webnovel

Forgive Me, Snow

Dia Little Snow yang harus tinggal bersama dengan ibu tirinya dan juga harus menerima semua banyaknya kebencian orang-orang yang ada di sekitarnya. Kehidupan Snow tak seindah dengan kehidupan Snow yang ada di film Disney. Snow harus berusaha untuk menerima semua kehidupannya yang begitu menyedihkan dan selalu dianggap tak berguna oleh semua orang yang ada di lingkungannya. Snow tak pantang menyerah, dia lebih memilih untuk menerima semuanya dengan ikhlas. Ah... Apakah Snow akan berakhir happy ending sama seperti film Snow White pada film Disney yang dia tonton? *** "Anak sialan! Kamu hanya menumpang di rumah saya, jadi kamu harus bekerja lebih banyak untuk saya!" - Andin Acheyya. "Wanita menjijikkan seperti lo itu nggak pantas untuk ditolong dan dikasihani." - Aldean Pranegara. "Dia adalah Puteri di dunia nyata. Tidak seperti kamu yang berperan sebagai iblis di dunia nyata, Kinara!" - Anggara Arcale "Snow selalu di bawah gue! Dia nggak akan pernah berada di atas gue!" - Kinara Acheyya "Aku tidak butuh harta ataupun sejenisnya, aku hanya butuh kasih sayang dan juga sedikit kebahagiaan. Itu sudah cukup dan sudah banyak bagiku." - Little Snow. *** Ikuti kisah Little Snow di dalam buku ini. Selamat membaca ^^

Fitriani_nstr · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
134 Chs

Seorang Penolong

"Aldean! Keluarin aku dari sini!" teriak Snow dari dalam gudang.

"Aldean! Aku takut sama gelap!" teriak Snow lagi.

Snow terus menggedor-gedor pintu gudang itu dengan keras, pasalnya Aldean mengunci pintu gudang itu dari luar.

"Siapapun di luar sana! Tolong aku!" teriak Snow dan berharap seseorang datang dan menolong dirinya.

Snow tak main-main, dia memang takut dengan gelap dan juga dia tak suka dengan ruangan sempit. Uhm ... Dia semacam memiliki sebuah trauma akan tempat-tempat seperti itu.

"Mama ... Papa ... Tolong Snow. Snow benar-benar takut di dalam ruangan gelap ini. Snow sangat takut ... Tolong Snow ... Hiks ... Hiks ... Tolong Snow ..." lirihnya dengan nada suara yang mulai terdengar serak.

Snow tak tahan lagi harus berbuat apa selain menangis dan mengharap bantuan.

Ingin berteriak lagi? Percuma, tak ada yang akan menolong dirinya. Gudang itu kedap suara dan mana mungkin ada yang ingin lewat di depan gudang itu, kan?

"Aldean ... Tolong aku ..." lirihnya dan berakhir dia yang sudah tak sadarkan diri.

***

"Hahaha! Gimana sih lo!"

"Gila banget lo! Lempar yang nomor dua dong!"

"Sialan! Gue butuh sepuluh hati. Dakjal emang ini kartu!"

Aldean dan teman-temannya tengah santai menikmati permainan kartu mereka di dalam kelas. Uhm ... Semacam sebuah perayaan kemenangan karena mereka kembali melampiaskan hasrat licik mereka dengan cara mengunci mem-bully.

"Gimana sama si buluk, An?" tanya Tomi.

"Enggak gimana-gimana, sih. Paling dia di gudang sama teman-temannya," jawab Aldean santai, lalu meminum es tehnya dengan santai.

"Lo bawa si buluk ke gudang mana?" tanya salah satu teman Aldean yang ber-name tag 'Putra'.

"Gue bawa dia ke gudang yang ada di lantai dua," jawab Aldean.

Seketika semua teman-teman Aldean kaget saat mendengarkan jawaban dari Aldean.

"Anjir! Lo kagak gila, An?! Lo bawa si buluk di gudang sekolah yang ada di lantai dua?" tanya Tomi kaget.

"Hum ... Emangnya, kenapa?" tanya Aldean malas.

"Ck ... Gudang yang ada di lantai dua, kan, udah lama banget enggak digunain," kata Tomi.

"Masalahnya di mana?" tanya Aldean lagi dengan malas.

"Kita dilarang buat ke sana, Bro. Lo tahu sendiri, kan? Gudang sekolah lantai dua udah nggak keurus banget? Di sana banyak bakteri dan mungkin aja ada hewan berbahaya," kata Putra.

"Saking lamanya enggak digunakan, kan?" tanya Tomi dan Putra menganggukkan kepalanya untuk membenarkan.

"Gue enggak peduli, sih," kata Aldean tenang, lalu melempar kartunya di atas meja.

"Ah ... Gue bosan banget anjir!" kesal Aldean.

"Sama," kata Tomi sambil membuang kartunya di atas meja.

"Lo tadi bawa Snow ke mana?" tanya seseorang tiba-tiba kepada Aldean, dia Ryan.

"Ck ... Masih muda juga, Ry. Kenapa lo udah tuli aja, sih?" tanya Tomi sambil menggelengkan kepalanya dengan pelan.

