja memberikan Hanbi untukku. Tapi di saat Hanbi bersamaku. Aku malah tidak menghargainya, tetapi sekarang aku tahu ... aku membutuhkannya."

"Kau salah, belajarlah mengetahui perasaan hatimu, Azazel tahu kau mencintai Hanbi, Azazel tidak mungkin salah, Azazel menerima Hanbi bekerja hanya untukmu." ... "Azazel tahu Hanbi bukan seorang gangster yang berbakat, hatinya terlalu lembut untuk seorang gangster, tetapi dia bisa menjadi pasangan yang baik untukmu."

"Itulah yang membuatku takut."

"Hanbi pasti melakukan hal yang sama."

Pikiran Malphas melayang, beberapa kali ditemukan Hanbi secara diam-diam, ia menggeram memanggil nama Malphas saat tangannya bekerja di bawah selimutnya. Malphas semakin menyesal menyia-nyiakan dirinya.

"Istirahatlah, selesaikan tugas yang Azazel berikan. Jaga keluargamu yang masih ada."

Malphas mengangguk, Adriano meninggalkannya. "Sungguh kasihan pria tua yang malang itu, seumur hidupnya hanya sendiri karena cinta. Mungkin aku akan seperti dia di masa datang. Dosaku terhadap Hanbi akan menghukumku."