webnovel

Bagian 3

Melewati  jalanan berkelok, gang sempit,  nyasar ke sawah hingga perumahan sederhana yang jalanannya seperti digeragoti , mereka pun sampai. Nala memang paling tahu soal jalan tikus, bahkan gpsnya tukang ojek pun kalah dengan gps yang tertanam dikepala nala.

Nala menunggu tepat di teras depan rumah zahra, rumah yang berdiri di deretan paling ujung dan bagian depannya  masih peluran. Ia melirik lirik ke arah pintu yang terbungkam, barangkali sang pemilik rumah menyadari kehadirannya, namun sayang, pintunya tidak kunjung dibuka. Kemana bocah itu? biasanya dia yang paling peka kalau nala datang. Dilihat dari pintunya juga terkunci, jendela dan gorden yang biasa terbuka ditutup semua. Apakah mungkin zahra sedang pergi? kemana?

Rani yang pegal berdiri lantas duduk di teras sambil nyelonjor kaki dan coba menghibur diri dengan ponsel, sedang nala masih tetap berdiri saja, mengintip intip seluruh jendela, hingga menghubungi nomor zahra

"nih orang kemana sih"

Tiba tiba seseorang datang menghampiri nala, rani terbangun "cari siapa dek" seorang ibu berdaster hijau muncul dengan raut wajah penasaran. "nggak ada orang, udah lama kosong terus rumahnya, sekitar semingguan"

"oh, lagi pergi ya bu? " tanya nala

"nggak tau ya, entah pergi atau kemana, biasanya ibunya suka jualan sih di jalan depan"

rani ikutan bertanya "emang beneran nggak ada siapa siapa bu? didalam nggak ada bapaknya gitu atau kakak laki lakinya?"

sang ibu mengernyit "kakak laki laki? emang bu lina punya anak laki laki? bukannya cuma punya yang cewek doang ya satu?"

rani dan nala bengong, "heh?"

"nggak tau ya, saya juga nggak terlalu dekat sama mereka..saya pamit dulu ya. Assalamualaikum"

" i,iya bu". "waalaikumsalam"

nala melihat rani, cabi mirip bakpao "gimana dong"

"gimana lagi, balik lah"

"nggak ke rumah desta?"

"maless"

###

Ketukan dua kali di pintu terdengar dan seorang gadis berkerudung muncul memasukinya, zahra baru kembali dari ruangan dokter, membahas seputar penyakit ibunya yang harus segera diatasi dengan cara operasi, namun zahra mengeluh karena tak ada biaya. Ia pun coba mencari cara agar bisa mendapatkan uang tersebut, Dia kerja paruh waktu, tepatnya sudah dari enam hari yang lalu ia diterima bekerja. Sebuah kebetulan, yang tuhannya berikan, lokasinya juga tak terlalu jauh dari rumah, yang ia sanggup berjalan kaki tanpa naik kendaraan apapun. Tepatnya adalah sebuah kedai, yang lumayan besar dan nyaris bisa disamakan restoran. Sebuah keuntungan yang sangat zahra rasakan manfaatnya. Meski disaat sama juga ia harus menanggung konsekuensi dari statusnya yang masih pelajar.

Ibu mengusap lembut punggung tangannya "sekolah nak.. udah jangan mikirin ibu".

zahra tersenyum, "aku nggak bakalan ninggalin ibu, kalo ibu butuh apa apa gimana? aku malah berpikir untuk tidak melanjutkannya saja"

"hush jangan ngomong gitu ah, kamu itu anak ibu satu satunya, jangan ceroboh.. kalo kamu ketinggalan anak anak seusiamu, kamu sendiri yang rugi" ucap ibunya sedikit kesal

hening, zahra memalingkan wajahnya beberapa detik.

"ibu mohon nak" digenggam erat tangan anaknya, hangat suhu tubuhnya seperti mengalir,  waktu terus berdentang, jam 6 lewat, masih ada waktu untuk gadis itu bergegas, ibunya sangat menaruh harap padanya. Setelah kehilangan Anak pertamanya karena kecelakaan beberapa tahun lalu, ia jadi sangat mementingkan kebutuhan zahra terutama soal pendidikan, meski kenyataan ia harus berdiri sendiri dan mengorbankan jiwa raganya untuk memenuhi kebutuhan hidup, yang ia hanya seorang buruh cuci dengan gaji pas pasan.

Langkah demi langkah gadis dengan bergo putih itu melewati satu persatu siswa. Jika melihat dari ekspresi mereka, ia sudah bisa langsung menebak. Mereka mulai menciptakan dinding terbentang antara ia dan mereka  "itu dia kan? baru masuk? seenaknya, dikira sekolahan punya siapa?"

"kasihan orang tuanya, dia perempuan loh"

Dan ia melewatinya saja dengan senyuman, gadis ini tak lain adalah zahra, ia tahu sejak awal tatapan dan ocehan itu pasti akan langsung menyerang. Namun ia tak perlu khawatir karena disisinya ada Allah dan ia pun mengaku salah atas semua ini.

"kemana aja kamu selama ini? " tanya bu sarah dengan pandangan curiga

Beberapa guru ada yang kepo, ikut curiga, juga ada yang hobi mengoceh.

"aku.. " zahra terdiam sebentar.

"nggak bisa jawab.."