webnovel

Menunggu

Di depan cermin ia bersolek. Jelas, Eiryl ingin tampil cantik di depan laki-laki yang sedang ia sukai. Apalagi malam ini tidak ada awan yang menghalangi pancaran sinar rembulan.

"Anak mama kok sibuk banget," ujar mama masuk ke dalam kamar Eiryl. Eiryl meratakan lipbalm di bibir nya yang sudah kemerahan. Jadi tidak perlu lagi bagi nya menggunakan lipstik atau semacam nya untuk memerahkan bibir nya.

"Iya dong, ma. Aku kan mau ketemu__"

"Sama si dia," tebak mama cepat. Ia begitu memahami Eiryl.

Wajah Eiryl memanas. Mama memang tempat curhat nya yang tepat. Ia mengangguk malu-malu.

"Dia mau datang ke rumah?" tanya mama lagi.

"Kata nya mau jemput aku," balas Eiryl pelan. Ia agak malu berekspresi mengenai perasaan nya pada mama.

"Biar papa tebak. Pasti anak nya ganteng kayak papa," sahut papa yang baru saja datang.

"Lebih ganteng dia atuh, pa. Makanya Eiryl mau," balas mama atas tingkat kepercayaan diri papa yang melampaui batas.

"Aku mau bukan karena dia ganteng, ma. Tapi dia itu baik," sahut Eiryl agak kesal.

"Dan kebetulan ganteng," tambah papa dan sukses membuat pipi Eiryl kembali memanas.

"Papa, ih!" Eiryl gemas pada papa. Tidak hanya pada papa, mama juga yang tidak jauh dengan papa. Ternyata benar kalo jodoh adalah cerminan diri.

Papa hanya terkekeh geli. Kemudian mengajak mama untuk keluar dari kamar anak gadis nya. Biarkan Eiryl berekspresi sendiri mengenai perasaan nya pada laki-laki yang berhasil menyentuh hati nya.

Eiryl kembali menatap diri nya di depan cermin. Ah, tidak. Ia bukan malaikat. Tapi setidak nya hasil kreasi tangan nya untuk berdandan cukup layak untuk di puji. Tapi Eiryl berharap kalau Alga tidak akan membuat jantung nya melompat-lompat lagi.

Matanya melirik ke arah jam digital yang terletak di atas nakas. Masih pukul 18.12, pasti Alga pun sedang bersiap-siap. Ah, kenapa diri nya tidak sabar begini? Sabar, Eiryl. Tahan.

Baiklah, Eiryl bersabar menunggu kedatangan Alga dengan duduk di ayunan balkon kamar nya. Menikmati semilir angin yang menerpa wajah cantik nya.

Sampai waktu sudah menunjukkan nyaris pukul tujuh. Ah, pasti sebentar lagi Alga akan muncul. Eiryl menatap layar ponsel nya. Andai ia memiliki nomor telepon Alga, pasti ia sudah menghubungi nya sejak tadi. Setidaknya untuk berbasa-basi atau sekedar mengingatkan nya. Apalagi Eiryl bukan tipikal orang yang suka menunggu. Ia benci menunggu.

Lima belas menit sudah berlalu. Lalu-lalang kendaraan di depan rumah nya, sudah membuat nya beberapa kali harus bangkit dari duduk nya untuk melihat siapa yang datang. Ah, ia benci ini. Tapi Eiryl berusaha keras untuk tetap berpikiran positif. Pasti Alga sedang berada di perjalanan.

Namun pikiran positif itu perlahan luntur saat waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Sudah dua jam ia menunggu dan duduk di ayunan nya. Tapi semua nya nihil. Alga tidak kunjung menampakkan tubuh nya.

Apa laki-laki itu takut? Apa ia tidak mau berteman dengan nya? Apa Alga melupakan janjinya sendiri? Ataukah Alga memang benar-benar pembohong seperti di katakan nya tadi siang?

Eiryl resah. Pikiran nya yang lain mulai membuat nya gundah.

Apa Alga kecelakaan, terjatuh di jalanan dan tidak ada yang menolong nya?

