webnovel

BAB 4 Reygan si Murid Baru

Sudah beberapa hari sejak aku mengutarakan perasaanku pada Bella dan Dinda. Mereka beranggapan jika aku mungkin trauma. Karena saat mencintai Arga rasanya sungguh menyakitkan. Tapi mungkin benar. Aku di dunia sebelumnya pernah memendam cinta. Namun saat dia hendak mengutarakan perasaan yang sama padaku, dia pergi untuk selamanya.

"Hai!" sapa seorang pria sambil mengulurkan tangannya padaku. "Reygan. Lu?"

"Kirana." Kusambut uluran tangan itu dan membalas senyum. Menawan.

"Salam kenal."

"Salam kenal juga," ucapku sambil cepat menarik tanganku yang enggan lepas. Ya, ini perasaanku yang saat itu.

xxx

Kantin tampak ramai. Aku segera pergi ke tempat Mario dan yang lain. Mereka menunggu kami.

"Siapa?" tanya Juna dengan nada datar.

"Ah! Reygan. Siswa baru," ucap Bella tersenyum bangga.

"Jadi apa cita-citamu?" tanya Rey padaku sambil duduk di tempat yang disediakan Bella.

"Dokter," jawabku sambil duduk di sampingnya. Mengabaikan Bella yang emosi, karena tempatnya diambil.

"Kayaknya kamu akan jadi dokter yang hebat."

"Hahaha! Makasih!" ucapku sambil mengusap sudut mata yang mulai basah. Ia sungguh mengingatkanku pada seseorang.

"Lu mau apa?" tanya Bella.

"Bakso dan air soda."

"Oke." Bella langsung pergi.

Hah! Bukan dia. Dia bukanlah orang yang suka minuman bersoda. Aku terlalu banyak berharap.

"Kenapa?" tanyanya.

"Tidak. Aku hanya membayangkan kamu memakai snelli sepertinya cocok."

"Benarkah?"

Aku mengangguk sambil tersenyum. Kami pun mengobrol banya. Dinda yang duduk di depanku beberapa kali menendang kakiku. Aku tak peduli. Aku hanya penasaran dengan pria di sampingku ini.

"Kamu tak minum soda?" tanyanya melihat minuman yang ada di depanku.

"Nggak," jawabku. Tapi kenapa wajahnya berubah. Ia tampak memasang benteng tinggi di depanku. Aneh.

xxx

Aku termenung memikirkan anak baru tadi. Entah kenapa aku merasa Familiar dengannya. Tapi tak mungkin dia. Karena Reyhan dan Reygan berbeda. Reyhan tak suka minuman bersoda. Dia akan selalu melarangku. Sedangkan Reygan tampak menikmati.

"Aku benar-benar rindu," ucapku sambil memeluk kaki dan bersandar di pagar yang berada di balkon kamar.

"Siapa yang buat lu rindu?" tanya seorang yang kutebak Bella.

"Bisa nggak sih jangan asal masuk?"

"Pintunya ke buka. Gua ketok apa kalau pintunya terbuka lebar?" tanya Bella.

"Ketok hati!" jawab Dinda. Kulihat gadis itu sudah duduk di kursi dengan kaki naik ke meja belajar.

"Kayaknya kamar gua dah kayak kamar kalian sendiri ya?" tanyaku.

"Lah! Kan lu sendiri yang nyuruh!" jawab Dinda. Astaga! Anak pendiam seperti dia bisa ngegas juga.

"Ya! Serah deh!" Aku kembali menatap ke arah bawah.

"Lu suka dia ya?"

"Ng?" Aku langsung melihat ke arah Bella.

"Reygan. Berarti memang benar lu nggak ada perasaan sama Juna?"

"Nggak tau."

"Mata lu sekarang sama kayak mata lu ngeliat Arga. Dan waktu gua lihat Juna wajahnya masam nggak enak. Kalau lu memang nggak suka Juna, jangan kasih harapan. Putuskan hubungan kalian secepatnya. Jangan sampai terlambat."

"Gua tau. Tapi Gua juga nggak tau. Juna terlalu nyaman sekarang."

"What! Lu mau poliandri?!" Dinda langsung menendang meja dan membuat kursi putar itu meluncur ke depan pintu balkon.

"Bukan! Entahlah! Mungkin karena dia mirip seseorang."

"Siapa?" tanya Bella.

"Reygan lah!" Dinda mengetuk pelan kepala Bella.

"Ya gua tau! Cuma mau mastiin aja!"

"Terus lu mau gimana? Mau kencan sama keduanya?" tanya Dinda.

"Ya nggak lah bego! Jangan samain gua sama Silvi ya! Arga iya, Ergi iya!"

"Terus lu mau gimana?"

"Gua bakal pertahanin Juna dan menjauh dari dia. Lagi pula dia sudah masang tembok besar kan?"

"Iya. Lu benar."

xxx

Sejak hari itu. Reygan tak menyapaku lagi. Kami seperti orang asing. Aku juga berusaha menjaga perasaan Juna.

"Gila! Dia penggila minuman bersoda apa?!" sungut pria yang bernama Jeff itu.

"Kenapa?" tanya Dinda.

"Dia ke kantin cuma beli minuman bersoda terus balik ke kelas. Jadi tadi pas tinggal satu. Padahal gua duluan yang megang. Tapi dia langsung melotot ke gua. Serem." Jeff langsung menyantap makanan yang ada di depannya.

Beneran bukan dia. Lagian apa yang gua harapin juga.

'tang'

Aku tersentak dan langsung melihat ke arah Juna.

"Ran! Kalau memang lu terpaksa, lu mau lepas juga nggak papa! Lu kayak gini nyakitin gua lebih dalam!" Juna langsung pergi begitu saja. Aku langsung memijat pelipisku.

"Gua kejar dia dulu."

"Jangan! Tenangin dulu pikiran kalian berdua," ucap Arga. "Kalau tidak masalah akan rumit."

Aku mengangguk dan kembali melanjutkan makan.

xxx

Seminggu sudah. Aku dan Juna diam-diaman. Aku juga tak tau harus bagaimana. Aku tak pernah pacaran. Semenjak Reyhan pergi aku takut untuk mencintai. Dan sialnya aku sekelompok dengan Reygan. Hanya ada dua orang dalam satu kelompok ini.

"Ayo!" ajaknya.

Aku menoleh mencari Juna. Namun pria itu malah melewatiku dengan motornya. Terpaksa aku menaiki motor dengan Reygan.

xxx

"Kamu berantem dengan Juna?" tanya Reygan disela tangannya yang menari di atas keyboard.

"Biasa," jawabku santai.

"Rin?"

"Ng?" Aku langsung menoleh dan betapa terkejutnya aku. Ia memangilku Rin.

"Sorry! Lidah gua keseleo. Ran," ralatnya.

"Oh!"

Kami kembali mengerjakan tugas hingga selesai. Setelah itu, Reygan pamit pulang.

"Besok kan minggu. Hubungi Juna. Ajak dia nonton. Jangan gengsi! Atau nanti kamu menyesal!"

Aku mengangguk dan tersenyum. "Makasih!"