webnovel

Fons Cafe #2

Tatsuya Maruyama is a success lawyer. Alexander Kougami is genius physic teacher. Carlos Takamasa is the womanizer scriptwriter. Leonardo Shibasaki is the cold hand oncology surgeon. David Kajima is the funniest comedian of the year. Kris Aikawa is the funky business man. They all have the same problem about woman. --- Berteman sejak masa sekolah, menjadikan mereka berenam selalu paham satu sama lain, dan hingga pada akhirnya satu per satu di antara mereka pun memutuskan untuk mulai melangkah dan mencari pasangan hidupnya. Setelah Tatsuya, Alex dan Carlos menemukan tulang rusuk mereka. Mungkin kisah ini sudah selesai bagi mereka bertiga. Namun, tidak demikian bagi Leo, David dan Kris! Apakah Leo, David dan Kris mendapatkan kesempatan mereka juga untuk bahagia?

Abigail_Prasetyo · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
46 Chs

Episode 84

Sampai di Tokyo, Chiko sudah di sibukkan dengan pekerjaannya di Kedutaan Budaya Jepang, sebagai salah satu juri untuk menentukan penggantinya.

Selanjutnya, Chiko harus mengurus semua berkas-berkasnya yang belum sempat dia bereskan. Layaknya pencabutan visa, passport, dan beberapa berkas lainnya untuk diurus di imigrasi.

Hari ini pun demikian. Dia menyelesaikan tugasnya sebagai Duta Budaya.

"Ohayou, Michiko-san," sapa seorang pegawai kedutaan, "Aikawa-san..."

"Dia datang lagi?" Tanya Chiko cepat.

Pegawai itu mengangguk, serba salah. "Haduh. Bisakah kau mengatakan bahwa aku sedang sibuk, dan tidak bisa di ganggu, sama sekali?" Chiko mulai berbohong. Pasalnya, tidak ada pegawai Jepang yang akan melakukan kebohongan hanya untuk alibi macan ini.

"Tapi Nona..."

"Aku mohon. Kau tahu kan, betapa sibuknya aku untuk mengurus ini dan itu?"

"Jadi kau berbohong?" Tanya sebuah suara yang di rindukan oleh Chiko.

Dasarnya, dia mencintai lelaki ini. Tetapi, mengetahui Kris sudah pernah menikah, dan amat sangat mencintai perempuan yang pernah di nikahinya itu, membuat hatinya teriris.

Chiko langsung keluar dari lobby kedutaan, dan pergi.

Kris mengejarnya.

"Chiko! Chiko!!"

Cukup jauh, Chiko pun menoleh ke belakang. Dia mendapati Kris yang kacau, seperti saat dia bertemu Kris untuk pertama kalinya. Pakaian lusuh, dan wajah kuyu.

Astaga, ternyata lelaki itu benar-benar parah jika tidak memiliki pijakan. Jika tidak ada perempuan yang benar menigisi hari-harinya.

"Chiko.. aku mohon, dengarkan aku!"

Chiko mengernyitkan dahinya. "Aku sudah dengar semuanya dari mulutmu sendiri. Dan aku tidak menyangka kalau kau yang selama ini hanya... hanya..."

"Aku menyukaimu."

Chiko kali ini bergeming. Angin musim gugur yang berhembus itu membuat rambut lurus Chiko terangkat. Wajahnya menunjukkan ketidak percayaannya akan ucapan Kris barusan.

"Aku mencintaimu."

Kali ini hatinya berdegup tak keruan. Dia tidak sanggup untuk mengatakan apapun. Memandang Kris saja membuatnya pilu.

"Aku sungguh-sungguh mengatakannya!" Balas Kris, sambil berjalan mendekat. "Aku mencintaimu setulus hatiku, Michiko. Aku tahu kau marah karena aku tidak mengatakan apapun padamu tentang Erika. Tapi aku jelas mengatakannya padamu saat karena aku memang mencintaimu."

"Kau bohong. Kau sangat mencintai Erika sampai-sampai tak bisa mengatakan rasa sayangmu padanya!"

"Sungguh, aku yang dulu tidaklah sama dengan aku yang ada saat ini, disini, detik ini!"

"Kalau begitu, buktikan!" Serunya. "Buktikan kalau kau memang mencintaiku!"

-----

Distrik Shibuya adalah distrik yang sangat sibuk. Banyak pejalan kaki yang berlalu lalang di sana. Shibuya juga di isi dengan banyak gedung pencakar langit.

"Kau mau apa disini?" Tanya Chiko. "Tidak bisakah kita ke tempat lain saja?"

Kris berlari ke tengah zebra cross untuk berdiri di tengah. Lalu dia berteriak. "MICHIKO! AKU MENCINTAIMU."

Seperti yang sudah di tulis, Shibuya yang ramai dan berisik itu tidak akan terdengar apa yang di katakan oleh Kris untuk Chiko walaupun ia sudah berteriak.

Sebelum waktu pejalan kaki habis, Kris sudah berada di pinggiran lagi, di hadapan Chiko. "Aku sudah mengatakannya. Apa kau dengar?"

"Maksudmu?" Ulang Chiko. "Disini ramai, Kris. Kau tahu sendiri Shibuya bukan tempat yang enak untuk berbicara empat mata. Jadi, kurasa kita ke tempat lain saja."