Cukup. Ia merasa gila. Alga memang pembohong. Laki-laki memang pembohong. Kecuali papa nya. Tukang pembual hanya demi meluruhkan perasaan seorang gadis kemudian menghempaskan nya keras-keras ke dasar bumi.

Nyaris pukul 10 malam setelah Eiryl berjuang untuk meyakinkan diri namun semua nya sia-sia.

Detik berikut nya Eiryl terdiam. Ia teringat pada Dimas dan Arya, apa mereka berdua tahu keberadaan Alga dimana? Ah, lalu apa Putri memiliki nomor telepon dua anak itu?

Jemari nya bergerilya dengan cepat untuk menghubungi Putri. Oh iya, Putri, Dimas atau pun Arya. Tidak ada yang tahu jika malam ini Alga mengajak Eiryl untuk berkencan. Ralat, minum teh bersama. Tapi semua nya gagal. Alga memang pembohong.

Roomchat~

Putri

Put?

21.54

Read

Iya?

Ada apa sayang ku?

21.56

Punya nomer nya Dimas atau Arya?

21.56

Read

Ada nih

Mau?

21.57

Mau

Kirimin ya Puput ku

21.57

Read

Dimas IPA 5'15

Arya IPA 5'15

Btw, buat apa sih, Ca?

21.58

Buat nyari Alga

21.58

Read

Dih

tumben

21.59

Hehehe

Btw makasih ya Put

22.00

Read

Besok harus cerita

22.00

Membaca pesan itu membuat Eiryl menyeka air mata nya yang entah sejak kapan mulai memenuhi pelupuk mata nya.

Iya say

22.01

Eiryl keluar dari roomchat. Dan Alga laki-laki itu tidak datang. Tangan Eiryl kembali bergerilya untuk menghubungi Dimas yang ternyata sedang online. Laki-laki itu masih belum tidur rupa nya.

"Hallo." Suara Dimas menyapa.

"Hai. Gue Eiryl."

"Wih! Bidadari. Tumbenan." Dimas berseru. "Ada apa, nih?" lanjut nya bertanya.

"Lo tau Alga kemana?" tanya Eiryl hati-hati.

"Alga? kenapa emang?" Sungguh, Eiryl ingin memaki nya saat ini juga. Kenapa Dimas malah berbalik tanya, ya Tuhan? Begitu menguji kesabaran nya.

"Nggak apa-apa. Lo punya nomor telepon nya?" Memang, dasar perempuan. Selalu berkata tidak apa-apa padahal ada apa-apa.

"Nggak ada. Dia nggak punya hp."

"Oh, ya?!" Eiryl nyaris terbelalak.

"Iya. Emang kenapa, cantik?"

Eiryl menghela napas dengan berat. "Alga bohongin gue," jawab nya.

"Lah bohongin gim___"

Tut!

Eiryl mematikan sambungan freecall-nya. Rasa nya ia tidak mau dengar apa-apa lagi soal Alga. Ia kesal. Muak. Lelah.

Pintu kamar nya terbuka. Menampakkan sosok mama.

"Mama pikir kamu udah berangkat." Wanita paruh baya itu mendekat.

"Tau lah, ma," balas Eiryl menahan air mata nya. Ternyata rasa nya sesakit ini jika di bohongi oleh seseorang. Apalagi orang itu tengah singgah di hati nya.

"Loh, kenapa?" tanya Mama lembut.

"Semua cowok sama aja ma," balas Eiryl tak kunjung membalas tatapan mama.

"Kamu nggak jadi jalan sama si dia?" selidik mama dan Eiryl hanya diam.

Tanpa menjawabnya pun pasti mama tahu alasan Eiryl menjadi seperti ini. Ia kesal. Akhir nya setetes air mata nya jatuh membasahi pipi nya. Ia menyeka nya dengan kasar.

"Sayang," panggil mama merangkul Eiryl.

"Mungkin dia ada urusan penting yang begitu mendadak," ujar mama memberi pengertian.

