webnovel

Fons Cafe #2

Tatsuya Maruyama is a success lawyer. Alexander Kougami is genius physic teacher. Carlos Takamasa is the womanizer scriptwriter. Leonardo Shibasaki is the cold hand oncology surgeon. David Kajima is the funniest comedian of the year. Kris Aikawa is the funky business man. They all have the same problem about woman. --- Berteman sejak masa sekolah, menjadikan mereka berenam selalu paham satu sama lain, dan hingga pada akhirnya satu per satu di antara mereka pun memutuskan untuk mulai melangkah dan mencari pasangan hidupnya. Setelah Tatsuya, Alex dan Carlos menemukan tulang rusuk mereka. Mungkin kisah ini sudah selesai bagi mereka bertiga. Namun, tidak demikian bagi Leo, David dan Kris! Apakah Leo, David dan Kris mendapatkan kesempatan mereka juga untuk bahagia?

Abigail_Prasetyo · Sports, voyage et activités
Pas assez d’évaluations
46 Chs

Episode 81

Sawajiri Erika. Gadis sempurna. Tidak punya cela. Pintar, baik hati, sifatnya keibuan, pandai memasak. Wajahnya oval sempurna, dengan mata sayu yang lembut, dan komponen wajah lainnya mendukung untuk menampilkannya sebagai sosok yang lemah lembut.

Memiliki suara yang halus, dan indah. Dapat menari, dan melakukan olahraga atletik dengan baik.

Singkatnya, gadis ini adalah jelmaan malaikat yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

Kris bertemu dengan Erika di suatu hari mendung, di dekat stasiun kereta, saat Kris hendak pulang dari kuliahnya. Kala itu, Kris kesal sekali dengan dosennya yang menyebalkan.

Kris melihat Erika yang sedang tertawa dengan seseorang yang amat di kenalnya. Ya, orang itu adalah Kree. Kris sudah lebih dulu mengenal Kree, lalu disinilah dia, bertemu dengan Erika dan kesan pertama yang tumbuh di dalam benak Kris hanyalah satu dan singkat.

Malaikat.

Itulah kalimat yang jelas dan pantas untuk seorang Erika.

Erika mengambil jurusan kedokteran. Dan dia lulus lebih cepat dari teman-temannya dikarenakan kecerdasan otak yang dia miliki. Ah, kala itu, Erika sedang melakukan masa co-assnya. Sementara Kris masih mahasiswa tingkat tiga akhir.

Setelah cukup lama memendam rasa sukanya, akhirnya, Kris memberanikan diri untuk mendekati Erika, dan mengajaknya berjalan-jalan. Sepanjang jalan-jalannya, Kris kikuk. Dia tidak mengucapkan sepatah katapun kepada Erika.

"Kau tidak akan mengatakan sesuatu padaku?" Tanya Erika dengan senyum tulusnya sambil mengunyah kentang goreng yang di pesannya di restoran cepat saji itu.

"A.. aku.."

"Ini ketujuh kalinya kau mengajakku jalan-jalan, Kris-san," kata Erika mengingatkan, "Kau tahu? Mereka bilang membiarkan gadis menunggu terlalu lama itu tidak baik. Dan kau sudah--"

"Suka... aku.. menyukaimu, Erika," kata Kris dengan suara bergetar. Mungkin Erika tidak tahu seberapa sulit bagi Kris untuk mengucapkan hal-hal semacam itu kepada gadis sepertinya. "Kau.. sangat sempurna. Kree adalah sepupumu, aku sudah mengenalnya, tapi dia tidak akan mengizinkanku mendekatimu pasti. Karena kau terlalu indah."

"Jangan mengucapkan kata-kata yang sama seperti yang dikatakan orang lain juga padaku," kata Erika, "Aku bosan mendengarnya. Aku tidak sehebat itu tahu?"

"Tapi..."

"Aku hanya anak yatim piatu, yang di titipkan pada keluarga saudaraku yang mampu dan mau menampungku, yakni Kree."

"Aku menyukaimu, Erika. Apa itu tidak cukup?"

Kali ini Erika tersenyum. Saat itu, yang ada di benaknya hanya, Kris. Dia menyukai lelaki yang sedang berkuliah teknik itu. Tak ada pikiran jangka panjang mengenai masalah keluarga masing-masing dan sebagainya.

