Tet.... Tet... Tet...
Suara bel istirahat telah berbunyi. Lalu Bayu membersihkan peralatannya. Sambil membersihkan peralatannya Bayu memanggil Rani, “Rani.”
“Iya Pak,” sahut Rani yang selesai membersihkan peralatannya lalu mendekati Bayu.
“Tolong bawa semua buku yang berada di meja langsung ke kantor!” perintah Bayu.
“Baik,” sahut Rani yang membawa buku itu.
Bayu segera meninggalkan kelas 2 IPA 3 dengan diikuti Rani. Sementara itu Icha mengikuti Rani dari belakang. Sesampainya di kantor Rani menaruh buku itu di meja Bayu.
“Terima kasih,” ucap Bayu.
“Sama-sama,” balas Rani dengan tersenyum manis.
Bayu yang melihat Rani yang tersenyum manis merasakan jantungnya berdetak kencang. Lalu Bayu membuang wajahnya ke sembarang arah. Namun hatinya bersorak kegirangan melihat Rani yang tersenyum manis.
“Saya pamit dulu pak,” pamit Rani.
Bayu hanya mengangguk tanpa harus menjawab. Jantungnya berdetak kencang dan langsung memegangnya.
“Jika aku melihat Rani kenapa jantungku berdetak kencang. Bahkan seperti Dani Loble yang sedang memainkan drumnya dengan memakai double pedal. Mungkinkah aku terkena serangan jantung mendadak?” tanya Bayu dalam hati.
Kemudian Fendy datang dengan membawa satu porsi nasi uduk dan menaruhnya di meja, “Yu.”
Bayu tidak menjawab lalu mencari buku Rani. Kemudian Bayu membukanya.
“Yu,” panggil Fendy.
“Kebiasaan banget manggil gue yu terus,” protes Bayu. “Memangnya gue ayu apa?”
“Lha... Namanya lu kan Bayu. Makanya gue manggil nama belakang lu yu. Biar simpel dan tidak kepanjangan,” ledek Fendy.
“Memang nama gue Bayu. Tapi jangan sekali-kali lu panggil gue dengan yu. Memangnya gue Ayu apa?” kesal Bayu.
“Iya ya... Secara nama lu kalau benya dibuang jadi nama Ayu,” ledek Fendy.
“Kurang ajar lu,” kesal Bayu yang memeriksa tugas Rani.
“Gue tadi ketemu Joko. Kata Joko pernikahan lu dimajukan menjadi sebulan,” ucap Fendy yang mulai gelisah.
“Biarkan mereka memajukan pernikahan gue selama sebulan. Dua Minggu lagi gue akan nikah,” sahut Bayu.
“Cepetan sana. Kalau lu enggak gerak cepet. Lu tahukan apa akibatnya,” titah Fendy.
Tak sengaja Bayu menemukan sebuah kertas di dalam buku Rani. Lalu Bayu mengambilnya dan melihat sebuah desain sebuah senjata. Matanya membulat sempurna dan tersenyum manis.
Melihat Bayu yang tersenyum manis. Fendy bingung lalu mengambil sebuah koran dan memukulnya.
Plakkkk.
Bayu terkejut lalu melihat Fendy yang memukulnya memakai koran.
“Kenapa lu tersenyum begitu?” tanya Fendy.
“Calon bini gue ternyata suka mendesain senjata api,” jawab Bayu dengan rasa membuncah.
“Apa!!!” pekik Fendy. “Calon istri lu?”
“Ya,” ucap Bayu. “Rasanya aku pengen menikahi dia cepat-cepat.”
“Yang lu maksud siapa?” tanya Fendy.
“Maharani Mulyadi,” jawab Bayu yang meraih ponselnya dan lalu mengambil foto tersebut.
Mendengar nama Maharani Mulyadi. Tenggorokan Fendy tercekat. Mata elang Fendy melihat tajam ke Bayu.
“Maharani Mulyadi,” sahut Fendy.
“Iya. Dia adalah calon istriku di masa sekarang hingga masa depan,” ujar Bayu.
“Dia masih kecil Bayu. Usianya baru menginjak lima belas tahun. Kamu ingin menikahi gadis itu?” tanya Fendy yang serius.
“Iya. Aku ingin menikahinya,” kata Bayu yang serius.
Fendy memegang kepalanya lalu memijitnya. Fendy tidak habis pikir kalau saudara kembarnya ingin menikahi bocah di bawah usia 17 tahun itu.
“Lu enggak ada calon istri yang lain apa?” tanya Fendy yang mengambil air mineral di depannya lalu meminumnya.
“Hanya dia yang mencuri hati gue. Setiap kali Rani mendekat jantung gue selalu berdetak kencang,” jawab Bayu dengan jujur sambil menilai tugas.
“Lu bener-bener dech jatuh cinta sama itu bocah,” timpal Fendy.
“Gue minta bantuan lu. Carikan orang yang mirip dengan gue,” pinta Bayu.
“Gue orang yang mirip sama lu,” kesal Fendy.
“Bukan lu yang gue maksud. Lu sewa itu orang untuk dijadikan calon suami Laras,” pinta Bayu yang mulai serius.
“Enggak usah pake nyewa orang dech. Lebih baik lu datang sama Rani. Lu bawa bukti kejahatannya. Dan lu buka semua ke setiap orang yang datang ke sana. Semua orang pada tahu, siapa Wiguna sebenarnya?” tutur Fendy.
“Iya ya... Kenapa enggak terpikirkan olehku,” celetuk Bayu sambil mengusap wajahnya dengan kasar.
