webnovel

20 - ARDI : Lingerie

Jam 8 malam, liputan kembali digenjot. Tugas tersebut akan jadi bagian laporan terakhir sebelum kepulanganku ke Semarang. Jadi job-ku adalah menyusur ke rumah pelaku pembakaran dalam aksi demonstrasi mahasiswa yang mengakibatkan empat polisi terbakar. Aku bertugas menggali bagian teremosional dari pihak keluarga yang anaknya kini tengah diamankan Polres Cianjur.

Ternyata alamat rumahnya cukup jauh. Masuk gang-gang sempit. Tak mudah pula menyakinkan pihak keluarga pelaku bicara. Mungkin syok karena putranya yang mahasiswa malah terlibat aksi kriminal. Aku berempati pada kesedihan orang tua korban. Agak lama aku di sana mendengar si ibu bercerita. Ketika semua bahan berita sudah lengkap, aku berpamitan pulang.

Kulihat jam, sudah pukul 22.20. Butuh setengah jam untuk sampai kantor berita. Mungkin Suci sudah tidur saat itu. Atau malah masih berada entah di mana. Kupasrahkan saja pada Sang Maha Pencipta. Toh, aku juga tak bisa jika harus terus-menerus mengawasinya.

***

Sebentar lagi pukul 12 malam. Mataku sudah mengantuk kelelahan akibat seharian mengukur jalan-jalan asing yang baru sekali ini kujelajahi. Tapi belum ada kabar dari Suci. Seharian? Keterlaluan!

Kubuka chat WA. Ternyata ada pesan darinya dan tertumpuk dengan chat-chat lainnya.

[Maaf, Mas, tadi ponsel mode silent karena aku sedang memimpin rapat tim. Kami persiapan hendak mengadakan promo menyambut liburan panjang.]

[Rapat selesai jam 5 Mas. Tadi pas telepon aku masih di perjalanan. Ponsel masih mode silent jadi tak dengar. Maaf.]

[Mas, aku sudah sampai rumah. Mas mau telepon lagi? Jika tidak aku tidur ya Mas. Maaf jika pas tidur tak dengar panggilan teleponmu. Assalamualaikum wr.wb.]

Tiga messeage masuk bersamaan. Dan satu panggilan tak terjawab. Hanya satu. Terlihat dia tak sungguh-sungguh mencoba menghubungiku.

Sebentar lagi jam 12 malam. Aku kangen. Tak bolehkah menelepon istri sendiri jam segini? Tentu boleh. Ucok saja masih asyik bertelepon mesra dengan kekasihnya di sana.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mas, maaf tadi aku memasang mode silent jadi tidak dengar suara panggilanmu. Baru kuderingkan lagi jam 9 malam tadi," sambung Suci begitu video call-ku diangkatnya.

Lagi-lagi setiap teleponku dengan Suci tak pernah berlangsung mesra. Di salam pertama, ia bahkan tak memberiku kesempatan menjawabnya.

Kuedarkan pandangan ke kiri dan kanannya. Aku selalu curiga, wajar saja, bahkan tidur di rumah sendirian pun wanita ini masih pakai jilbab. Ada yang tahu kenapa?

"Aku di kamar, Mas. Sedang tidur sendirian. Mungkin ada hantu di belakang yang hendak ikut menunjukkan penampakan," katanya, entah melawak atau sengaja membuatku kesal.

"Tidak lucu. Kenapa tadi seharian tak kirim kabar? Kutelepon juga tak diangkat-angkat. Cek berapa kali aku telepon."

"Maaf, aku kan sudah bilang mas, tadi nada silent. Dan seharian aku sibuk sekali." Nadanya terdengar bosan, sepertinya telepon dariku bukanlah sesuatu yang ia tunggu. Padahal kabar darinya selalu kunantikan.

"Sibuk apa sampai mengabaikan panggilanku?"

"Mas tanya Santi aja, seharian aku sama dia mengatur strategi marketing jelang liburan panjang." Selalu orang lain yang ia jadikan tameng. Harus bercakap-cakap mesra apa dengan wanita seperti dia?