-----

Lulus kuliah, Erika bekerja di rumah sakit universitas, sementara Kris bekerja sebagai perancang aplikasi untuk Shourai Tech.

Dua tahu lebih sudah cukup bagi mereka untuk mengenal satu sama lain. Bahkan, Kree pun meminta untuk Kris agar jangan membuat Erika terlalu lama menunggu.

"Pekerjaan sudah, rumah juga sudah. Apa lagi yang kurang sih, Kris?" Keluh Kree. Kala itu, dia sedang berada di salah satu restoran di Shibuya. Ada Alex juga. Lelaki genius itu di datangkan Kris jauh-jauh dari Indonesia hanya untuk menemaninya. Dan lagi, Alex sedang libur semester akhirnya.

"Betul. Kau sudah mengenalnya cukup lama Kris. Kalau aku berada di posisimu, akan aku nikahi dia," jawab Alex. "Wanita sesempurna Erika bukan untuk kau sia-siakan, tahu?"

"Tapi, aku..."

"Orangtuamu?" Tanya Kree, "Aku yakin mereka akan menyukainya. Apalagi untuk mendengar kalau kau mau menikah. Putra tunggal Aikawa, dari Shourai Tech. akan menikah, pasti media cetak akan sangat gencar dengan pemberitaan ini!"

"Sahoko-nee saja baru menikah tahun lalu."

"Onee-mu itu menikah karena urusan bisnis, bukan?" Balas Kree. "Beda lagi dengan Junko-nee yang menikah dengan pilihannya sendiri."

"Tapi--"

"Kau terlalu lama berpikir!!" Seru Alex jengah. "Kau mau atau tidak? Itu saja yang aku tanyakan."

Mata Kris membulat, membentuk sebuah tatapan penuh harap dan memelas. "Tentu aku mau..."

"Lamarlah dia, Bodoh!" Timpal Alex. "Semakin lama kau menundanya, akan semakin menyesal kau karena sudah membuatnya menunggu terlalu lama. Jangan jadi manusia bodoh, aku mohon."

"Ya. Erika butuh keluarga, dan ku rasa ini adalah saat yang tepat baginya untuk berkeluarga, dan memiliki keluarga baru tentunya!" Jawab Kree penuh semangat. "Aku tahu kelemahanmu. Maka dari itu, aku akan membantumu untuk..."

"Aku lakukan sendiri. Karena aku yang akan melamarnya dan menikahinya," jawab Kris mantap.

"Kau yakin?" Tanya Alex ragu. "Setahuku saja, kau sudah membawa cincin lamaran itu di kantong celanamu selama enam bulan. Astaga, apakah cincin itu sudah berkarat karena terkena oksigen?"

Kris membulatkan matanya. Bisa-bisanya Alex mengatakan rahasianya di depan Kree.

"Hei, kau sudah mempersiapkan ini rupanya? Astaga, Alex, cepatlah lamar! Tunggu apa lagi?!"

"Baiklah, baiklah. Akhir minggu ini aku akan menemuinya di rumah sakit!"

"Kau mau medical check-up? Yang benar saja, masa di rumah sakit?!" Gurau Kree kesal.

"Sudahlah, Kree," Alex menengahi. "Biarkan dia memilih tempat sesuka hatinya. Lagi pula ini akan menjadi kenangannya dan Erika bukan?"

"Fine. I will not responsible for this occasion."

-----

Hari itu, Erika baru selesai dengan operasi ke-enamnya.

Ya. Tidak salah sama sekali. Dia melakukan enam operasi seharian ini. Empat operasi kecil, dan dua operasi besar, sebagai asisten.

Bukan karena dia ingin menjadi dokter bedah, tapi Erika ingin sekali bekerja di rumah sakit universitas pada departemen pediatri. Sayangnya, tidak ada lowongan untuknya saat itu. Makanya, dia menerima nasibnya untuk sementara waktu berada di departemen bedah.

Wajahnya masih di basahi oleh keringat yang meluncur dari sisi kanan dan kiri dahinya. Dia masih memakai baju operasi berwarna biru tua.

