webnovel

Forgive Me, Snow

Dia Little Snow yang harus tinggal bersama dengan ibu tirinya dan juga harus menerima semua banyaknya kebencian orang-orang yang ada di sekitarnya. Kehidupan Snow tak seindah dengan kehidupan Snow yang ada di film Disney. Snow harus berusaha untuk menerima semua kehidupannya yang begitu menyedihkan dan selalu dianggap tak berguna oleh semua orang yang ada di lingkungannya. Snow tak pantang menyerah, dia lebih memilih untuk menerima semuanya dengan ikhlas. Ah... Apakah Snow akan berakhir happy ending sama seperti film Snow White pada film Disney yang dia tonton? *** "Anak sialan! Kamu hanya menumpang di rumah saya, jadi kamu harus bekerja lebih banyak untuk saya!" - Andin Acheyya. "Wanita menjijikkan seperti lo itu nggak pantas untuk ditolong dan dikasihani." - Aldean Pranegara. "Dia adalah Puteri di dunia nyata. Tidak seperti kamu yang berperan sebagai iblis di dunia nyata, Kinara!" - Anggara Arcale "Snow selalu di bawah gue! Dia nggak akan pernah berada di atas gue!" - Kinara Acheyya "Aku tidak butuh harta ataupun sejenisnya, aku hanya butuh kasih sayang dan juga sedikit kebahagiaan. Itu sudah cukup dan sudah banyak bagiku." - Little Snow. *** Ikuti kisah Little Snow di dalam buku ini. Selamat membaca ^^

Fitriani_nstr · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
134 Chs

Balas Budi Snow

Indonesia, 08:12 -

"Lo udah kumpulin tugas lo belum?" tanya seorang siswi dengan datar kepada Snow.

Snow mengangkat pandangannya dengan cepat sambil menganggukkan kepalanya secara perlahan sebagai jawaban.

Siswi itu mendelikkan matanya dengan tidak suka saat melihat jawaban Snow, lalu dengan kurang ajarnya dan tanpa ragu dia langsung menyentil kening Snow dengan cukup kencang, membuat Snow meringis sambil mengusap keningnya dengan pelan.

"Kamu kenapa sentil kening aku?" tanya Snow keheranan sambil terus mengusap keningnya yang memerah tanpa henti.

"Lo emang nggak punya solidaritas sama kita semua! Lo langsung main kumpul tugas gitu aja tanpa bilang sama kita kita yang ada di kelas! Harusnya lo bilang kalau lo mau ngumpulin tugas sama guru!" bentak siswi itu dengan emosi dan membuat semua pandangan mata langsung terarah ke mereka berdua.

"Emangnya, kenapa sampai aku harus bilang sama kalian kalau aku udah ngumpulin tugas? Apa hubungannya tugas aku yang udah terkumpul sama kalian semua?" tanya Snow keheranan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Itu karena lo nggak punya solidaritas dan lo asal main kumpul tanpa ngasih contekan sama kita! Lo sebenarnya anak kelas sini atau bukan, sih?!" sahut seorang siswa dengan kesal sambil Snow dengan menggunakan gulungan kertas yang baru saja sengaja dia buat.

Snow menundukkan kepalanya dengan pelan saat tahu alasan mengapa dia dilarang keras untuk mengumpulkan tugas terlebih dahulu.

"Mau aku kumpulkan tugasku atau enggak, bukan berarti tugasku itu benar semua dan kalian bisa contohin tugasku, kan?" ucap Snow dengan begitu pelan dan bahkan hampir tidak bersuara.

Siswi yang tadinya menyentil kening Snow mengerutkan keningnya saat mendengarkan penuturan dari Snow yang tidak terlalu terdengar jelas itu.

"Lo lagi ngomel karena kita udah nyalahin lo?! Lo marah kalau kita marah sama lo yang ngumpulin tugas lebih dulu tanpa respon sama kita dulu?!" tanya siswi itu dengan kesal dan setelahnya dia menarik rambut Snow dengan cukup keras.

Snow yang mendapatkan perlakuan itu hanya bisa memberontak kecil karena tak ada yang bisa menolong dia di dalam kelas ini.

"Lain kali langsung bilang dulu sama kita kalau tugas lo udah jadi atau enggak! Jangan asal dikumpulin aja kalau lo nggak mau cari masalah sama kita!" bentak siswi itu.

Snow hanya bisa menganggukkan kepalanya dengan pasrah sambil memperbaiki kacamata bulat yang dia gunakan.

Siswi itu berlalu pergi begitu saja usai dia melakukan kekerasan fisik kepada Snow, sedangkan murid-murid yang lainnya di dalam kelas itu hanya bisa memutar mata mereka dengan malas saat melihat wajah sedih Snow.

Sebenarnya tidak ada rasa sedih, rasa kasihan atau rasa iba mereka kepada Snow. Mereka selalu saja menganggap kalau remaja itu merupakan beban di lingkungan sekitar mereka.