“Dan lu harus tahu juga. Pernikahan lu itu akan disaksikan ke seluruh dunia. Yang Joko denger dari asistennya Pak Aryo. Wartawan seluruh dunia akan datang ke Bali untuk meliput siaran langsung saat resepsi. Dan inilah yang dimaksud dengan kesempatan lu buat buka kedok Wiguna satu persatu,” tambah Fendy.
Bayu mengangguk tanda setuju. Akhirnya Fendy berdiri dan meninggalkan Bayu. Lalu Bayu merenung sambil membenarkan perkataan Fendy.
Sementara di taman Rani yang duduk merenung terkejut. Rani segera berdiri dan pergi ke ruangan Bayu. Sesampainya di sana Rani mengetuk pintu. Bayu yang berada di dalam mendengar pintu diketuk langsung berteriak.
“Masuk!” teriak Bayu.
Rani membuka pintu lalu masuk ke dalam. Rani melihat Bayu yang serius dengan pekerjaannya.
“Pak,” panggil Rani lirih yang didengar oleh Bayu.
“Ada apa Rani?” tanya Bayu yang mendongakkan kepalanya.
“Bisakah saya meminjam buku saya?” tanya Rani yang mulai pucat.
“Ambillah,” jawab Bayu yang memberikan buku Rani.
Lalu Rani meraih buku itu. Rani mulai mencari keberadaan kertas yang berupa desain senjata. Bayu yang melihat Rani bingung mengambil kertas itu dan memberikannya ke Rani, “Apakah kamu mencari ini?”
Seketika mata Rani berbinar. Rani mengambil kertas itu dan melihatnya dengan tersenyum bahagia, “Ternyata enggak hilang.”
“Apakah itu milikmu?” tanya Bayu.
“Ya. Ini milik saya,” jawab Rani.
“Sini aku beli seharga dua milyar,” pinta Bayu.
“Dua milyar?” tanyaku.
“Iya dua milyar. Apakah kurang? Kalau kurang aku tambahin lagi menjadi tiga milyar,” jawab Bayu serius.
“Apakah bapak serius?” tanya Rani yang mulai serius.
“Ya aku serius. Tiga milyar buat kamu,” ucap Bayu. “Dan kemarikan itu kertasnya.”
Kemudian Rani memberikan kertas itu ke Bayu. Rani menjadi bingung. Kenapa Bayu membeli desain senjatanya?
“Kenapa bapak tertarik dengan desain seperti itu? Harusnya mafia yang sangat tertarik sekali membeli desain seperti itu?” tanya Rani.
“Apakah kamu pernah berurusan dengan mafia?” tanya Bayu balik dengan datar.
“Tidak pak. Saya takut dengan organisasi seperti itu,” jawab Rani yang ketakutan.
“Kamu tahu dari mana soal mafia?” tanya Bayu yang curiga.
“Aku hanya melihat film action yang sering direkomendasikan oleh bapak saya. Terutama yang ada mafianya dan juga gangsternya.”
“Film apa yang kamu suka?”
“The Godfather 1 dan 2 dan The Departed.”
“Seleramu bagus juga. Lain kali aku akan mengajakmu lihat film bergenre mafia.”
“Apa?”
“Kenapa?”
“Bisakah bapak mengajakku melihat film horror atau romantis komedi?”
“Itu terserah kamu. Pilih saja genre yang kamu suka. Aku akan mengabulkannya.”
“Apakah itu benar?”
“Ya itu benar. Apa pun aku turuti semua permintaan kamu.”
“Kalau begitu aku kasih jadwalnya melihat film yang bagus.”
“Aku tunggu kamu.”
“Bapak jadi beli ini?”
“Berikan aku nomor rekeningmu.”
Rani mengambil kertas itu dan menulis nomor rekeningnya. Setelah menulis Rani memberikan kertas itu ke Bayu.
“Berikan aku nomor ponselmu!”
“Apakah itu perlu?”
“Ya itu perlu. Bagaimana aku bisa menghubungi kamu jika aku butuh sesuatu ke kamu?”
Mau tidak mau Rani menuliskan nomor ponselnya tersebut. Kemudian menyerahkan kertas itu ke Bayu dan berpamitan. Bayu hanya mengangguk dan melihat kepergian Rani. Setelah itu Bayu menyunggingkan senyumnya yang manis itu.
“Cepat atau lambat kamu akan berurusan dengan aku dan juga White Eragon,” batin Bayu yang bersorak kegirangan.
Rani yang keluar dari ruangannya Bayu melihat Daffa yang menunggunya sedari tadi. Rani memandang Daffa yang penuh dengan amarah.
“Kenapa kamu di sini?” tanya Rani.
“Aku menunggumu dari tadi. Aku ingin mengajakmu istirahat,” jawab Daffa yang dingin.
“Maaf aku lupa. Aku tadi ada urusan sebentar dengan Pak Bayu,” sahut Rani.
“Kamu jangan dekat-dekat sama Pak Bayu. Kamu harus tahu siapa itu Pak Bayu?” kata Daffa yang memperingatkan Rani.
“Aku tahu siapa itu Pak Bayu. Dia adalah guru biologi. Kamu juga harus tahu kalau aku adalah anak IPA,” ucap Rani datar.
“Jangan pernah kamu mendekatinya. Karena Pak Bayu sebentar lagi akan menjadi kakak iparku,” tegas Daffa.
“Hey... Daffa aku tidak peduli dengan statemantmu itu! Aku hanya bilang sama kamu. Aku sama Pak Bayu enggak ada apa-apa. Kamu kok melarangku bertemu dengan Pak Bayu sih?” tanya Rani yang mengeluarkan kilatan cahaya.