webnovel

Part 27. D'Power of Emak-Emak

.

.

Engap dengan masker dobel, Olivia ingin melepaskan meski sebentar. Lumayan kan, paru-parunya sedikit merasakan kelegaan.

Sebelum tangannya bergerak melepas masker. Andi lebih dulu menahan jemari tangannya.

"Kita akan melintasi perbatasan, Sayang!"

Sudah kesekian kali Andi mengatakannya. Olivia jadi jengah.

"Bagaimanapun keselamatan Kita dan kelancaran perjalanan Kita kali ini lebih penting, kan Sayang?!"

Andi menyemprotkan air beraroma kayu putih ke masker yang dipakainya lalu ke maskernya sendiri. Efeknya Persis rasanya berada di ruangan dengan difuser di rumah Mas Sena.

Olivia pura-pura tidak mendengar ketika Andi mengatakan kalau dia sering memakai masker dan sudah terbiasa. Harusnya tau bagaimana cara mengatasi dispnea yang dialaminya. Dengan mengambil nafas panjang seperti olahraga pernafasan. Dan mengerucutkan bibir saat bernafas. Padahal Andi sudah menambahkan bracket pada masker yang dipakai Olivia biar lebih lega. Tapi hanya siang ini saja dan harus segera dilepaskan kalau tidak ingin kulit cantik istrinya yang sensitif mengalami masalah.

Meski memakai masker N95 dan KN95 yang sudah sulit didapat akhir-akhir ini hasilnya sama saja kalau tidak pandai-pandai mengenakannya untuk tujuan pencegahan penularan.

Olivia memejamkan matanya dan menyenderkan kepalanya senyaman mungkin dengan tujuan Andi berhenti mengoceh.

Andi pasti lupa di lingkungan tempatnya bekerja begitu steril. Masuk lokasi harus lolos rapidtest antigen dengan hasil negatif. Jadi tanpa masker pun bukan masalah.

Olivia sudah terlalu banyak mendengar nasehat sampai saat ini. Setidaknya gelas yang telah terpenuhi biarkan terminum dulu jika ingin diisi lagi. Tapi sepertinya Andi tidak peduli. Memangnya sejak kapan Andi bisa bicara panjang lebar ditambah hasilnya luas?

Belum sempat Olivia meminta Andi untuk diam, matanya terpaksa dibuka ketika Andi mengatakan akan melewati perbatasan kota berikutnya. Dan di depan sana terlihat  barisan patroli dan Marka yang melintang di mulut jalan. di Olivia tau kalo setelah ini masih ada perbatasan terakhir untuk sampai ke kampung budhenya. Sepertinya penyekatan di titik ini begitu ketat. Apa sebegitu rawannya?

Sekali lagi  Sertifikat vaksin Andi memuluskan perjalanan mereka. 

Sebelum menuju perbatasan terakhir, Andi menepikan mobilnya dan memakirkannya di rest area. Masih tersisa sekitar delapan jam ke depan untuk melintasi perbatasan tanpa pencegatan. Mending Andi menggunakannya untuk beristirahat meski sejenak. Dilihatnya Olivia sudah tertidur sedari tadi. Andi mulai berhitung waktu  esok hari dari membersihkan diri, beribadah, hingga makan pagi di warung langganannya di sekitar rest area.  

Andi perlu membelikan pembalut wanita, CD, mungkin juga pembalut celana yang diketahuinya dari iklan di tv mengingat jadwal bulanan Olivia. Tentu Andi begitu peduli hal krusial tersebut ketika berniat menikahinya. Ibunda ratu yang mengingatkannya jika ingin peduli pada istrinya.

Setelah mengecek kembali perbekalan mereka, Andi merebahkan diri di sisi Olivia. Merengkuhnya dengan hati-hati ketika Olivia juga bergerak ke arahnya mencari-cari posisi yang nyaman. Demi Allah Andi memohon agar diberi kemampuan guna menjaga apa yang diamanahkan padanya.. Aamiin Ya Robbal'Aalamiin.. seraya mencium puncak kepala istrinya.

