webnovel

GDUR : Bab 1

"Ambilah makanmu, jangan lagi mengeluh gatal setelah memakan ikan!" Ucapan itu keluar dari mulut seorang pelayan rumah kepada anak dari majikannya sendiri.

Yah, terdengar seperti sangat kurang ajar dan tidak tahu malu, tapi hal seperti itu sudah sangat sering dilakukan oleh pelayan tersebut bahkan juga beberapa pelayan yang lainnya. Kakinya bergerak menggeser makanan yang sudah dia letakkan di lantai di hadapan seorang gadis yang tertunduk menatap makanan itu.

Sembari memicingkan matanya, senyum puas melihat kesedihan dari anak majikannya itu terbit begitu jelas terlihat pelayan itu kembali mengatakan sesuatu yang ingin dia katakan kepada anak majikan yang sangat memuakkan untuknya, "kau tahu benar bukan? Nyonya Dan juga tuan sangat menyukai ikan begitu juga dengan Nona kedua kami. Mau Tidak mau, kau hanya bisa memakan menu makanan yang mereka makan. Lagi pula, kau kan hanya bisa memakan makanan sisa mereka jadi bersyukurlah saja bisa makan dan tidak mati kelaparan."

Gadis yang duduk di lantai terpuruk seolah-olah Dia adalah anak jalanan meski Sebenarnya dia adalah Nona pertama dari keluarga kaya raya yang seharusnya diperlakukan Dengan hormat oleh pelayan tersebut dan juga pelayanan yang lainnya, Gadis itu hanya bisa mengambil sepiring makanan dengan tangannya yang gemetar ketakutan juga kelaparan. Makanan yang akan dia makan itu, memang benar akan membuat perutnya terasa kenyang dan tidak lagi sakit akan tetapi, ikan adalah makanan yang paling harus dihindari karena tubuhnya benar-benar tidak bereaksi dengan baik jika ikan masuk ke dalam lambungnya.

Pelayan rumah itu terkekeh melihat bagaimana Nona pertama keluarga yang ia layani memakan makanan itu. Sepertinya dia sangat kelaparan, tapi dia juga tidak terlalu memperdulikan apa efeknya jika sampai dia memakan ikan itu.

"Bagus!" ucap Pelayan tersebut. "Kalau kau sudah makan seperti ini dengan lahap, tentu saja untuk siang harinya, dan sampai dengan malam nanti aku tidak perlu datang ke sini Untuk mengantarkan makanan untuk mu." Pelayan itu kembali tersenyum bahagia.

Gadis itu berdiam tak menanggapi Apa yang diucapkan oleh pelayan rumahnya dan terus memakan makanan itu, mengabaikan saja air matanya yang jatuh seolah-olah dia tidak begitu mengingat bahwa yang masuk ke dalam perutnya adalah ikan bekas atau sisa dari kedua orang tuanya dan juga adiknya.

"Habiskan! Dengan begitu, sampai dengan Besok pagi aku tidak perlu datang ke tempat kumuh ini dan tidak perlu juga mengendus bahumu yang sangat busuk sampai-sampai aku sering tidak nafsu makan karenamu!"

Setelah mengatakan itu, pelayan rumah tersebut memutuskan untuk segera keluar dari ruangan yang sangat pengap, bau, lembab dan juga sangat tidak nyaman. Ah, entah bagaimana bisa Nona pertamanya itu hidup di sana selama bertahun-tahun.

"Ahhhhh" pakai Gadis itu sembari membawa Gani lehernya yang terasa sangat gatal dan juga sedikit panas. Dia ingin sekali menggaruk ke dalam lehernya dan menghilangkan rasa gatal berlebihan yang ia rasakan di sana. Namun, Baru beberapa jari dia masukkan ke dalam mulut, dia sungguh tidak bisa menahan rasa mual dan terus ingin muntah sehingga dia tidak bisa memasukkan jemarinya untuk sampai ke tenggorokan toh itu juga sangat mustahil bukan?

Gadis malang itu bernama, Loa. Usianya baru sekitar 24 tahun, tapi dia sudah menjalani kehidupan yang sangat menyedihkan selama 24 tahun itu pula.

