"Dengan Mr. Stevenson?" tanya salah seorang wanita dengan seragam khas pegawai restoran menghampiri Gavin dan juga Ferisha.
Gavin mengangguk dengan raut wajah yang dibuat sedatar mungkin, membuat Ferisha berpikir apa Gavin selalu seperti ini?
"Baik, kalo begitu mari ikuti saya." balasnya kemudian berjalan mendahului Gavin dan juga Ferisha, tentu saja dengan sangat sopan, setiap gerak geriknya seolah diatur langsung, tak heran jika ini merupakan restoran ternama yang ada di Islandia.
"Relax, sweetheart..." bisik Gavin, tangan kekarnya masih melingkar di pinggang Ferisha, namun tak ada perlawanan dari Ferisha, mengingat ada banyak orang yang tengah makan dengan tenang.
Ya, orang-orang dari kalangan atas, maka dari itu mereka makan tanpa suara.
"Kemana kita akan pergi?" tanya Ferisha kala tiba-tiba mereka menyusuri sebuah lorong yang begitu sepi.
"Hotel ma-- shhhh... pelan-pelan, sweetie." ringis Gavin kala mendapatkan cubitan ringan diperutnya dari Ferisha, padahal itu tak sakit sama sekali.
Ferisha tiba-tiba menghentikan langkahnya, "Aku ingin pu--
"Kita akan makan, di ruang VIP!" tukas Gavin cepat, mencoba untuk menghilangkan pikiran buruk Ferisha, sekalipun hal itu memang diciptakan oleh Gavin sendiri.
Ferisha menghembuskan nafasnya perlahan, kemudian kembali berjalan saat setelah menepis kasar tangan kekar Gavin dari pinggangnya, Ferisha hanya lapar dan akan makan, toh tak ada gunanya jika Ferisha jual mahal pada Gavin, toh Ferisha tidak memiliki apapun disini.
"Calm down, sweetie." bisik Gavin tiba-tiba menyamakan langkah Ferisha, kembali melingkarkan tangan kekarnya di pinggang Ferisha, baru Ferisha akan menepisnya kasar, mereka sudah tiba di ruangan yang begitu luas, disana terdapat sebuah meja yang begitu besar dengan banyak hidangan di atasnya, juga dua kursi yang saling berhadapan, sekalipun jaraknya jauh karena ukuran mejanya yang begitu besar.
Yang membuat Ferisha berhenti dari pergerakannya, itu karena - ruangan ini sungguh dikuasai oleh banyaknya pelayan, bukankah itu hanya akan membuat mereka merasa canggung disini?
"Bukankah kau sudah lapar, hm?" tanya Gavin kembali membawa Ferisha berjalan bersamanya, menarik salah satu kursi disana kemudian membiarkan Ferisha duduk dengan tenang, "Relax hm? Kita tak akan bercinta disini." bisik Gavin membuat Ferisha menatap tajam ke arah pria itu.
Namun belum sempat Ferisha melakukan sesuatu, Gavin sudah lebih dulu berjalan menuju kursi yang ada di sebrang sana kemudian duduk dengan tenang, seolah membiarkan Ferisha dengan segala umpatannya.
"Keluarlah!" kata Gavin dengan begitu tegas, auranya yang pekat membuat siapa saja tak mampu membantahnya.
Seluruh pelayan pun berhamburan pergi, meninggalkan Ferisha dan juga Gavin di ruangan sebesar ini hanya berdua, hanya untuk makan saja Gavin rela membayar ruangan VIP untuk mereka? Ah, ayolah - Ferisha menyadari jika Gavin bukanlah pria yang miskin.
Setelah memastikan semuanya keluar, Gavin tampak mendongakan kepalanya, menatap Ferisha yang tampak masih fokus pada pikirannya, "Apa kau tak suka, hm?" tanya Gavin tiba-tiba.
Ferisha memutar bola matanya malas, "Ada berbagai hidangan yang tersaji disini, tak mungkin aku tak menyukai semua ini." ketusnya, bukannya marah - Gavin hanya terkekeh dibuatnya.
"Setelah ini, apa ada tempat yang ingin kau kunjungi?" tanya Gavin saat setelah lama terdiam.
Ferisha mencoba untuk menelan makanan yang tengah dirinya kunyah, kemudian menggelengkan kepalanya pelan, "Aku ingin segera kembali ke resort, lagipula aku sangat lelah."
***
"Apa kalian kembali bersama?" tanya Alodie menatap Ferisha dengan Gavin bergantian, Gavin tampak lebih santai, memasukan kedua tangannya di saku celana, dengan raut wajah yang dibuat sedatar mungkin.
