webnovel

Kemanusiaan

Di tengah keributan yang tengah terjadi di tempat itu, tiba-tiba saja terdengar sebuah suara tembakan peringatan dari arah salah satu gang. Tembakan itu terdengar setidaknya tiga kali. Suara menggelegar tersebut membuat semua orang seketika terdiam di bawah hujan. Semua pandangan mulai mengarah ke sumber suara. Setelah ditelusuri, rupanya tembakan itu berasal dari seorang wanita berpakaian formal dengan kemeja berdasi serta mantel luar panjang selutut. Sebagian rambut hitam panjang nan lebat itu telah basah terkena hujan, begitu pula dengan wajah manis namun bersorot mata tajam itu. Semua orang mengenali wanita itu, ia adalah satu-satunya wanita yang mendapatkan penghormatan lebih bahkan di kalangan para preman sekali pun.

"Ada apa ini?" tanya sang wanita.

Dari gang, ia berjalan pelan membelah kerumunan. Semua orang pun seolah memberinya jalan untuk lewat. Langkah kakinya membawa wanita itu ke hadapan Foxy yang masih berusaha membantu sahabatnya, Zack, untuk berdiri. Sebelum wanita itu semakin dekat dengan Foxy dan kawan-kawannya, Chloe menghadangnya. Ia memasang raut wajah menantang si wanita.

"Tidak ada apa-apa. Pergilah dari sini," kata Chloe ketus.

"Benarkah?" Pandangan sang wanita menyapu ke arah sekeliling, melihat seluruh kekacauan yang terjadi di tempat itu. "Kurasa kau yang harus berterima kasih padaku. Untung saja aku datang tepat waktu. Jika tidak, mungkin kau dan komplotanmu ini sudah menjadi bulan-bulanan warga."

Chloe pun hanya bisa terdiam. Di dalam lubuk hatinya, sebenarnya ia tahu jika wanita ini sama sekali bukanlah wanita baik. Tindakannya melerai keributan tidak akan pernah didasari oleh niatan yang tulus, menegakkan ketertiban umum. Wanita ini sudah beberapa kali ikut campur dalam kegiatan yang diadakan oleh Foxy dan kawan-kawannya. Tapi, ia tak pernah memilki keniatan tulus menjalankan tugasnya sebagai salah seorang penyidik kepolisian Distrik 8. Mendengar percakapan di antara Chloe dan sang wanita, Foxy pun mulai membuat beberapa prasangka. Berdasarkan pengalamannya, wanita ini akan datang bak seorang pahlawan, hanya saja ia akan meminta upah atau imbalan atas 'itikad baik'-nya.

"Kepada semua penduduk Distrik 8 yang ada di tempat ini, aku berharap kalian segera membubarkan diri!" seru sang wanita setelah berbalik membelakangi Chloe. "Kalian semua telah membuat keributan di tempat umum. Jika kalian masih saja berkerumun, akan kupastikan salah satu pasukanku yang akan membubarkan kalian."

"Tapi, dia berkata kami akan dapat jatah sarapan pagi!" teriak salah seorang gelandangan sambil menunjuk ke arah Foxy.

Sang wanita pun langsung menembakkan pistolnya ke udara sekali lagi. "Apa aku terlihat peduli? Lagipula ini kegiatan ilegal. Anak-anak ingusan ini bukanlah siapa-siapa. Kalau kalian mau makan ya usaha sendiri. Paham?! Sekarang, bubar!"

Hujan mulai mereda. Dengan perasaan kecewa, para gelandangan ini pergi membubarkan diri. Mereka yang sudah mendapatkan jatah sarapan tak terlihat terlalu sedih. Tapi, mereka yang sudah lama mengantri, rela berdesak-desakan sampai terlibat keributan demi sedikit makanan, dan pada akhirnya mereka tidak mendapatkannya juga, hati mereka akan sangat tersayat. Ya, memang itulah yang harus dilakukan. Jika mereka tak mematuhi perkataan si wanita, salah satu pasukan kepolisian di bawah komandonya akan datang ke sana dan membubarkan warga secara paksa. Pemaksaan yang dimaksud tentu saja adalah dengan cara kekerasan. Bahkan, para polisi ini tidak akan segan untuk menggunakan peluru tajam untuk melumpuhkan siapa pun yang berani melawan petugas.