---

"Emang Kamu bisa dipercaya?"

Hah? Olivia tertegun sejenak. Lalu berbalik sambil memicingkan mata.

Apa maksudnya?

"Maksudku! Apa Olivia bisa bikin kopi…?"

Olivia membuka mulutnya tapi tidak mengeluarkan sepatah katapun. Percuma kan marah pagi buta begini?

Olivia tidak mau merusak moodnya ketika ingin mengawali hari. Menyebalkan! Sayangnya itulah yang membuat Olivia makin jatuh cinta.

Oh, My Allah!

Gimana menjalani kebersamaan seumur hidup dengannya?

Di saat Olivia memutuskan untuk menerima pinangan dari Andi untuk membenarkan ungkapan bahwa cinta itu buta?

Ah, tidak!

Olivia jadi ingin mengerjai Pangeran Hatinya itu..

Lihat saja ketika kopi spesial untuk sang pangeran dihidangkan. Ketika dilihatnya Andi dengan ketenangan luar biasa menyeruput kopi original buatannya. Olivia sampai menahan napas menunggu reaksi  dari lelaki yang telah mengucapkan ijab Qobul untuknya.

Satu

Dua

Tiga

Sekian menit berlalu terlalu lama sekali!

Olivia meradang tidak mendapati reaksi yang diinginkannya dari seorang Andi.

Sepertinya sangat sangat sangat menikmati kopi buatannya. Olivia geram

belum tau atau tidak mau tau kalo hobi mendaki seperti Andi perlu yang hangat-hangat. Andi punya cara bagaimana menikmati air atau hidangan panas untuk mengusir hawa dingin pegunungan.

"Kopi mendidih sangat nikmat pada cuaca yang dingin seperti ini, kan Sayang! Biasanya Aku minum kopi seperti ini saat mendaki.. terima kasih, Sayang! Aku tidak sabar mengajakmu mendaki menikmati puncak tertinggi…"

Blush!

Kata-kata yang meluncur dari mulut Andi mengandung unsur dewasa membawa hawa panas pada tubuhnya. Olivia jadi gugup. Balik ke mobil sepertinya pilihan yang tepat. Tapi Andi sempat mencekal lengannya.

"Sebaiknya Kita memang melanjutkan perjalanan Kita, kan.. Sayang?!"

Andi membisikkannya di telinga dan sengaja mengembuskannya membuat merinding bulu roma.

"Kita tidak punya banyak waktu untuk berhenti karenanya kopi sangat panas buatanmu tadi tidak ingin menjadi mubazir.. Kamu sengaja, ya?"

Andi akhirnya mengatakannya sesaat menunggu Olivia selesai memasang seatbelt-nya.

"Lebih lama menunggu kepastian darimu daripada menunggu kopi itu hangat"

Olivia hanya ngumeng-umeng lirih tapi terdengar jelas di telinga Andi yang sempat ternganga untuk kemudian tersenyum penuh kemenangan.

"Tak kusangka kalau beberapa kali meminta keputusan pada seorang 'Am'rta Olivia Laksana' berakhir dengan perjodohan juga!"

Bukankah ijab qobul Andi untuknya tanpa sepengetahuannya?

Bukankah beberapa kali papanya meminta jawaban persetujuan darinya selalu Olivia hindari? Melalui budenya? Melalui kakungnya?

Kegamangan pendiriannya bukankah karena sikap Andi?

Dipikir-pikir Olivia seperti dipaksa untuk menikah dengan Andi yang tau-tau telah sah secara agama menjadi seorang isteri.

Olivia kehilangan kata-kata untuk membalas ucapan Andi. Olivia makin kesal dibuatnya.

Dan kekesalan Olivia dilampiaskannya dengan kabur dari Andi saat berada di rest area untuk melaksanakan ibadah sholat Dzuhur.

Olivia diam-diam menghubungi temannya. Ngajak ketemuan di restoran terdekat. Namun cukup membuat Andi kelabakan ketika mengetahui Olivia tidak terlihat batang hidungnya di rest area. Andi juga tidak bisa menghubungi ponsel Olivia yang mereject panggilannya.