"Aku tidak akan mengatakannya hanya empat mata denganmu."

"Maksudmu?"

Kris menjentikkan jarinya. Suara sirine yang besar memenuhi distrik itu, dan semua orang yang sedang berlalu lalang pun berhenti. Begitu pula mobil dan kendaraan lainnya.

Beberapa layar TV yang menyala dari tadi di atas gedung-gedung pencakar langit itu memunculkan wajah Kris.

"Aku semua orang di Shibuya tahu betapa aku mencintaimu," ucap Kris sambil tersenyum.

Chiko masih terpaku. Takjub, akan ini semua. Dia tidak menyangka kalau Kris mampu melakukan hal ini.

Layar itu pun menampilkan Kris yang sedang berbicara dalam bahasa Jepang. Bila dalam bahasa Indonesia, kira-kira, beginilah yang di ucapkannya;

"Michiko. Chiko. Aku baru mengenalmu beberapa bulan. Aku bodoh, karena tidak menceritakan padamu tentang masa laluku, dan tentang siapa yang pernah ada di hidupku. Kau tahu aku sulit mengatakannya padanya dulu. Mungkin benar, karena dia Si Sempurna. Tapi berbeda denganmu. You're down to earth. Kau tidak sesempurna dirinya, memang betul. Tapi, izinkan aku menjadi orang pertama yang menyambutmu saat kau membuka matamu sepanjang sisa hidupmu. Izinkan aku menjadi orang terakhir yang kau lihat sebelum tidurmu selamanya. Mungkin selamanya akan terkesan tidak rasional, tapi, biarkan aku memiliki momen ini, waktu ini bersamamu. Aku mencintaimu sepenuh hatiku, Nakahara Michiko."

Chiko memandang Kris setelahnya. Semburat merah muncul di kedua pipi Kris. Astaga, apakah dia semalu itu untuk mendengar ucapannya sendiri?

"Lamar!" Seru seseorang dari kerumunan pejalan kaki Shibuya di seberang jalan. "Lamar!!! Lamar!! Lamar!"

Chiko terperangah melihat semua orang meneriaki agar Kris segera melamarnya.

Kris tersenyum, dia pun berlutut dengan satu kaki di hadapan Chiko, sambil mengeluarkan kotak berisi cincin.

"What're you doing? Get up!!" Seru Chiko.

Kris menggeleng, sambil tersenyum lebar. "Kau bukan Erika, dan Erika juga bukan kau. Kau tidak mau disamakan olehnya. Jadi, aku tidak mau melamarmu seperti saat aku melamar Erika dengan keadaan seadanya."

Chiko mengernyitkan dahinya. Sejujurnya, ini memang seperti impiannya. Lamaran yang indah, seperti di film-film romance-comedy dan Sang Pria melamarnya sambil berlutut dengan bertumpu pada satu kaki.

Tapi setahunya, Kris bukanlah orang yang suka menonton drama, dan film romantis. Maksudnya, dalam kamus Kris, the lesser the drama, the best story it will be. Namun, kenapa dia bisa menciptakan sebuah drama yang begitu baik menurut kategori Chiko saat ini?

"As I say in that huge television screen, so, will it be a yes or no for my favor?"

Chiko mencintainya. Tidak ada yang melebihi kata itu selain cinta. Apapun akan dia lakukan untuk mengatakannya. Ah, tidak, dia akan mempertahankan Kris untuk semuanya. Dia mencintai lelaki ini dan tidak ada yang menandinginya.

"Ya. Yes. It is a yes, Kris."

Kemudian, Kris beranjak, dan membawa gadis itu ke dalam dekapannya, dan mencium bibirnya perlahan. Bahkan dia lupa kalau mereka masih ada di distrik Shibuya yang di penuhi oleh kerumunan pejalan kaki, yang kini sudah bertepuk tangan untuk kedua pasangan itu.

-----

Dari sebrang jalan dimana Kris melamar Chiko, ada beberapa pasangan suami istri yang sedang mengamati mereka.

"Ah, karena kau! Kita jadi terlambat, kan!" Gerutu David pada Leo, "Kalau saja kau lebih pagi, kita bisa melihat lamaran Kris dengan sempurna! Bukannya setengah begini."

"Hei, Bocah! Kau ini sangat menyebalkan, ya?" Kata Alex, sembari menjitak kepala David. "Intinya kan Kris sudah mendapatkan bahagianya sekarang."

"Akhirnya, tugas kita selesai!" Seru Carlos. "Rhe, ayo kita buat adiknya Sandy!"

"Sandy saja baru berhenti rewel, dan kau mau membuatkan adik, Los?" Tanya Leo, tak percaya dengan ucapan Carlos yang asal-asalan itu.

"Rhea saja tidak protes. Kenapa kau yang protes, Tuan Onkolog?" Tanya Carlos, menantang.

Tatsuya segera menengahi mereka sebelum terjadi adu mulut yang lebih parah. "Hei, cukup-cukup! Aku yakin kita semua lapar kan? Bagaimana kalau kita makan ramen?"

"Okonomiyaki!" Seru David.

"Tidak, katsu saja!!!" Seru Carlos.

"Ah, aku seafood!" Balas Leo.

"Ya sudah, ayo kita jalan," putus Alex ringan.