"Sudah selesai belum?" Aku mencoba mengingatkan dia momen-momen terindah kita. Ia pasti paham, kode dariku.

"Sudah mas, kemarin. Mas juga besok sudah pulang, kan? Insya Allah, kita bisa melepas rindu saat mas pulang nanti."

Yes, sesuai harapan. Umpanku ia makan. Setidaknya ia juga ingin melepas rindu denganku. Tak sabar ingin segera mendekap tubuh itu.

Aku mencoba ngobrol lagi. Tapi tidak tahu kenapa akhirnya malah ribut lagi. Dia tak suka kunasehati. Padahal itu tugasku sebagai suami untuk mengingatkan istri. Ah, sudahlah.

Telepon kuakhiri.

***

"Bang, ke sana yuk," ajak Ucok sambil menunjuk salah satu mall dekat kantor berita kami.

"Ngapain?"

"Cari hadiah, Bang, buat cewek baru," katanya sambil mendorong pundakku.

"Siapa ulang tahun?" tanyaku sambil menuruti kemauannya. Kami lantas berjalan melewati jembatan penyeberangan untuk menjangkau mall yang ia tuju.

"Aih, tak perlu nunggu ulang tahun kalau mau ngasih hadiah cewek, Bang. Cewek itu suka dikasih surprise. Biarpun cuma sebotol parfum."

Setiba di mall Ucok lalu memilih-milih pakaian dalam wanita.

"Gila lu Cok, masak milih-milih pakaian dalam, sih? Kamu cowok bukan? Ga punya malu banget." Sial, aku merasa terdampar di sini. Sepanjang mata memandang hanya ada gunungan 'cup-cup' menjulang.

"Jadi gini, Bang, teorinya. Kalau cewek itu suka sama Abang, dia bakal pakai apa aja yang Abang kasih ke dia. Nah, karena awak pingin itu cewek pakai ginian di hadapan awak. Jadi awak harus modalin dulu dong. Ini namanya trik memancing ikan di kedalaman lautan," terangnya sambil memampang bra seksi berwarna merah terang. Tepat di depan mukanya. Sejumlah SPG memandang geli si Ucok yang over pede menenteng-nenteng perkakas wanita.

Sinting, jika tak mau ikut-ikutan jadi bahan gosip para SPG cantik, sebaiknya aku menyingkir dari makhluk ajaib ini.

Saat aku menepi di tempat yang menurutku agak aman, tak sengaja tanganku menyenggol manekin dengan baju menerawang seksi.

"Lingerienya, kak." Dan malunya saat itu justru seorang SPG dengan rok mini menghampiri. Ia membantuku membetulkan posisi manekin yang tak sengaja kusenggol, sekaligus menawarkan produk unggulannya.

"Oh, ini namanya lingerie?" Aku sok cool. Pura-pura bodoh. Wartawan mana enggak tahu itu lingerie?

"Iya kak, mau yang model apa? Kita punya banyak model cantik di sini," lalu tangan SPG itu dengan luwes mengambilkan beberapa model lingerie.

"Ehem--" aku berfikir keras. Beli tidak? Tapi ingat teori Ucok, rasanya ingin mempraktekkan.

"Aku ambil tiga. Yang itu, itu dan itu," jawabku sambil menunjuk tiga model berbeda tanpa menyentuhnya. Jujur, risih melihat ketiga model baju itu. Tapi aku juga tergoda melihat Suci mengenakannya.

Karena belum tahu apa warna kesukaan Suci, aku mencoba peruntungan dengan membeli tiga warna berbeda. Jika cocok dan Suci suka, next time akan kubelikan model lainnya.

"Oh ya mbak, ketiganya bungkus kado ya," pesanku. Rupanya aku telah terpengaruh teori sakti si Ucok.

Bermodalkan tiga lingerie di tangan, aku siap pulang. Menemui istriku tersayang. Rasanya kelimpungan, sudah tak sabar.

***

Jangan lupa komen ya guys, dukung selalu karya penulis dengan komentar manismu.