Loa, nama itu diambil dari sebuah tokoh penyihir tua yang jahat pada zaman dahulu yang sangat terkenal di kota kedua orang tuanya tinggal. Bukan Tanpa alasan Gadis itu diberi nama dengan nama Loa, itu semua karena saat Loa lahir bertepatan dengan hari di mana penyihir itu juga dilahirkan. Yah, dunia memang sudah modern tetapi warga kota tempat dimana kedua orang tua Loa tinggal, mereka masih begitu mempercayai tradisi tersebut, mempercayai cerita tersebut yang katanya sudah banyak bukti untuk menguatkan cerita tersebut.

Loa, adalah anak kandung dari sepasang suami istri yang katanya dulu keturunan dari penyihir tersebut sehingga, dulu kala ada beberapa ramalan dan juga peramal yang mengatakan kepada seluruh warga kota bahwa, di kemudian hari akan ada Loa yang lain dari garis keturunan Loa sebelumnya.

"Uhuk uhuk" Loa terbatuk-batuk karena tak tahan lagi dengan rasa gatal yang semakin lama menjadi semakin sangat parah dibarengi dengan rasa panas dan Sedikit perih.

Dia bangkit dari posisinya dengan segera, mencoba untuk mendekati pintu kamarnya dan memukul pintu itu berkali-kali sembari mengeluarkan suaranya meski pelan.

"Tolong! Arghh! Ahhh! Tolong, aku! Tolong! Sakit!" Ucap Loa berusaha untuk memukul pintu agar ada satu orang yang mendengar lalu membantunya.

Sadar tak ada satu orang pun yang datang untuk menolongnya, Loa kembali menjatuhkan dirinya sembari terus memegangi leher dan sesekali menggaruknya Karena rasa yang sangat gatal dan juga panas perih itu tak lagi bisa dia. Loa berteriak dengan suara yang tidak jelas sehingga seperti geram binatang buas.

Sebenarnya, kedua orang tua Loa sendiri mendengarkan suara Loa namun mereka tak juga berani untuk mendekati Loa sehingga mereka memutuskan untuk berpura-pura saja tidak mendengar suara itu dan berusaha benar untuk fokus dengan apa yang menjadi kesibukan mereka semua. Mereka menganggap suara Loa adalah suara asli dari penyihir yang merasukinya. Penyihir terdahulu, pasti sedang mencoba untuk menyatukan jiwa mereka berdua untuk menjadi satu sehingga Loa membutuhkan waktu yang cukup panjang untuk bisa menyesuaikan dirinya dengan jiwa penyihir sebelumnya.

Beberapa jam kemudian.

Loa perlahan membuka matanya, dia benar-benar seperti setengah mati. Rasanya benar-benar sangat sakit dan dia begitu menderita, dan yang lebih membuatnya menderita lagi adalah, dia sudah berteriak meminta pertolongan tetapi pada akhirnya dia selalu saja tidak pernah mendapatkan pertolongan yang dia inginkan. Selalu saja seperti itu, dia terlalu banyak berharap ada satu orang saja yang sudi menolongnya namun pada akhirnya kenyataan juga selalu menamparnya dan menyadarkan dirinya bahwa bahkan binatang pun tidak akan pernah Sudi untuk mendekat padanya apalagi manusia?

Loa membiarkan saja air matanya jatuh. Sungguh, dia tidak tahan dengan kehidupannya sangat menyakitkan seperti itu. Dia tidak tahan harus terkurung di ujung ruangan lebih lama lagi. Sudah 24 tahun, Loa bahkan sampai tidak tahu berapa usianya, hari apa, tanggal berapa, Seperti apa wajahnya, bahkan dia juga tidak bisa melihat apapun selain dinding kosong di kamarnya.

Sampai kapan dia akan menjadi gadis di ujung ruangan yang terus tertahan?

Loa perlahan bangkit dari posisinya, rasa gatal di tenggorokannya memang masih ada tapi tidak sehebat sebelumnya hanya saja, terlalu kuat menggaruk lehernya sehingga terasa sangat perih dan sepertinya juga timbul luka baru di lehernya.

"Aku ingin mati saja. Jika memang mati masih tidak bisa aku dapatkan, Aku benar-benar ingin keluar dari kamar ini, keluar dari rumah ini, keluar dari penderitaan ini." Gumam Loa.