Ah ... Apa mereka tidak tahu malu kalau menganggap bahwa yang menjadi beban di sekitar mereka itu adalah Snow? Mereka saja baru saja ingin mencontek kepada Snow, lalu kenapa dia masih menganggap kalau remaja itu merupakan beban mereka?

Brak!

Snow mengangkat pandangannya dengan cepat saat tiba-tiba sebuah buku paket yang lumayan tebal berhasil menimpuk punggungnya dengan sedikit keras.

Snow dengan buru-buru membalikkan badannya untuk melihat siapa pelaku yang baru saja melakukan kekerasan itu padanya.

"Catat semua soalnya sama jawabannya di buku gue," perintah si pelaku dengan tenang sambil menunjuk buku paketnya yang terjatuh di atas lantai dengan menggunakan dagu.

"Buku tugas gue ada di dalam sana," lanjutnya lagi sambil tersenyum dengan begitu lebar ke arah Snow.

"Mana boleh aku nulis di buku tugas kamu, Bar? Kamu tahu sendiri kalau tulisan kita berdua itu beda jauh," jawab Snow yang menolak secara tidak langsung permintaan Debara.

Debara yang tadinya tengah santai meletakkan kepalanya di atas meja sambil memejamkan matanya, langsung dengan cepat membuka matanya dan menatap Snow dengan tatapan yang sangat tajam dan juga terlihat begitu menusuk.

"Lo nggak mau dengerin apa kata gue?! Lo mau cari masalah sama gue?!" tanya Debara dengan marah sambil menunjuk wajah Snow.

"Palingan dia lagi cari masalah sama lo, Bar! Gas aja anaknya jangan kasih kendor!" seru seorang murid laki-laki sambil bertepuk tangan dengan keras untuk mengompori perasaan emosi Debara.

Snow menggelengkan kepalanya dengan cepat sambil melambaikan tangannya berkali-kali agar Debara tidak termakan dengan ucapan teman sekelasnya itu.

"Kalau lo nggak mau ngerjain tugas gue, gue bakalan janji sama lo, kalau sepeda yang lo pakai ke sekolah bakalan rusak nantinya," ucap Debara dengan enteng dan pastinya Snow langsung paham dengan apa maksud dari pria itu.

"Jangan melakukan hal yang nggak boleh lo lakuin. Ini masih di area sekolah dan enggak selamanya apa yang lo lakuin itu bisa bersifat bagus untuk semua orang," sahut seseorang yang ternyata itu adalah Bayu si ketua kelas.

Debara langsung menatap Bayu dengan tajam karena baru kali ini ada orang yang tidak satu pendapat dengan keinginannya.

"Lo yang kerjanya cuma babu kelas doang mending diam. Lo nggak usah ikut campur kalau emang nggak tahu apa-apa!" bentak Debara memperingati Bayu sambil menatap ketua kelasnya itu dengan tatapan tajam.

"Gue di sini berperan sebagai ketua kelas dan juga berperan sebagai pemimpin murid-murid yang ada di kelas ini! Jadi, gue nggak mau kalau salah satu murid di kelas ini bermasalah, apalagi kalau muridnya itu lo! Lo udah banyak catatan nama negatif di BK!" sinis Bayu yang menyindir Debara.

Debara yang mendengarkan itu langsung dengan cepat menghampiri Bayu dan berniat untuk memberikan pukulan pada perut Bayu, tetapi pukulannya itu melesat kepada seseorang yang tiba-tiba datang dan menolong Bayu.

"Snow!"

Bayu berteriak dengan keras saat pukulan Debara berhasil melayang pada perut Snow yang tiba-tiba berlari kencang dan berdiri di hadapannya.

Snow terbatuk sambil memegang perutnya dan tidak lupa dia meringis karena rasa sakit pada perutnya akibat efek samping dari pukulan Debara yang benar-benar sangat keras seperti mengeluarkan tenaga Thanos saja.

"Lo ngapain langsung berdiri di depan gue, sih?!" tanya Bayu dengan kesal dan dengan cepat dia membantu Snow yang sudah tampak terlihat begitu lemas dengan wajah yang sudah terlihat memucat.

"Aku udah nggak utang budi lagi sama kamu. Kamu kemarin bantuin aku buat nyari sepatuku. Sekarang, aku yang bantuin kamu biar enggak kena pukulan nya Debara," jawab Snow dengan suara yang begitu lemas dan tidak lupa dia mengakhirinya dengan senyuman tipis.

"..."

Bayu yang mendengarkan itu hanya diam saja sambil terus menatap wajah Snow dengan tatapan yang penuh tanda tanya dan sulit untuk diartikan oleh siapapun.

Terima kasih karena sudah membaca sampai di sini ^^

Fitriani_nstrcreators' thoughts