Syukurlah Andi masih bisa mendeteksi keberadaannya melalui ponselnya yang sedang Sherlock ke temennya.

Olivia memang sengaja mengingat Andi yang temperamen. Menurut perkiraannya, Andi akan menyeretnya paksa di hadapan temennya untuk menyuruhnya masuk ke mobil lalu melanjutkan perjalanan yang direncanakan Andi.. mungkin keluarga besar juga. Nah! Sikap yang sedemikian itu akan dijadikan alasan untuk lepas pergi dari seorang Andi. Meninggalkannya dan bergabung bersama teman-temannya.

Kenyataan yang tak sesuai bikin Olivia tidak bisa melepaskan Andi begitu saja. Boomerang yang manis bagi Olivia dengan sikap Andi yang cool. Dengan sikap tenangnya menunggu di sudut yang lain dengan sabar perbincangan seru yang Olivia bangun bersama teman-teman panggilannya. Sampai Olivia sebel sendiri dengan kesabaran Andi.

Saat candaan Olivia dan temen-temennya makin hambar makin garing. Dan Olivia si burung trocok tak lagi pandai berkicau.

Andi mengenakan jaket di bahu Olivia. Menutupi kaos Olivia yang basah akibat kecerobohannya menyenggol gelas minumannya sendiri yang masih penuh.

Dengan sigapnya pamitan kepada teman-temannya dan meminta pesanannya yang sudah dibungkus. Bahkan mentraktirnya dan temen-temennya.

Di dalam mobil, Olivia mogok ngomong sama Andi. Kalaupun menjawab dengan nada ketus. Nggak peduli dengan Andi yang membuang nafas berkali-kali. Menolak mengganti kaosnya yang basah yang akhirnya mengering di badan.

Di shelter pemeriksaan, Olivia terlihat ogah-ogahan mengikuti antrian. Sebelum masuk ke bus yang menuju ke kampung, mereka harus uji non reaktif. Andi menggantikan posisinya ketika dilihatnya Olivia memilih mencari tempat duduk terdekat. Sepertinya kelelahan. Padahal naik bus dan menitipkan mobil adalah ide Olivia.

Andi dan Olivia menjalani Nose Blowing Test dengan Ge-Nose C19. Karya anak bangsa dari bangku perkuliahan yang Murmer seharga 20ribu rupiah sekali test dan akurasinya mencapai 97%.

Surat keterangan negatif Rapidtest antigen Olivia di kota asal mereka sudah tidak berguna lagi di perbatasan terakhir ini. Sudah lewat tenggat waktu. Sertifikat vaksin hanya dimiliki oleh Andi sedang mereka diperiksa secara personal. Di kabupaten dimana kampung budhenya berada. Luar biasa ketat penyekatan wilayahnya. Lebih ketat dibanding perbatasan sebelumnya.

Kali ini Olivia diharuskan menjalani karantina di wisma singgah. Andi yang mengajaknya dalam perjalanan ini ngotot membersamainya.

Baru para petugas jaga memberitahu yang sebenarnya kalau hasil Test covid untuk Olivia ternyata reaktif. Andi boleh membersamai dengan syarat harus menandatangani berkas pernyataan yang berisi kesediaannya menerima konsekuensi resiko terpapar.

Mengingat kondisi mereka di perantauan dan persediaan bekal mereka menipis, Andi memutuskan menghubungi ponsel Mas Sena. Memberitahu keadaan mereka.

Mas Sena bersegera menjemput mereka dengan melakukan negosiasi yang lumayan alot. Koneksi Mas Sena  dan sebagai Satgas Relawan lumayan memuluskan penjemputan itu. Ditambah persetujuan melaporkan diri dalam masa karantina. Dan Andi meminta secara resmi mengadakan isolasi mandiri dan pemantauan dari Dinas Kesehatan setempat. Selama masa perawatan, Olivia memerlukan pantauan kadar d-Dimer atau koagulan, saturasi oksigen, dan degupan jantungnya.