"Atau, dia sedang ada acara keluarga," lanjut mama.

Eiryl mulai berpikir. Yang dikatakan mama ada benar nya. Ia mengangkat wajah nya, menatap mama dengan seksama.

Wanita paruh baya itu tersenyum.

"Udah malem. Besok kamu harus sekolah," ujar mama membawa Eiryl masuk.

Gadis itu menurut.

Mama tersenyum ke arah nya dan mengecup puncak kepala putri tunggal nya.

Ia menatap Eiryl dengan teduh sebelum berlalu.

"Makasih, ma," ujar Eiryl sedikit lebih tenang.

"Iya, sayang," balas mama begitu hangat. "Jangan lupa berdoa," ucap nya lagi sebelum keluar.

Eiryl mengulum senyuman dan mengangguk. Mama mematikan lampu kamar nya sebelum beranjak pergi.

"Good night, Dear," ucap mama kemudian beranjak pergi.

"Night mom," balas Eiryl.

Mama sudah pergi. Namun benak Eiryl malah berkeliaran dengan begitu liar. Berkhayal mengenai seharusnya Alga datang dan memberikan senyuman nya yang manis. Tapi semua nya pupus, Alga memang pembohong.

Apa ini yang menjadi jawaban mengenai pertanyaan Alga tadi siang?

"Apa kamu merasakan hal yang sama?"

Kalimat itu muncul tanpa seijin nya. Kalimat yang Alga ucapkan siang tadi. Kalimat yang sukses membuat nya berdebar hebat.

Kalimat dari sekian kalimat yang membuatnya jatuh ke dalam hati seseorang yang baru di kenal nya. Dan sekarang ia jatuh.

Dalam diam Eiryl kembali menangis. Bukan! Bukan karena diri nya yang gagal kencan. Melainkan perasaan nya yang begitu mudah jatuh. Mudah luruh. Mudah luluh.

Ponsel nya kembali berdering menampilkan nama Dimas yang kontak nya baru ia simpan beberapa menit yang lalu.

"Ya," sahut nya malas

"Kok lemes?"

Eiryl mendesis. Dimas begitu menyebalkan. "Ada apa?" tanya nya ketus.

"Tadi gue ke rumah Alga. Tapi rumah nya kosong. Nggak ada siapa-siapa."

Eiryl mengernyit. Mana mungkin jika Alga tiba-tiba menghilang. "Maksud lo?"

"Si Alga sama keluarga nya nggak ada di rumah. Cantik-cantik bolot juga lo."

Eiryl mendesis. Ia tidak terima dengan perkataan Dimas. "Maksud gue dia pergi kemana, malih?!"

"Tadi gue tanyain ke tetangga nya nggak ada yang tau. Kata nya sih dia sama emak nya dia pergi."

Eiryl menghela pasrah.

"Tumben lo nyari Alga. Kenapa emang nya?"

Eiryl tidak langsung menjawab nya. Ia diam sampai beberapa detik berlalu. Berpikir sejenak mungkin setidak nya ia harus bercerita pada Dimas. Tapi__

Gadis itu menghela berat.

"Cerita aja. Nggak apa-apa. Gue nggak akan julid."

Baiklah. Eiryl menarik napas nya.

"Dia janji mau datang ke rumah gue. Tapi akhir nya dia bohongin gue. Dia nggak dateng sama sekali. Gue kecewa."

Dimas terdengar ber oh ria.

"Ya udah. Besok dia sekolah kita samperin dia,"

"Buat apa gue nyamperin pembohong?"

"Aduh! Bidadari, dengar gue, ya. Alga pasti punya alasan kenapa dia nggak datang ke rumah lo. Apalagi tadi gue ke rumah nya Yang udah kosong nggak ada orang."

Eiryl berdecak.

"Jangan gitu, ah. Ntar cantik nya kayak nenek sihir."

Tut!

Eiryl mengakhiri saluran telepon nya. Eiryl menyimpan nya di atas nakas. Ia menghela lagi untuk kesekian kali. Malam ini cukup berat untuk nya.