Ryan hanya memutar kedua bola matanya dengan malas.

"Di mana, An?" tanya Ryan lagi.

"Gudang sekolah yang ada di lantai dua!" seru Putra jengkel.

"Makanya, Ry! Itu telinga gunain semestinya! Jangan dijadikan pajangan doang anjir!" kesal Putra.

"Ck ... An, lo enggak mikir kalau lo udah keterlaluan?!" tanya Ryan, nada suaranya meninggi.

Tomi, Putra dan juga Aldean kaget saat mendengarkan bentakan dari Ryan.

"Lo ngebentak gue?" tanya Aldean sambil menatap Ryan dengan tatapannya yang begitu tajam.

"Ck ... Otak lo dikemanakan, sih?!" tanya Ryan kesal.

"Gimana kalau di dalam gudang itu ada ular berbisa?! Dan ular itu patuk Snow! Lo mau kalau dia mati gitu aja?!" tanya Ryan.

"What?! Ngapain ular berbisa di situ?!" tanya Putra.

"Lo sendiri yang bilang kalau gudang itu udah lama enggak kepake, kan?! Otomatis di sana ada hewan-hewan berbisa kalau perlu. Kenapa?! Karena gudang itu udah kotor banget!" jelas Ryan.

"Terus?" tanya Aldean.

"Tolong Snow sekarang juga!" tegas Ryan.

"Muka lo yang tolong si buluk! Gue mah ogah buat tolong dia!" sinis Aldean.

"Lo-"

"Kenapa, Ry? Lo mau tolong si buluk?" tanya Tomi curiga.

Ryan bergeming.

"Beneran lo mau tolong si buluk?!" tanya Tomi lagi.

"Enggak," jawab Ryan ketus.

"Ck ... Ya udah deh kalau gitu. Lo duduk tenang aja! Enggak usah banyak basa-basi!" seru Aldean.

***

"Snow! Snow! Snow! Lo di mana?!"

Anggara berjalan kesana-kemari untuk mencari keberadaan Snow. Anggara sangat yakin kalau Aldean berbuat jahat kepada Snow.

"Snow! Lo di mana?!" teriak Anggara lagi.

"Hey! Lo lagi cari apa?!"

Anggara menghentikan langkah kakinya sambil menatap ke arah orang yang baru saja bertanya kepada dirinya.

"Gue lagi cari teman gue," jawabnya.

"Lo lihat dia enggak?" tanya Anggara.

"Ck ... Lo bisa aja. Ya kali lo nanya sama gue. Gue aja enggak tahu gimana wajah teman lo yang lagi lo cari itu," jawab perempuan itu.

"Ah ... Tunggu. Gue lihatin fotonya sama lo," kata Anggara lalu mengambil ponselnya yang dia simpan di saku celana abu-abunya.

"Nih ..." kata Anggara sambil memperlihatkan foto Snow yang ada di album handphone-nya.

Perempuan itu kaget saat melihat foto Snow di handphone Anggara.

"Lo ... Lo beneran cari cewek ini?" tanya perempuan itu pelan.

"Hum ... Dia teman gue. Lo ada lihat dia, enggak?" tanya Anggara.

"Enggak!" jawab perempuan itu cepat.

Anggara mengerutkan keningnya.

"Kok, lo nyolot, sih?" tanya Anggara malas.

"Siapa yang nyolot? Lo kali!" jawab perempuan itu, lalu berjalan cepat meninggalkan Anggara.

"Aneh banget," batin Anggara.

***

Brak!

Seseorang membuka pintu gudang yang ada di lantai dua itu dengan kasar.

"Sial!" kesalnya saat melihat Snow dalam keadaan berbaring di atas lantai yang kotor dan tidak sadarkan diri.

"Snow! Bangun Snow!" pekiknya keras sambil mengguncang tubuh Snow yang tak bergerak.

"Ck ... Aldean sialan!" ucapnya penuh emosi, lalu kemudian dia menggendong Snow ala bridal style dan membawanya menuju ruang kelas tak terpakai yang ada di samping gudang itu.

"Lo di sini dulu, Snow. Gue bakalan cari bantuan untuk nolongin lo," kata murid laki-laki itu dengan penuh rasa khawatirnya yang besar.

Wajah pria itu tiba-tiba berubah menjadi sendu, dia menghela napas panjang sambil menatap Snow dengan begitu sedih.

"Maaf ... Maaf ... Gue minta maaf banget, Snow. Gue minta maaf karena gue gak bisa tolongin lo," katanya penuh rasa bersalah dan menyesal.

"Gue mau banget buat tolong lo dari si Aldean sialan itu. Tapi, gue enggak bisa, Snow. Gue enggak bisa ..." lirihnya sedih sambil menghembuskan napasnya dengan panjang.

"Snow!"

Kedua bola mata murid laki-laki itu membulat dengan begitu lebar saat mendengarkan suara seseorang yang memanggil nama Snow.

"Itu bukannya suara Anggara?!" tanyanya di dalam hati sambil berlari cepat melirik ke celah jendela.

"Sial! Itu beneran Anggara!" pekiknya panik.