SWAB PCR untuk Andi dan Olivia yang baru diketahui hasilnya antara 3-5 hari lagi akan dikirim ke alamat dimana mereka menjalani isoman.

Hasil mufakat dari pertemuan keluarga darurat dengan Perangkat Desa beserta Relawan Satgas setempat menyetujui permintaan Andi menjalani isoman di rumah konservasi. Villa milik papanya Olivia yang dibangun untuk mengenang istrinya. Yang akhirnya diserahkan pada Andi untuk direnovasi sesuai impian Olivia. Mungkin villa itu juga akan menjadi rumah keluarga mereka nantinya. Mengingat Andi yang ingin mundur dari jabatan Presdir sebagai pewaris tunggal kerajaan bisnis Memetri. Menjauh dari rumah keluarga besar Atmapraja maupun Prabandaru. Melepas tanggung jawab 'Nunggu Keprabon' 

Budhe dan Mbak Galuh yang rela bolak-balik menyediakan keperluan makan dan kebersihan rumah sepasang suami-istri baru itu. Status suami-istri yang baru diketahui Olivia.

Mas Sena yang mengurusi penanganan berkenaan dengan isoman.

Setiap harinya seperti pagi ini, Budhe  memasak. Kadang bawa masakan dari rumah. Mbak Galuh yang bersih-bersih termasuk mencucikan pakaian kotor. Andi mencuci pakaiannya sendiri dengan mesin cuci sedang Olivia sengaja mencuci sendiri pakaian dalamnya.

Oh! Andi tidak hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia juga sangat perhatian dengan yang lain. Ngasih desain yang digunain di ruang keluarga dan teras. Nyariin jodoh Mbak Galuh dengan progres akan segera menyusulnya menjadi pengantin.  Sampai nggantiin gas. Bukan itu aja! Usulannya di musyawarah antar warga untuk menangani irigasi malah dibikin kesepakatan. Juga menjadi orang tua asuh hewan-hewan terlantar dan dibuang sayang.

Tolong jangan tanyakan perhatian Andi untuk Olivia!

"Aku telah bertukar saliva dengan seseorang yang esoknya besok positif covid! Ngingetin kalo Kamu lupa!"

Yakin wajah Olivia semerah tomat mendapat kata-kata itu. Jangan heran kalau Andi tidak enggan menyuapinya makan, meminumkan obat, sampai memeluknya saat demamnya sedang tinggi-tingginya. Meskipun sempet ngedrop dua hari tapi setelahnya Andi telah bugar kembali.

Hasil test kemudian dengan gargle Biosaliva PCR untuk Andi terbukti negatif berbarengan dengan keluarnya hasil SWAB PCR yang kedua untuk Olivia. Menyatakan Olivia telah terkonfirmasi positif

PCR Kumur yang keakuratannya 95% kiriman khusus dari teman Mas Sena. Ketersediaannya masih terbatas dan Mas Sena sendiri yang mendampingi Andi melakukan test itu dengan dipandu secara virtual oleh petugas ahli.

Olivia memejamkan matanya yang terasa berat. Tapi dia tidak segera terlelap. Ditambah gelak tawa budhenya membuat kantuknya menghilang saking penasaran.

 Dengan hati-hati mencari keberadaan budhenya. Yang sedang duduk santai di serambi dekat dapur.

"Halah! Nggak mungkin lah anak itu denger… kalo sudah tidur susah bangun tuh anak... ada gempa mah tetep anteng!"

Kuping Olivia terasa panas. Budhenya sedang membicarakan dirinya, kan?

"Kayaknya, Den Bagus nggak bakalan bisa tidur kalo tidak ada Nimas..  Sayang!"

 ..

Budhenya terlihat terkikik geli. Olivia dongkol.

..

"Apa kalo bukan jodo?! Lha.. nglindur kok barengan! Nyebut nama yayangnya…"

..

"Kelihatannya aja mereka musuhan kayak tikus sama kucing! Tapi sebenarnya sehati.."

???