Ya, mereka baru saja masuk ke area resort dan tiba-tiba Alodie melihat mereka bersama, tentu saja Ferisha merasa sangat panik, namun tidak dengan Gavin.
"Sudahlah, itu tidak penting." kata Alodie membuat Ferisha mampu bernafas dengan lega.
Belum sempat Ferisha buka suara, Alodie sudah lebih dulu meraih pergelangan tangan Ferisha, "Kak! Aku akan pergi bersama Ferisha! Jangan lupa hubungi Uncle, dia menghubungi ku tadi," kata Alodie sembari menarik Ferisha menjauh dari Gavin, memasuki salah satu resort yang ditempati oleh Alice sebelumnya.
Ferisha masih tak mengerti tentang apa yang dilakukan Alodie saat ini, namun yang pasti Ferisha pun tak bisa melakukan atau sekedar menanyakan apapun.
Alodie membuka pintu resort, setelah itu menutupnya kembali saat setelah Ferisha dan juga Alodie berhasil masuk, Alodie menatap Ferisha dengan tatapan yang begitu sulit diartikan, "Kau tahu, Ferisha. Pada saat di restoran sushi tadi, aku bertemu dengan wanita yang sangat menyebalkan!" ujarnya tiba-tiba, penuh emosi sembari melepaskan cekalan tangannya dari pergelangan tangan Ferisha.
Ferisha pikir ada apa.
Alodie berjalan menduduki salah satu sofa yang tersedia disana, "Aku menyiramnya dengan air, karena aku sungguh kesal padanya." sambungnya sembari menatap Ferisha yang kini ikut duduk bersama dengan Alodie.
"Kenapa?" Hanya kata itu yang terlontar dari mulut Ferisha, karen memang Ferisha pun merasa penasaran dengan itu.
Tampak Alodie menghembuskan nafasnya kasar, "Dia memanggilku jalang, girl! Ah, sungguh. Jika aku dipertemukan kembali dengannya, aku akan menghabisinya!" kesalnya.
Ferisha diam sesaat, dirinya tahu jika Alodie sangat marah sekarang, mau bagaimanapun juga hal itu akan sangat sulit bagi Alodie, namun Ferisha pun tak bisa melakukan apapun selain mendengarkan apa yang Alodie katakan.
"Aku baru menghadapi orang seberani itu," kesal Alodie mencoba menetralkan amarahnya kembali, mau bagaimanapun juga Alodie tidak bisa melampiaskan emosinya disini.
Ferisha tampak jauh lebih tenang sekarang, dirinya menyandarkan tubuhnya di sofa, melipat kedua tangannya di dada, "Kau tahu namanya?" tanya Ferisha mulai penasaran.
Alodie menggelengkan kepalanya, "Aku tak ingat." balasnya seolah Alodie sungguh tak mengingat namanya, karena memang seperti itulah adanya.
"Seharusnya kau menghubungiku saat itu," kata Ferisha membuat Alodie menoleh ke arah Ferisha, seolah bertanya akan apa yang dikatakan oleh Ferisha.
Belum sempat Alodie bertanya, Ferisha sudah kembali melanjutkan ujarannya, "Biar aku yang memberinya pelajaran," kekeh Ferisha membuat Alodie ikut terkekeh dibuatnya, menyadari jika Ferisha bergurau dengan itu.
Setidaknya Alodie sudah jauh lebih tenang sekarang, hal itu karena Ferisha.
"Ah, ya. Aku hampir lupa, bagaimana dengan kartumu? Apa itu benar-benar diblokir?" tanya Alodie tiba-tiba.
Ferisha menganggukkan kepalanya, "Ya! Seperti itulah adanya, namun tak masalah. Aku memiliki sejuta cara tentunya," kekeh Ferisha.
Alodie menggelengkan kepalanya, "Tenanglah, kau bisa menggunakan uangku," kata Alodie namun Ferisha tak menanggapi hal itu, Ferisha tak ingin membebankan Alodie.
Terkecuali Gavin, ya - Ferisha mulai membutuhkan Gavin, Ferisha sungguh mulai luluh pada Gavin, mungkin karena Gavin membuatnya nyaman.
"Aku ingin membersihkan diri terlebih dahulu," kata Ferisha bangkit dari duduknya kemudian berjalan ke arah dimana pintu keluar berada, Ferisha akan membersihkan diri dan beristirahat dari penatnya pekerjaan.