"Kris!!" Serunya saat melihat Kris duduk di ruang tunggu. "Maaf, aku tidak tahu kau sudah menungguku di sini. Aku... baru selesai operasi."

Kris teraenyum, "Tidak masalah. Aku bersedia menunggu selama apapun selama itu menunggumu."

Erika menatapnya heran, "Hei, sejak kapan kau bisa menggombal seperti tadi? Aku tidak tahu kau pandai juga menggombal."

"Hanya sedikit, dan untukmu," tambahnya.

"Kris, kau akan lebih baik jika tidak mengatakan apapun kau tahu? Aku menyukaimu sewajarnya dan apa adanya dirimu saja."

"Saat aku tersenyum padamu?"

"Kau membutuhkanmu."

"Saat menatapmu?"

"Kau bersungguh-sungguh tak akan meninggalkanku."

"Saat aku menggandengmu?" Tanyanya, sambil meraih kedua tangan Erika bersamaan.

Kali ini gadis itu tertawa puas. "Tentu saja kau akan menangkapku jika aku jatuh."

"Ronan Keating," seringai Kris. "When you say nothing at all."

Lagu itu merupakan satu lagu Barat yang amat di sukai oleh Erika. Ah, pasalnya, Erika merasakan bahwa lagu itu memang diperuntukkan untuknya.

Kris akan berubah kikuk, dan aneh. Apabila dia sudah berurusan dengan Erika. Bicara berdua adalah hal yang akan membuatnya menjadi gagap karena gugup.

Tapi pembicaraan ini akan membuatnya lebih aneh lagi dari sebelumnya. Itu pasti.

"Mm, Erika," gumamnya.

"Apa?" Tanyanya balik, "Aku cantik ya?"

Kris tertawa, "Kau memang selalu cantik. Aku.." kali ini Kris merogoh sesuatu di dalam saku celananya. Dia membuka kotak itu dan sebuah cincin pun terlihat.

Tidak ada lutut-berlutut. Tidak ada makan malam romantis. Tidak ada lagu romantis yang di putar. Tidak ada orang lain kecuali mereka berdua di koridor rumah sakit.

"Absolutely yes."

Jawaban itu membuat dunia Kris jungkir balik. Astaga, dia akan menikahi Sawajiri Erika. Gadis yang amat dia cintai itu.

"Arigatou, Erika."

-----

Semuanya sempurna terlalu sempurna bahkan untuk menjadi kenyataan. Setelah lamaran di koridor rumah sakit itu, Erika akhirnya di nikahi oleh Kris pada 15 Maret 2005.

Selanjutnya, mereka pindah ke Indonesia.

Mereka tinggal di sebuah rumah yan indah, dan megah. Erika suka mengurus bunga yang di tanamnya di pekarangan rumah. Khususnya bunga mawar kuning, dan lili.

Sampai kejadian naas itu pun datang. Satu bulan sebelum natal.

Kris pulang dari kantornya, masih dengan pakaian setelan jas lengkap. Rumahnya gelap. Tidak ada sorot lampu, ataupun cahaya yang terlihat. Ia pun memutuskan untuk mandi, dan makan makanan seadanya.

Erika mengatakan kalau dirinya akan pulang telat hari ini karena ada sesuatu yang harus di kerjakannya. Tapi ternyata, dia mendapat suatu telpon.

"Selamat malam, kami dari rumah sakit. Apa benar ini dengan Bapak Kris Aikawa? Kami ingin memberitahu bahwa Nyonya Erika Sawajiri baru saja mengalami kecelakaan di ruas jalan tol, dan mobilnya terpelanting sampai keluar pembatas jalan..."

Kalimat berikutnya tidak ia dengarkan. Tapi, dengan cepat dia langsung menuju rumah sakit itu.

Tanggal 25 November 2005. Erika pun meninggal. Rusuknya patah, dan pendarahan yang banyak.

Di dalam mobilnya, ada sekotak kue dari toko roti langganan Erika. Kue itu adalah kue ulang tahun Kris yang ke 26.

Bukannya merayakan ulang tahun dengan istrinya, tapi Kris harus menyiapkan pemakaman untuk istrinya pada hari ulang tahunnya sendiri.