"Dan untuk kalian, Bocah-Bocah Ingusan, aku sudah memperingatkan kalian berkali-kali," tegas si wanita kembali melanjutkan perkataannya. "Jangan pernah lagi untuk memberi makan para gelandangan ini dengan hasil curian yang kalian peroleh. Ini tidak akan menyelesaikan masalah. Biarkan mereka berusaha sendiri, itu akan jauh lebih baik. Jika mereka terus-terusan dibantu, mereka tidak akan bisa mandiri. Di masa depan, mereka akan selalu bergantung kepada orang lain. Kau mengerti apa yang kumaksud, Foxy?" Sang wanita mengambil jeda singkat sebelum melanjutkan kalimatnya. "Dengarkan aku baik-baik. Aku menghormatimu dan pemikiranmu yang sebesar khayalan anak TK. Setidaknya, kau juga harus menghormatiku sesuai dengan kapasitasku sebagai seorang penegak hukum."

"Detektif Alice, aku rasa kali ini perkataanmu salah," sahut Foxy seraya mengambil beberapa langkah mendekati sang wanita.

"Yang mana dari perkataanku yang menurutmu salah, Bocah?"

"Kalau kau benar-benar akan menegakkan hukum, seharusnya kau akan menindak kami semua dengan tuntutan kasus pencurian. Begitu pula dengan para teman premanmu yang lain, kau seharusnya juga menyeret mereka ke meja hijau. Penjarahan, penganiayaan, pembunuhan, pelecehan, dan masih banyak lagi. Aku hanya bingung, sebenarnya apa yang sedang berusaha kau tegakkan di sini? Ketertiban umum? Hukum? Ha! Kurasa tidak sama sekali. Kau tak berbeda dengan polisi lain atau para pejabat korup. Kau hanya mementingkan kantongmu sendiri. Kau menghormatiku hanya karena aku membayar biaya tambahan supaya kepolisian dan penegak hukum yang lain tidak mengganggu kawan-kawanku."

Tangan Foxy mulai mengepal. Ia menatap mata Alice dalam-dalam. Napasnya kian memburu, bibirnya sedikit bergetar selagi ia mengucapkan seluruh kata-kata frontal itu.

"Aku pun melakukan itu hanya karena aku menyayangi mereka, bukan karena aku adalah seseorang yang mendukung praktik suap menyuap. Lantas, sekarang apa dasarmu melarang kami membagikan makanan kepada para gelandangan itu? Mereka tidak memiliki makanan sama sekali, tidak sepertimu yang hidup di rumah dinas dengan segala fasilitas lengkapnya. Kami melakukannya atas dasar kemanusiaan."

"Hm, lucu sekali ketika kau mengatakan itu. Tahu apa kau soal kemanusiaan?"

"Lebih dari yang kau tahu. Pejabat korup sepertimu tidak akan pernah memahami seperti apa rasa kemanusiaan yang sesungguhnya."

"Kau menyebutku apa?"

Foxy mengulangi perkataannya tepat di depan wajah Alice. "Pejabat korup."

Anehnya, kali ini Alice hanya bisa terdiam. Ia tak berniat membalas perkataan Foxy lagi. Ia hanya menarik napas panjang dan menyarungkan kembali pistolnya ke pinggang.

"Pergilah, sebelum seseorang tahu kalian di sini," pinta Alice pada akhirnya.

"Kawanku! Saatnya kita pergi. Kita tidak usah mendengarkan satu kata pun dari wanita ini. Manusia semacam dia tidak punya hati nurani."

Kawan-kawan Foxy menyahut pelan. Mereka pun akhirnya pergi dari pandangan Alice. Kini, hanya tinggal ia seorang. Hujan telah reda, tapi rintik air masih sesekali jatuh dari langit. Selokan dipenuhi air hujan yang berwarna kehitaman. Asap pembakaran batu bara kembali terlihat membumbung tinggi di udara. Itu pasti berasal dari pembangkit listrik yang letaknya tak jauh dari pelabuhan. Di tengah kesendirian, Alice masih memikirkan sebutan Foxy untuk dirinya. Bagaimana remaja itu menjulukinya sebagai "pejabat korup." Lalu, ada sebuah gejolak yang mulai menghantui dirinya. Terkadang Alice merasakannya mana kala ia baru saja melakukan sebuah kesalahan.

"Jika saja kau tahu, Foxy. Dulu sekali, aku pun pernah seidealis itu."

***

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Eirene_Aether_5671creators' thoughts